Oleh Diana Nur Auliasari

Mahasiswi Prodi PAI Semester Lima STAINU Temanggung 

Mendengar kata “Bajingan” yang terlintas di otak ku pertama kali adalah manusia yang tidak beradap dan memiliki perilaku diluar norma. Namun yang ini bukan “Bajingan” perilaku bejat, melainkan makanan yang memiliki nama anti-maindstrim. Pernah suatu ketika kala itu aku dan teman-teman “Temanggungan” sedang berunding mengenai makanan tradisional, berhubung aku sendiri bukan dari daerah temanggung dan bukan warganya pula maka yang ku sebut hanyalah getuk, cethil, Pethotan, lapis dan makanan tradisional yang aku tahu di daerah asalku, namun aku terkaget-kaget ketika mendengar teman temanggungan ku menyebut “Nggon ku ono Bajingan”. Awal ku kira teman ku bercerita keluar jalur dari makanan tradisional, ternyata ia meneruskan kalimatnya dengan gegas kala melihat raut wajahku terlihat menggerutu dan seperti kebingungan. “Bajingan kui panganan sis!, panganan tradisional warga temanggung”. Baru aku menganggukan kepala sambal menahan ketawa.

Kearifan Lokal Warga Temanggung

Bicara soal daerah ini, letak geografis Temanggung sebagian besar adalah wilayah dataran tinggi dan pegunungan, seperti halnya yang melekat adalah Gunung Sumbing, sindoro dan Diyeng sebagai icon daerah Temanggung.

Kultur serta budaya yamg khas di kota Tembakau ini selain karena terkenal dengan penghasil tembakau terbaik  seperti tembakau Srintil ,baca juga buku yang ditulis Mahasiswa Universitas Sanata Dharma (2017:55) disebutkan bahwa kaerna tembakau, Temanggung deikenal banyak orang, bahkan dari hasil tembakau srintil kualitasnya terkenal samapai keluar Negeri, sehingga dapat menjadikan sumber perekonomian para petani di kota ini.

Temanggung juga menghasilkan panen ketela singkong yang cukup melimpah, sehingga tidak ayal jika penganan berbahan dasar singkong atau ketela pohon menjadi hal yang lumrah dan ngembrah di kota ini, salah satunya yang tidak ada di daerah lain ya… ini si bajingan,  penganan yang bahkan ketika kita cari pada laman jejaring online, hanya Temanggung yang mempunyai sebutan nama makanan berbahan dasar singkong dengan anti-maindstrim yaitu bajingan.

Jadi, setelah ku tanyakan banyak hal mengenai si “Bajingan” itu, ternyata ia adalah makanan yang terbuat dari singkong atau ketela pohon yang direbus bebarengan dengan gula merah atau gula aren yang kemudian didiamkan hingga merasuk, rasanya pulen dan manis. Ya kalau di daerah ku sejenis dengan kolak telo yang diasatkan/ dibiarkan airnya menyusut.  

Yang menjadi permasalahan adalah mengapa dinamakan “Bajingan”?, bukankah masih banyak istilah lain yang lebih pantas untuk menamakan rizqi TuhanNya?. Eitttss.. tunggu dulu, sebagai warga Nahdliyin yang moderat tentu kita harus melihat dari beberapa sudut pandang.

Negara kita adalah negara dengan banyak suku, adat dan budaya, dan tentu kita sebagai warga negara Indonesia harus saling menghormati dan menerima serta bertoleransi dengan semua hal itu supaya kebinekaan tetap terjaga dengan erat.

 Jika kita mundur ke belakang, pernah viral di sosial media mengenai makanan tidak islami, si klepon yang imut bertabur kelapa parut yang memiliki isian gula jawa. Katanya klepon menjadi tidak islami di lihat dari taburan kelapa parut diatas si hijau imut itu, seperti salju, dan saljunya identik dengan natal, jelas karena natal adalah umat kristiani maka dianggapnya tidak islami atau makanan kafir.

Loh! Lalu bagaimana dengan si “Bajingan” ini? Ia lebih tidak sopan jika dilihat dari namanya. Hahaha hanya ketawa dengan opini dangkal si “Pengkafiran” makanan itu. Kembali ke topik awal, dari penamaan “Bajingan” sebenarnya apa sih latar belakang penamaan ini?, pastinya ada suatu asal sejarah yang mengawali pemberian nama makanan tradisional Temanggung ini.

Sejarah Bajingan

Menjawab dari rasa penasaranku, salah satunya dari media daring yang kubaca, ternyata bajingan ini diambil dari istilah para penarik gerobak sapi di daerah Jawa Tengah dan Yogyakarta, jadi orang-orang yang bekerja sebagai penarik gerobak dinamakan bajingan dan hidangan yang sering mereka makan kala itu ialah singkong atau ketela pohon yang dimasak dengan gula merah/ gula aren,.

Di era tahun 1960-an bagi kebanyakan para sopir gerobak sapi yang memiliki strata rendah atau bawah, penganan ini merupakan makanan yang mewah, bahkan hanya bisa dimakan ketika mereka memiliki rizki lebih.  Selain menjadi makanan dikala istirahat, bajingan acap kali disajikan kala acara-acara atau perayaan bagi sopir gerobak sapi di Temanggung, dan hingga sampai sekarang nama bajingan melekat menjadi nama makanan khas Temanggung (goodnewsfroimdonesia.id).

Ternyata dalam pemilihan ketela atau singkong yang diolah menjadi bajingan khas Temanggung tidak sembarangan loh, singkong ini harus yang mempur atau diambil dari petani yang menanam singkong di tanah yang subur dan gembur, karena pemilihan singkong atau ketela yang salah akan menghasilkan bajingan yang keras dan alot. Namun tidak dipungkiri lagi selain memang Temanggung merupakan daerah pegunungan yang asri dan subur tentunya banyak kualitas singkong atau ketela pohon yang tidak diragukan lagi, buktinya bajingan menjadi penganan primadona sampai saat ini apalagi dihidangkang bersama kopi panas.

Manfaat Bajingan

Seperti yang kita tahu manfaat dari singkong atau ketela pohon memiliki banyak manfaat bagi tubuh manusia, jelasnya pada buku Ganefri dan Hendara hidayat (2017:120) singkong atau ketela pohon mengandung vitamin, fosfor dan zat besi serta protein yang bermanfaat bagi kesehatan, contohnya protein sebagai penyumbang energi bagi tubuh, kemudian vitamin A yang berguna bagi kesehatan mata, tinggi serat yang bermanfaat sebagai pelancar pencernaan serta mencegah penyakit kanker usus dan jantung, dan yang terakhir juga terdapat vitamin c yang bermanfaat mencegah sariawan serta menjaga kekebalan tubuh.

Apalagi jika singkong dipadu padankan dengan gula merah, tentu akan lebih berkhasiat lagi kok bisa ya? Aleysius (2010:125) menjelaskan jika gula merah lebih rendah resiko penyakit dari pada gula putih, sebab gula merah ini memiliki indeks manfaat yang cenderung positif , gula merah tidak mengalami pemanasan yang tinggi seperti halnya gula putih yang dikristalkan pada suhu atau temperature 400 derajat Celsius.

Jadi semakin tertarik dengan penganan ini, selain unik, enak juga sangat bermanfaat, beda dengan “Bajingan” manusia, selain merugikan masyarakat juga merugikan Negara dan Agama, bagaimana mas bro dan mbak sis, lestarikan penganan tradisonal ini dan bangga punya bajingan , hidup bajingaaaann!! Ups..

Bagikan :

Tambahkan Komentar