Oleh: Yayah Uffy Laily
Mahasiswi
S1 Prodi PIAUD STAINU Temanggung
Dalam al-Qur’an, banyak terdapat pesan melalui perumpamaan tentang kejadian. Salah satu kejadian unik yang dijadikan Allah sebagai batasan (tamtsil) di dalam al-Qur’an adalah virus (bencana) binatang yang terkecil dari pada seekor nyamuk (baudhah), hal ini tersurat di dalam surat al-Baqarah ayat 26. Jika dikaji secara eksplisit bahwa perumpamaan tersebut akan ditemukan fakta-fakta tentang ayat-ayat Allah. Alam semesta adalah merupakan sebagai pisau analisis yang dapat menjelaskan kekuasaan Allah dan terkandung dalam wahyu Allah. Ayat tersebut menarik untuk dikaji berdasar kejadian nyata. Jika diperhatikan akhir tahun 2019, dunia diramaikan dengan adanya penyebaran wabah yang dikenal dengan covid-19. Hal ini diperparah dengan dengan tidak diketahui kapan akan berakhirnya wabah Covid-19.
Musibah
Covid-19 yang melanda dunia termasuk Indonesia memberikan dampak di semua
bidang kehidupan, termasuk pendidikan. Pembatasan sosial yang diterapkan
pemerintah menyebabkan perubahan sistem dan aktivitas pada masyarakat, termasuk
pada lingkungan pendidikan. Salah satunya mempengaruhi kesehatan mental para
santri maupun pelajar atau yang sering disebut gejala psikosomatis (menurunnya
daya imun).
Psikosomatis
adalah gangguan kesehatan fisik akibat masalah psikis (Sarnoto, 2016). Gejala
Psikosomatis adalah gejala yang muncul tanpa adanya gangguan sebenarnya. Hal
ini seringkali dipicu oleh adanya faktor psikologis. Istilah gangguan
psikosomatis biasanya seseorang memperoleh sugesti atau keluhan fisik yang
disebabkan atau diperparah oleh faktor psikis atau mental, seperti rasa cemas,
stres, dan depresi. Permasalahan ini perlu diatasi untuk mencegah gangguan
pertumbuhan dan perkembangan pelajar. Karena pelajar merupakan generasi penerus
bangsa yang memiliki kompetensi unggul.
Dalam beberapa literatur Psikosomatis dapat
diatasi dengan beberapa metode, Salah satunya adalah menerapkan beberapa
kandungan Al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu kajian tentang
isi Al-Qur’an yang berkaitan dengan solusi untuk mencegah gejala psikosomatis
dalam diri pelajar akibat musibah COVID-19 dirasa perlu diteliti. Oleh karena itu
penulis bertujuan untuk mendeskripsikan penjelasan Al-Qur’an yang dapat
diterapkan untuk mencegah gejala psikosomatis dalam diri pelajar akibat musibah
COVID-19. Dengan banyaknya tamtsīl yang disuguhkan al-Qur’an, banyak pesan yang
ingin disampaikan Tuhan kepada manusia. Al-Qur’an menempuh jalan sastra untuk
menyentuh kesadarankesadaran yang membeku di alam bawah sadar. Mendewasakan
manusia dengan pesan-pesan tersirat, yang sarat kandungan moralitas hidup.
Perumpamaan dalam al-Qur’an merepresentasikan dialog
Tuhan kepada seluruh makhluknya secara halus. Yang biasa dipahami dengan jalan
penggalian oleh orang-orang yang mau dan mampu untuk berfikir. Setiap ayat
al-Qur‟an memiliki hak untuk dipercayai kebenarannya dan sekaligus berhak untuk
dikaji dengan berbagai kaca mata, termasuk ilmu pengetahuan modern. Mengingat
banyak penjelasan al-Qur’an yang berbicara tentang entitas alam semesta,
khususnya flora dan fauna.
