Oleh: Laeli Aulia Ifani

Mahasiswa PAI INISNU Temanggung  

Masyarakat jawa sangat identik dengan tradisi. Baik tradisi upacara dalam pernikahan, selamatan bagi seseorang yang sudah meninggal dunia, selamatan kelahiran bayi, mitoni dan lain-lainnya. Salah satu tradisi yang diadakan setiap satu tahun sekali menjelang ramadhan oleh masyarakat jawa di bulan sya’ban/ ruwah ialah nyadran. Tradisi ini dilakukan untuk mendoakan orang-orang yang sudah meninggal dunia. Budaya dan tradisi merupakan sarana yang digunakan ulama untuk menyampaikan agama Islam di Nusantara. Salah satu tradisi yang sangat khas bagi masyarakat Jawa adalah tradisi nyadran.  

Tradisi nyadran merupakan salah satu tradisi sebuah selamatan peninggalan agama hindu dan budha yang diakulturasikan dengan nilai-nilai islami oleh Wali Songo yakni untuk menyebarkan agama islam di masyarakat wilayah Jawa. Tradisi nyadran merupakan salah satu tradisi yang dilakukan oleh sebagian masyarakat jawa dan sudah menjadi bagian dalam kehidupan bagi masyarakat Jawa tentunya dan begitu juga pada masyarakat di tanah tempat kelahiran saya, tepatnya di desa Brongkol, Purworejo Temanggung. 

Trradisi nyadran ini dilakukan pada tanggal 14 Sya’ban dan terdapat beberapa rangkaian kegiatan yang sangat baik untuk dilestarikan, seperti ziarah kubur/ bersih, sholat sunnah, tahlilan dan doa bersama di masjid kemudian kepungan ingkung ayam. 

Setiap di bulan ruwah atau di bulan sya’ban inilah tradisi nyadran dilakukan.  Mengapa bisa disebut bulan ruwah? Karena bulan ruwah ini merupakan bulan untuk mengirim arwah, maka dari itu disebutlah tradisi yakni nyadran/ bersih. Nyadran tersebut memiliki tujuan yaitu birul walidain (bekti dumateng tiyang sepuh)/ birul syaikh yakni mendoakan orang-orang yang sudah meninggal. Kepercayaan terhadap tradisi nyadran pada zaman sekarang ini difokuskan kedalam bentuk rasa syukur kepada Allah swt. Masyarakat jawa-pun percaya dengan dilakukannya tradisi nyadran ini dapat membantu keluarganya/kerabatnya yang sudah meninggal untuk mendapatkan ketenangan (ridhone Gusti Allah) dalam kubur.  

Sebagian orang mengatakan bahwasanya tradisi nyadran merupakan tradisi yang tidak berdasarkan pada ajaran Islam, mereka mengatakan kalau tradisi nyadran ini adalah tinggalan dan menyerupai ajaran agama Hindu dan disebut bid’ah. Menurut salah satu tokoh ulama NU yaitu bapak KH. Yusuf Chudlori yang merupakan pengasuh dari pondok pesantren API salaf Tegalrejo, dalam kajiannya melalui siaran radio fast fm menjelaskan bahwasannya tradisi nyadran tidak bisa dikatakan sebagai bid’ah.  

Nyadran dilaksanakan pada setiap di bulan Ruwahsering dikatakan sebagai berseh makam, yang mana menjadi satu tardisi yang biasanya dilaksanakan sebelum kita masuk bulan ramadhon. Romadhon itu diibaratkan tamu agung yang akan membawa berkah/ maghfiroh, maka apabila jika kita kedatangan tamu agung sudah selayaknya kia bersiap-siap menyambut kehadirannya. Salah satunya nyadran/ ziarah berseh atau dengan istilahnya berada di makam orang tua juga merupakan bagian dari persiapan.  

Tujuan dari tradisi nyadran/ ziarah kubur ini yaitu  birul walidain.  Karena ridollahu fi ridho walidain. Karena syariat islam menganjurkan kepada kita untuk berkewajiban membuat kebaikan kepada orang tua kita. Ridho-Nya Allah swt itu tergantung dari ridhonya kedua orang tua. Ketika kita puasa ramadhan 1 bulan, zakat dan tadarusan, akan tetapi jika diri kita tidak mendapat ridho (seperti menyakiti hati kedua orang tua) dari kedua orang tua, amal ibadah diri kita semuap akan sia-sia. Allah akan tidak menerima amal ibadah diri kita.  

Maka sebelum masuk bulan romadhon, jika kedua orang tua kita masih hidup haruslah kita memohon maaf kepada orang tua kita agar kita bisa melaksanakan ibadah puasa kita dengan baik, dan ketika kedua orang tua kita sudah meninggal, segeralah datang ke makam orang tua/ berziarah dan doakan kedua orang tua diri kita agar kedua orang tua ridho dan bahagia. Ridhonya orang tua itu yang akan menjadikan sebab ridhonya Allah swt. Dan disini pentigngnya kita berziarah ketika mendekati bulan romadhon. Untuk berharap ridho kedua orang tua kita.  

Imam An-Nawawi berkata dalam kitabnya, para ulama sepakat bahwa doa pada orang meninggal, bermanfaat dan sampai pada mereka. Diriwayatkan dari nabi Muhammad saw bahwa sesungguhnya beliau bersabda, 'tidak ada perumpamaan mayit di kuburan kecuali seperti orang tenggelam yang ingin ditolong, mayit menunggu doa yang ditunjukkan padanya baik dari anaknya, saudaranya ataupun temannya’ ketika doa itu telah tertuju padanya, maka doa itu lebih ia cintai daripada dunia dan seisinya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Bagikan :

Tambahkan Komentar