Oleh Ilfi Nangimatul Janah

Mahasiswi Institut Islam Nahdhatul Ulama (INISNU) Temanggung

Pandemi covid-19 masih tak henti-hentinya menginvasi keberlangsungan kehidupan manusia, mulai dari kegiatan lingkup pendidikan, perekonomian dan interaksi sosial terhambat bahkan terhenti dalam rentan waktu yang cukup panjang. Salah satu yang mengalami dampak adalah Perguruan Tinggi sebagai salah satu media pencipta agent of change (agen perubahan) atau yang dikenal sebutan mahasiswa. Sekumpulan manusia yang menyempatkan jiwa dan raga untuk belajar ataupun sebatas mencari ijazah di perguruan tinggi.

Mahasiswa dikenal seorang agen perubahan dengan daya pikir intelektual, kritis dan merakyat, dan inilah yang akhirnnya harus mengalah saat covid-19 menghambat kegiatan perkuliahan mereka secara tatap muka di perguruan tinggi pada umumnya. Perkuliahan yang biasanya dilakukan secara tatap muka dalam kelas seketika berubah total secara online dengan berbagai platform (Google meet, Zoom, Whats’aap, dan lain sebagainya) yang mungkin sebelumnya belum banyak dikenal oleh banyak akademisi maupun mahasiswa.

Tulisan ini menjadi bentuk kontradiksi terhadap lingkungan pergaulan mahasiswa. Penulis berharap lewat tulisan ini dapat menjadi stimulant yang mendorong segenap mahasiswa untuk menciptakan inovasi, menjadi mahasiswa berpahala dan menciptakan efek ganda bagi dirinya dan sesama dalam pengamalan asas manfaat. Penulis tuangkan inovasi dari lingkup termudah secara berkesinambungan yang dapat menjadi perhatian lagi terhadap sesama sahabat mahasiswa terkhusus menjadi perhatian pribadi penulis sendiri. Dapat kita lakukan dengan cara membaca buku,membaca menjadi aktivitas yang tak asing bagi kalangan mahasiswa.

Membaca menghasilkan segudang manfaat bagi peminatnya. Membaca merupakan langkah awal menapaki literasi, darimana literasi suatu individu, kelompok, instansi perguruan tinggi (lembaga pendidikan) hingga kemampuan literasi bangsa terbentuk dapat dikenali dari seberapa banyak buku yang dibaca dan diserap wawasannya.

Bangsa yang tingkat literasi tinggi yang bermuara dari kebiasaan membaca yang kuat maka tidak akan mudah diadu domba, dicekcoki oleh kabar ujaran kebencian dan tidak mudah termakan hoax. Membaca bernilai ibadah dalam sisi Allah SWT dimana membaca merupakan kegiatan tholabul ‘ilmi (mencari ilmu) yang pertama kali diperintahkan kepada Nabi Muhammad SAW lewat perantara malaikat Jibril dalam surah Al-Alaq yang berbunyi Iqro’ yang artinya “bacalah”.

Kemudian dengan membeli buku merupakan bukti mahasiswa berjiwa intelektual dimana buku menjadi kenang-kenangan, teman dan sumber pengetahuan yang membentuk pola pikir mahasiswa. Buku dapat bersifat ilmiah seperti jurnal, skripsi, tesis maupun disertasi tetapi pula buku juga dapat besifat ngepop (Bahasa tidak kaku) ada pula buku yang bersifat sastra seperti sekumpulan puisi, cerpen dan novel.

Membeli buku merupakan kegiatan yang bernilai pahala dan sebagai bentuk kebutuhan seorang mahasiswa cinta dan butuh akan ilmu pengetahuan yang diperlukannya. Dalam era digital ini mengakses e-book sangatlah mudah dimana mahasiswa tidak perlu membeli buku secara konvensional namun dapat digantikan dengan mengunduh maupun berlangganan lewat jejaring internet. Selanjutnya yang dapat kita lakukan yaitu dengan cara menulis dan publikasi,budaya menulis karya ilmiah maupun popular merupakan adat yang telah mendarah daging dalam perguruan tinggi, dimana tulisan dapat berbentuk karya ilmiah (makalah, jurnal, skripsi, disertasi, dan tesis dan lain sebagainya) , dapat pula berupa (artikel, opini, dan kolom dalam harian berita koran), ada pula yang mengandung nilai sastra seperti (puisi, cerpen dan novel).

Selain menulis dan publikasi sebagai mahasiswa juga mampu menciptakan kelas inovasi ,kelas inovasi merupakan wadah yang diperlukan dalam situasi pandemi covid-19 setahun belakangan ini. Hal ini dimaksudkan sebagai tempat belajar siswa selama hanya menikmati proses kegiatan pembelajaran secara daring atau dari tempat tinggal. Mahasiswa haruslah turut andil membuat inovasi mengajak masyarakat dan pemerintah desa di lingkungannya guna mensukseskan kelas inovasi. Mahasiswa mengirim paket,saat ini wirausaha dapat dengan mudah dilakukan, cukup berdiam diri dengan menggunakan gawai mahasiswa dapat menghasilkan uang saat dirumah saja. Beragam produk bisa dijajakan mahasiswa dengan pilihan membuka toko online sendiri, menjadi dropshiper dan menjadi reseller.

Rasanya ironis, jika mahasiswa hanya menyibukkan diri dan menghamburkan uang hanya untuk fenomena belanja online dikalangan mahasiswa. Dan tak kalah penting sebagai mahasisw itu juga mempunyai kewajiban dalam mengedukasi masyarakat, apalagi edukasi dalam kondisi krisis pandemi covid-19 haruslah aktif dilakukan oleh mahasiswa. Mahasiswa sebagai agen perubahan haruslah membawa segudang manfaat dari ilmunya yang diperoleh dari bangku kuliah untuk diedukasikan dan diterapkan dilingkungan masyarakat. Banyak persoalan selama masa pandemi yang bisa diselesaikan lewat hasil pemikiran dan diskusi yang ditenggarahi oleh mahasiswa.

Perlu diingat bahwasannya negeri indah yang sering kita pijak ini sedang dalam masa-masa krisis, dimulai dari bidang perekonomian, pendidikan hingga interaksi sosial antar masyarakat. Disinilah peran mahasiswa sebagai agent of change “agen perubahan” diharapkan mampu berkontribusi memberikan inovasi dan kreasi untuk ikut andil memperbaiki dan membangun negeri yang sedang kacau balau ini.

Dengan kegiatan produktif terlebih dapat memberikan dampak posif terhadap lingkungan dapat dihitung bernilai ibadah dan pahala di sisi Allah SWT. Jika memang kita sejatinya adalah mahasiswa sebagai agen perubahan maka haruslah kita buktikan dengan sekelumit solusi, inovasi dan aksi untuk lingkungan, agama dan bangsa dalam menghadapi kondisi pandemi covid-19. Selanjutnya buktikan mahasiswa yang berkontribusi aktif atau mahasiswa yang pasif!


Bagikan :

Tambahkan Komentar