Oleh Asma’ul Khusnah

Mahasiswi Prodi PIAUD STAINU TEMANGGUNG

Masa-masa awal perkembangan Islam di Nusantara kerap di anggap periode sejarah yang sangat kabur. Kekaburan ini bahkan kian terasa jika kita berusaha memperoleh data yang akurat tentang permasalahan sekitar waktu dan tempat di mana Islam pertama kali datang ke wilayah tersebut, serta untuk mendeteksi dari wilayah mana Islam di Nusantara berasal.  Meski tidak didukung data statsitik, bisa dikatakan bahwa muslim dalam jumlah besar telah bermukim di wilayah-wilayah yang terlihat dalam perdagangan maritim internasional, termasuk wilayah di Nusantara.

Catatan Tionhoa dari Dinasti T’ang menjadi salah satu sumber informasi yang penting. Dalam teks berjudul Xin T’ang Shu (Sejarah Baru Dinasti T’ang), tercatat suatu negeri di Sumatra yang tengah berada di bawah kepimpinan seorang ratu bernama Sima (Xi Mo). Negeri tersebut terkenal negeri yang sangat kuat,sehingga menghalangi komunitas Arab yang tinggal disana (disebut Ta-shi atau Da shi) untuk melakukan penyerangan. Oleh karena itu catatan Tionghoa ini selanjutnya menjadi argumen semua kalangan sarjana yang berpandangan bahwa Islam datang ke Nusantara pada abad ke-7 dan abad ke-8 (Tjandrasasmita, 2009:2).

Fenomena perebutan kebenaran agama yang berujung pada kekerasan atas nama agama tidak hanya terjadi dalam dunia Islam. Di dalam penganut agama-agama besar lainnya, fenomena serupa juga pernah terjadi, sehingga fenomena tersebut menjadi sesuatu yang bersifat universal. Juga tidak hanya melibatkan internal agama, melainkan antar agama-agama besar. Perebutan kebenaran agama yang berujung pada penguasaan “tanah” di Palestina itu merupakan contoh betapa perebutan kebenaran agama itu tidak disebabkan oleh faktor tunggal, juga tidak hanya bersifat lokal. Kehadiran negara Israil di Palestina masih tetap berjalan hingga hari ini. Alih-alih kedamaian yang diperoleh warga Palestina ,justru kekacauan dan kegalauan sosial, budaya dan politik yang mereka rasakan dan hal itu berlanjut sampai hari ini.     

Realitas menunjukkan bahwa kehidupan umat islam sekarang relatif terbelakang, terpuruk dan tertinggal dari umat-umat lain. Kondisi umat islam seperti itu tidak terjadi secara tiba-tiba, tetapi melalui proses panjang. Pada abad 12 M muncul istilah-istilah ilmu fardhu’ain yaitu ilmu-ilmu tradisional (ilmu agama) dan ilmu-ilmu fardu kifayah.

Sebagai penduduk masyarakat di Nusantara semestinya umat Islam tidak lagi sibuk mempersoalkan hubungan Islam, keindonesiaan, dan kemanusiaan. Ketiga konsep itu haruslah ditempatkan dalam satu napas sehingga Islam yang mau dikembangkan di Indonesia adalah Islam yang ramah, terbuka, inklusif dan mampu memberi solusi terhadap masalah-masalah besar bangsa dan negara. Sebutlah  sebuah Islam yang dinamis dan bersahabat dengan lingkungan kultur, sub kultur dan agama kita yang beragam: sebuah Islam yang memberikan keadilan, kenyamanan, keamanan, dan perlindungan kepada semua orang yang berdiam di Nusantara ini, tanpa diskriminasi, apa pun agama yang diikutinya atau tidak diikutinya. Islam yang sepenunhya berpihak kepada rakyat miskin, sekalipun ajarannya sangat anti-kemiskinan, sampai kemiskianan itu berhasil dihalau sampai ke batas-batas yang jauh di negeri kepulauan ini.