Dalam surat Al- Baqarah ayat 26 :
Yang artinya : Sesungguhnya
Allah tiada segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah dari
itu. Adapun orang-orang yang beriman, maka mereka yakin bahwa perumpamaan itu
benar dari Tuhan mereka, tetapi mereka yang kafir mengatakan: "Apakah
maksud Allah menjadikan ini untuk perumpamaan?". Dengan perumpamaan itu
banyak orang yang disesatkan Allah, dan dengan perumpamaan itu (pula) banyak
orang yang diberi-Nya petunjuk. Dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali
orang-orang yang fasik.
Menurut Quraish Shihab, dalam ayat di atas Allah
menjelaskan bahwa Allah tidak keberatan menyebut ba’ūdhah (nyamuk) dalam kitab
suci walaupun dianggap kecil, remeh, tidak berguna dan membawa virus penyakit
(Dia Dimana-Mana, Tangan Tuhan DibalikSetiap Fenomena, 2005). Sesuai dengan
penjelasan diatas orang-orang Musyrik memandang merendahkan penyebutan sesuatu
(hewan) kecil tersebut yang mereka anggap enteng dampak pada hewan tersebut,
bahkan mereka (kaum Munafik) menjadikan sebagai lelucon terhadap Alquran. Lalu Allah SWT
menurunkan ayat tersebut untuk menjelaskan kaum musyrikin bahwasanya Allah SWT
menciptakan sesuatu bukan dilihat dari kecilnya bentuk tersebut, namun dampak
yang terjadi jika meremehkan citaaan Allah SWT.
Jika kita hubungkan dengan pandemic Covid-19, maka hal
ini bias disejajarkan dengan binatang, hal ini bagian dari perumpamaan makhluk
terkecil yang Allah maksudkan dalam dalam Surah Al baqarah ayat 26 (Tafsir
Virus Fauqa Ba'ūdhah, 2020). Bentuk dari Covid-19 pun belum bisa diperkirakan
dan tak mungkin terlihat oleh mata telanjang manusia. Sekalipun sangat kecil
virus ini mampu bertahan lebih dari 10 menit di permukaan, termasuk tangan.
Bahkan WHO menyebut Covid-19 dapat bertahan selama beberapa jam, dan beberapa
hari, selain itu mikroba ini dapat bertahan di suhu 26-27 derajat
celcius. Oleh karena itu, manusia diperintahkan untuk senantiasa bertasbih,
memuji dan membesarkan Allah Ta’ala. Karena fakta-fakta dalam kehidupan ini
jika dipelajari dengan sungguh-sungguh sangatlah lebih dari cukup untuk membuktikan
bahwa Allah Maha Kuasa
Seringkali manusia yang tidak mau dan tidak mampu memahami, sehingga merasa
dirinya hebat, tidak tertandingi dan sebagainya. Padahal semua perasaan itu
muncul karena ketidakpahaman diri akan hakikat hidup ini. Manusia milenial saat
ini tidak boleh menganggap enteng virus tersebut karena ia juga makhluk Allah,
apalagi makhluk tersebut membawa penyakit yang memudaratkan manusia. Dan orang
yang menyepelekan Covid-19.
Dampak
dari pandemi Covid-19 ini menyebabkan tubuh dan keadaan mental selalu dalam
keadaan ‘siaga’. Ketidakseimbangan inilah yang memunculkan gejala psikosomatis
muncul sebagai reaksi untuk siap siaga dalam menghadapi ancaman terhadap tubuh.
Bila keadaan ini dibiarkan terus menerus akan mengalami gejala kecemasan
berlebihan bahkan dapat mengarah pada kepada stres dan depresi.
Dilansir
pada web klikdokter.com bahwa “Semakin Anda cemas atau takut, semakin stres
Anda, semakin banyak hormon stres diproduksi oleh tubuh, dan semakin tertekan
kerja sistem imun, dan semakin besar kemungkinan Anda jatuh sakit, semakin
besar risikonya bila Anda benar-benar terpapar virus corona.”
