Oleh Zakiata Sani

Mahasiswa Ekonomi Syariah INISNU Temanggung


Indonesia merupakan suatu negara yang sangat terstruktur. Segala bentuk lembaga diatur dalam sistem-sistem tertentu sesuai kebijakan lembaga masing-masing. Terutama dalam sistem perekonomian di negara Indonesia. Menurut Abdul Kadir (2014:61) bahwa “Sistem adalah sekumpulan elemen yang saling terkait atau terpadu yang dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan”. Sistem perekonomian di Indonesia memiliki berbagai jenis, salah satunya adalah sistem akuntansi. Sistem akuntansi pada umumnya merupakan suatu metode dan prosedur untuk mencatat dan melaporkan informasi dan kondisi keuangan yang dibutuhkan untuk disediakan bagi manajemen perusahaan atau organisasi bisnis. Sistem akuntansi juga dapat diartikan sebagai sebuah ikhtisar yang terdiri dari catatan manual atau komputerisasi transaksi keuangan untuk tujuan rekaman, mengategorikan, menganalisis dan melaporkan informasi manajemen keuangan yang tepat waktu. 

Sistem akuntansi secara islami saat ini sudah hadir di negara Indonesia. Namun, masih banyak juga dari masyarakat yang masih awam terhadap perbankan syariah. Perbankan syariah dengan sistem Akuntansi syariah di Indonesia telah muncul kurang lebih sejak tahun 1990-an. Sehingga telah diberlakukannya UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah pada 16 Juli 2008. 

Setelah Undang-undang itu berlaku, pengembangan industri perbankan syariah nasional kian memiliki landasan dalam hukum yang memadai serta mendorong pertumbuhan perbankan syariah secara cepat. Dengan masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam, maka sudah sepantasnya perbankan syariah dengan sistem akuntansi syariah ini dikembangkan dan diperkenalkan kepada masyarakat umum. Sebagaimana dalam Islam sendiri terdapat hukum-hukum yang berlaku mengenai muamalah. 

Mengingat hal tersebut, seperti apa sih sistem akuntansi dengan prinsip syariah? Nah, kita sebagai orang muslim wajib tahu seperti apa sistem akuntansi dengan prinsip-prinsip syariah. Dan sudah dijelaskan juga dalam Al-Qur’an bahwasannya Riba itu haram hukumnya. Seperti firman Allah SWT sebagai berikut : “Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba." (Al Baqarah: 275). Dari penjelasan ayat tersebut Allah juga memerintahkan orang-orang beriman untuk menghentikan praktik riba. 

Dalam pandangan mazhab Asy-syafi’iyah, riba merupakan akad atas penggantian yang dikhususkan yang tidak diketahui kesetaraan dalam pandangan syariah pada saat akad atau dengan penundaan salah satu atau kedua harta yang dipertukarkan. Menurut Quraish Shihab, kata riba dari segi bahasa berarti “kelebihan”. Secara bahasa riba disebut ziyadah (tambahan). Dalam hal ini riba dapat diartikan sebagai penetapan bunga atau melebihkan jumlah dari suatu transaksi baik berupa pinjam-meminjam maupun jual-beli.

Dengan adanya sistem akuntansi berbasis syariah ini, maka dalam penerapannya juga dikaitkan dengan prinsip-prinsip syariah. Dalam akuntansi syariah terdapat tiga (3) prinsip, sebagai berikut; pertama, pertanggungjawaban atau accountability. Prinsip pertanggungjawaban atau accountability dalam akuntansi syariah ini berkaitan dengan konsep amanah. Dimana konsep amanah ini adalah bentuk pertanggungjawaban terhadap Allah SWT sebagai Khalifah Allah yang dapat dipercaya serta amanah terhadap segala hal di muka bumi ini, terutama dari adanya sebuah transaksi yang berlaku dengan akuntansi syariah tersebut. 

Implikasi dalam bisnis dan akuntansi adalah bahwa individu yang terlibat dalam praktik bisnis harus selalu melakukan pertanggung jawaban apa yang telah diamanatkan dan diperbuat kepada pihak-pihak yang terkait. 

Yang kedua yaitu prinsip keadilan. Dalam islam sendiri keadilan dapat diartikan sebagai suatu persamaan, keseimbangan, pemberian hak kepada pemiliknya dan keadilan Ilahi. Ilmuan Aristoteles juga berpendapat bahwa keadilan adalah kelayakan tindakan manusia. Kelayakan disini dapat diartikan sebagai titik tengah antara dua ekstrem yang terlalu banyak dan terlalu sedikit.

 Prinsip keadilan ini juga diterangkan dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 282. Yang mana ayat ini menjelaskan bahwa terdapat nilai penting di dalamnya yaitu berupa cara beretika dalam kehidupan sosial dan bisnis yang sangat melekat pada setiap fitrah manusia. Diartikan seperti itu karena seorang manusia bahwasannya memiliki kapasitas dan energi untuk berbuat adil. Contohnya dalam kehidupan riil misalkan terdapat nilai transaksi sebesar Rp. 50 juta, maka akuntan (perusahaan) harus mencatat dengan jumlah yang sama dan sesuai dengan nominal transaksi. Secara sederhana dapat berarti bahwa setiap transaksi yang dengan kata lain tidak ada window dressing (Strategi mempercantik portofolio investasi yang dilakukan perusahaan maupun manajer investasi) dalam praktik akuntansi perusahaan. 

Kemudian yang ketiga yaitu prinsip kebenaran. Dalam sebuah akuntansi ini diharuskan memegang prinsip kebenaran. Mengapa demikian? Karena dalam akuntansi selalu dihadapkan pada masalah pengakuan dan pengukuran laporan. Hal ini akan dapat dilakukan dengan baik apabila dilandaskan pada nilai kebenaran. 

Karena kebenaran ini dapat menciptakan nilai keadilan dalam mengakui, mengukur, dan melaporkan transaksi-transaksi yang bergerak dalam ekonomi akuntansi. Maka, sistem pengembangan akuntansi Islam inilah yang harus dijalankan dalam kehidupan. Dimana nilai-nilai kebenaran, kejujuran dan keadilan harus diaktualisasikan dalam praktik akuntansi syariah. Secara garis besar, dengan menggunakan tiga prinsip tersebut yang akan membawa sistem akuntansi syariah dengan perkembangan dan penerapan yang stabil dan progresif di kalangan masyarakat.


Bagikan :

Tambahkan Komentar