Jika Islam ditampilkan dengan wajah gerang oleh segelintir orang-egoistik, penuh retorika murahan-ibarat monster, pasti akan menakutkan dan dibenci oleh banyak pihak yang berpikir jernih, siapa pun mereka, apa pun agamanya.sebuah monster yang seiring berbicara atas nama Tuhan, jelas terlepas dari kawalan syari’ah dalam maknanya yang benar. Ketidakberdayaan sebuah komunitas  untuk menghadapi tantangan dunia modern dengan segala masalah ruwet yang menyertainya, tidak boleh mengecilkan hati dan nyali anggota komunitas itu, lalu menempuh jalan pintas ekstrem yang sangat berbahaya. Bom bunuh diri di Indonesia sambil membunuh orang lain adalah bentuk ekstrem dari perasaan putus harap dan tak berdaya itu, apa pun penyebab yang melatarbelakanginya.

Khusus untuk Indonesia, dengan bekal optimisme kritikal, bangsa ini harus bangkit kembali secara autentik dengan melahirkan karya besar dan prestasi yang bermutu tinggi dalam lingkungan suasana keadilan dan kesejahteraan yang dirasakan semua. Islam jika dipahami secara benar dan cerdas akan membeirkan dorongan dan sumbangan yang dasyat untuk mengukuhkan keIndonesiaan kita di bawah naungan payung “ke-Tuhanan Yang Maha Esa” dan “kemanusiaan yang adil dan beradab”, sebagai salah satu manifestasi iman kita dalam kehidupan bersama sebagai bangsa Islam, keIndonesiaan, dan kemanusiaan haruslah dianyam sedemikian elok dan asri sehingga sub-kultur yang bertebaran yang membentuk Indonesia sebagai sebuah bangsa dan negara merasa aman dan tenteram untuk bertahan di Benua Kepulauan ini sampai masa yang tak terbatas.

Agama kita diberi nama Islam karena berarti taat pada perintah Allah tanpa membantah. Ali bin Abi Thalib menjelaskan bahwa Islam itu adalah taslim (menyerah). Taslim itu yakin. Yakin itu percaya. Percaya itu berikrar. Berikrar itu menunaikan dan menunaikan itu adalah amal.

Kebanyakan agama-agama di dunia dibei nama sesua dengan nama pemimpinnya, nama umat pemeluknya, atau tempat agama itu lahir dan berkembang. Mengapa Islam tidak diberi nama sebagai agama Muhammad atau agama Mekkah/Makki? Islam tidak dinamakan agama Muhammad karena bukan agama buatan Muhammmad. Nabi Muhammad saw hanya sebagai rasul yang menerima agama itu dari Allah, dan diperintahkan menyampaikan kepada seluruh umat manusia.

Agama Islam memberi bimbingan ke arah kesempurnaan jasmani dan rohani. Dalam aspek rohani, Islam mengenalkan akidah yang lurus, yaitu mentauhidkan Allah. Kemudian di ikuti dengan cara pengabdian hanya kepada-Nya, sebagai pernyataan terima kasih dan syukur atas limpahan karunia-Nya Allah menjelaskan dalam firman-Nya.

Nabi Muhammad saw memohon kebaikan bagi umatnya kepada ALLah SWT. Sesungguhnya Allah itu Maha Pengasih dan Penyanyang. Allah pada mulanya mewajibkan shalat 50 waktu atas Muhammad dan umatnya. Rosulullah kemudian memohon kepada Allah agar dikurangi jumlahnya dan akhirnya Allah mengurangi menjadi 5 waktu saja. Sesudah itu Rosulullah tidak berani lagi meminta dikurangi karena itu telah sesuai dan sanggup dikerjakan oleh umatnya, kecuali yang ingkar.

Di sini jelas betapa sayangnya Rosulullah saw. kepada umatnya. Baginda Nabi tidak memikirkan dirinya sendiri, tetapi selalu memikirkan beban berat umatnya. Betapa beratnya beban yang ditanggung umatnya jika diwajibkan shalat sebanyak 50 waktu dalam sehari.