Psikosomatis
hanya dapat masuk melalui jalur alam bawah sadar, dalam alam bawah sadar
melalui beberapa jalur, yaitu :
Otoritas.
Dalam hal ini segala informasi yang diberikan oleh pihak yang memiliki wewenang
akan mudah diterima oleh alam bawah sadar Anda sebagai sebuah informasi yang
dianggap benar.
Emosi.
Bila Anda menerima sebuah informasi dan disertai dengan perasaan atau emosi
yang intens, baik secara positif atau negatif, secara tidak sadar akan diingat
oleh otak sebagai sesuatu yang penting.
Repetisi.
Bila Anda melihat, mengulang, membaca, membicarakan, mengingat, membayangkan,
mendengarkan, atau bahkan mencari sebuah informasi yang terus menerus secara
otomatis akan menjadi memori yang masuk ke otak sebagai informasi yang penting.
Identifikasi
kelompok. Hal ini terjadi saat informasi ini Anda menerima atau membenarkan hal
yang telah dinilai benar oleh sekelompok orang di dalamnya. Misalnya Anda
menerima informasi dari sebuah grup whatsapp yang menyatakan bahwa virus
COVID-19 menyebar melalui cairan yang terkena oleh kulit kita. Hal ini akan
diingat pula oleh otak sebagai informasi yang penting.
Relaksasi
pikiran. Hal ini terjadi saat pikiran rileks, sore atau malam hari saat mau
tidur, atau pagi hari saat baru bangun tidur, saat kita membaca, mendengar,
menonton tayangan atau informasi tertentu, Anda langsung menerima informasi ini
sebagai informasi yang penting tanpa disaring oleh faktor kritis pikiran sadar
Dari
beberapa pemaparan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa perlunya adalnya
solusi dalam menanggulangi pandemi Covid-19, yaitu mengelola stress melalui
Mete-Level Reflection.
Mete-Level
Reflection merupakan kemampuan seseorang untuk melakukan refleksi terhadap apa
yang terjadi dan menjadikan acuan untuk rencana ke depan. Meta Level Reflection
itu seperti seseorang yang bercermin di depan cermin, take perlu bantuan orang
lain untuk mengetahui kekurangan diri.
Biasanya
orang yang memiliki Meta Reflection tinggi lebih mudah melihat kekurangan diri
dan punya pola pikir berkembang (Growth Mindset). Sementara yang lemah meta
level reflection-nya cenderung merasa benar dan menganggap orang lain salah
(Fix Mindset). Orang yang punya MLR tinggi akan mampu belajar dari dirinya,
dari orang lain bahkan dari lingkungan tempat dia tinggal, karena terus
belajar, maka selau merasa diri berkekurangan dan tidak mudah merendahkan orang
lain.
Virus
Corona ini menjadi bahan renungan bersama akan lemahnya kemampuan manusia dan
betapa agungnya Allah Swt. Betapa manusia yang congkak dengan segala
kemajuannya tidak berdaya saat menghadapi satu makhluk super kecil yang bernama
Corona. Kita belajar tidak menjadi orang yang sombong, lupa daratan dan
memandang orang lain dengan pandangan remeh. Allah Swt tidak segan untuk
membuat perumpamaan dari makhluk yang lebih kecil daripada nyamuk, supaya
manusia mengambil pelajaran dari perumpamaan tersebut.
Maka
seyogyanya kita merefleksikan diri dan insaf. Hadapi semua fenomena dengan
usaha yang penuh dan hati yang tenang, sejatinya kenikmatan atau bencana,
semuanya adalah baik bagi umat Islam. Seperti yang dikagumi oleh Rasulullah Saw
terhadap umat Islam
Selain
itu dalam surat Ali ‘Imron ayat 139 :
Artinya
: Dan janganlah kamu (merasa) lemah, dan
jangan (pula) bersedih hati, sebab kamu paling tinggi (derajatnya), jika kamu
orang beriman.