Ahlus Sunnah wal Jamaah adalah golongan yang  membela sunah Nabi Muhammad saw, dan keimanan orang banyak. Golongan ini sudah ada sejak kelahiran agama Islam, hanya tidak diberi nama saja karena semua muslim secara otomatis dianggap pembela sunah Rosulullah saw.

Sejak lahir mazhab-mazhab ilmu kalam (yang menyentuh akidah keimanan, terutama mazhab Mu’tazilah yang amat meragukan dan menafsirkan Al Qur’an secara filsafat saja, maka sebagai reaksinya muncullah pada akhir abad ketiga Hijrah golongan yang dibeir nama tersebut yang mendapat dukungan banyak orang dan ulama hingga hari ini.

Mazhab Ahlus Sunnah wal Jamaah selanjutnya bukan saja membahas masalah-masalah ilmu kalam(akidah keimanan), bahkan juga mengena hadits, fikih, tafsir, dan lan-lan. Dalam masalah fikih, yang dibahas adalah empat mazhab yang terkenal di seluruh dunia Islam, yaitu Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali.

Awalnya, Ahlus Sunah wal Jamah dipimpin oleh tokoh-tokoh yang lebih mementingkan dalil-dalil naqliyah Al-Qur’an dan Al-Hadits daripada dalil akal yang berdasarkan logika. Oleh sebab itu, banyak para pemimpinnya dipenjarakan oleh khalifah Abbasiyah. Mereka dianggap ketinggalan zaman meskipun banyak yang mendukung. Setengah abad kemudian, golongan itu mendapat dasar-dasar yang kuat dalam menghadapi filsafat Mu’tazilah.

Islam sangat cinta kebersihan. Dalam Islam kebersihan adalah sebagian dari iman. Hal ini terbukti Islam menjalankan ibadah sebanyak 5 waktu dalam sehari (shalat). Setiap beribadah (shalat) wajib untuk bersuci dahulu dengan cara berwudhu terlebih dahulu, sebagai syarat sah untuk melakukan shalat. Dalam berwudhu kita membersihkan diri  diawali dengan membasuh muka, mencuci kedua tangan, mencuci kedua kaki dan selain itu harus dalam keadaan bersih dan suci baik itu pakaian maupun tempatnya.

Islam adalah agama yang mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan, sesama manusia dan alam, berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah disamping Ijtihad. Sepanjang menyangkut kebudayaan dan kesenian aturan dapat berubah-ubah sehingga kendala pada umumnya dapat diatasi setelah timbul permasalahan. Meskipun demikian dalam berbagai kegiatan manusia akhirnya antara Islam dan kebudayaan, atau kesenian, saling berhubungan. Dari hubungan tersebut lahirlah kebudayaan atau kesenian yang dijiwai dan diwarnai Islam. Kesenian atau seni adalah manifestasi dari kebudayaan sebagai hasil karya cipta manusia yang 2 Nanang Rizali Nanang Rizali, Nanang Rizali KEDUDUKAN SENI DALAM ISLAM meliputi seni tari, seni musik, seni drama, seni rupa, dan lain-lain. Pada awalnya bentuk kesenian Islam dari perpaduan beberapa kebudayaan Timur Tengah, tidak begitu jelas namun melalui toleransi umat Islam lahirlah karya seni berkonsep Islam dari penyempurnaan seni sebelumnya. Seni yang murni lahir dari ajaran Islam adalah seni bangunan (masjid) dan seni tulis indah (kaligrafi). Pada dasarnya Islam merestui setiap karya yang sejalan dengan ajarannya, namun melarangnya jika menyimpang. Karya-karya tersebut merupakan pengungkapan pandangan hidup yang khas sesuai dengan prespektif akan norma dan nilai-nilai keislaman.

 

Bagikan :

Tambahkan Komentar