Secara
rinci, beberapa cara mengelola stres yang telah diajarkan oleh Islam adalah
sebagai berikut :
Niat
Ikhlas. Upaya yang dilakukan oleh individu senantiasa diliputi oleh bermacam
motivasi. Motivasi inilah yang menentukan bagaimana upaya yang dilakukan dan
bagaimana bila tujuan tidak tercapai. Islam sudah mengajarkan agar senantiasa
berniat ikhlas dalam berusaha, dengan tujuan agar nilai usaha tinggi di mata
Allah SWT dan dia mendapat ketenangan apabila usaha tidak berhasil sesuai
harapan. Ketenangan ini bersumber dari motif hanya karena Allah, bukan karena
yang lain, sehingga kegagalan juga akan selalu dikembalikan kepada Allah SWT.
Sebagaimana dalam surat At Taubah ayat 91.
Sabar
dan Shalat. Sabar dalam Islam adalah mampu berpegang teguh dan mengikuti ajaran
agama untuk menghadapi atau menentang dorongan hawa nafsu. Orang yang sabar
akan mampu mengambil keputusan dalam menghadapi stressor yang ada. Sebagaimana
dalam ayat 155 surat Al Baqarah di depan yang menekankan kepada kesabaran akan
mampu menghadapi cobaan yang diberikan. Di dalam ayat 153 surat yang sama Allah
SWT juga menyatakan hal tersebut
Bersyukur
dan Berserah diri (Tawakkal). Salah satu kunci dalam menghadapi stressor adalah
dengan selalu bersyukur dan menerima segala pemberian Allah SWT. Allah SWT
sudah mengajarkan di dalam Al Qur’an Surat Al Fatihah ayat 2 dan Al Baqoroh :
156 : (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan:
"Inna lillaahi wa innaa ilaihi
raaji'uun".
Kedua
ucapan di atas sangat familier dilidah kita, dan apabila kita pahami maknanya
setiap kali mengucapkannya saat menghadapi cobaan maka niscaya akan muncul
kekuatan psikologis yang besar untuk mampu menghadapi musibah itu. "Segala
puji bagi Allah Rabb semesta alam”, dan “Kami ini kepunyaan Allah, dan
kepadanya jua kami akan kembali". Cara berpikir negaatif yang menekankan
kepada persepsi stressor sebagai sesuatu yang mengancam dan merugikan, perlu
diubah menjadi berpikir positif yang menekankan kepada pengartian stressor
sebagai sesuatu yang tidak perlu dicemaskan. Bahkan individu perlu melihat
adanya peluangpeluang untuk mengatasi stressor dan harapan-harapan positif
lainnya. Saat stressor musibah datang menghampiri, biasanya akan mudah timbul
rasa kehilangan sesuatu dari dalam diri. Hal ini membutuhkan rasa percaya
(keimanan) bahwa diri kita ini bukan siapa-siapa, diri ini adalah milik Allah
SWT, dan apa pun yang ada pada sekeliling kita adalah milik Allah SWT.
Mensyukuri apa yang sudah diberikan dan selalu berserah diri akan menghindarkan
kita dari perasaan serakah dan beban pikiran lainnya.
Doa dan
Dzikir. Sebagai insan beriman, doa dan dzikir menjadi sumber kekuatan bagi kita
dalam berusaha. Adanya harapan yang tinggi disandarkan kepada Allah SWT,
demikianpun apabila ada kekhawatiran terhadap suatu ancaman, maka sandaran
kepada Allah SWT senantiasa melalui doa dan dzikir.
Melalui
dzikir, perasaan menjadi lebih tenang dan khusyuk, yang pada akhirnya akan
mampu meningkatkan konsentrasi, kemampuan berpikir secara jernih, dan emosi
menjadi lebih terkendali. Hentakan kemarahan dan kesedihan, ataupun kegembiraan
yang berlebihan senantiasa dapat dikendalikan dengan baik. Sebagaimana dalam
surat Ar Ra’d ayat 28. Ketenangan hati (emosi) ini akan mengarahkan individu
pada kekuatan untuk menyelesaikan masalah.
Tambahkan Komentar