Oleh Rifda Malicha
Mahasiswa Stainu Temanggung

Bidoata Buku
Judul: Filsafat Umum Sebuah Pendekatan Tematik
Penulis: Dr. Zaprulkhan, M.Si.
ISBN : 978-979-479-1
Cetakan ke-II: Oktober 2013
Penerbit : PT Grafindo Persada
Jumlah Halaman : 410 hlm.
Tebal Buku: 21 cm
Harga : Rp. 83.000

Dalam beberapa perspektif agama dengan filsafat pada dasarnya mempunyai kesamaan. Keduanya mempunyai tujuan yang sama, yaitu untuk mencapai kebenaran yang sejati. Tetapi, dibalik kesamaan itu tedapat pula sejumlah perbedaan antara keduanya (hlm. 43).

Dalam pemikiran filsafat, apabila untuk mendapatkan kebenaran yang hakiki, manusia harus mencarinya sendiri dengan menmpergunakan alat yang dimilikinya berupa segala potensi lahir dan batin. Sedangkan dalam pemikiran agama, untuk mendapatkan kebenaran yang hakiki itu setiap manusia tidak hanya mencarinya sendiri, malinkan ia harus menrima hal-hal yang diwujudkan Tuhan, dengan kata lain percaya atau iman.

Walaupun antara kebenaran yang disajikan oleh agama mungkin serupa dengan kebenaran yamg dicapai oleh filsafat, tetapi serupa dengan kebenaran yang dicapai oleh filsafat, tetapi tetap agama tidak bisa disamakan dengan filsafat. Perbedaan ini disebabkan karena cara pandang setiap manusia yang berbeda. Disatu pihak agama berlandaskan kepercayaan, di pihak lain filsafat berdasarkan penelitian yang menggunakan potensi manusiawi, dan meyakinkan sebagai satu-satunya alat ukur kebenaran, yaitu akal manusia (hlm. 44)

Perbedaan pandangan dan persepektif hubungan antara agama dan filsafat berbeda-beda. Yang pertama paradigma atau pandangan parsialistik (hlm. 44). Paradigma ini mengatakan bahwa baik agama maupun filsafat mempunyai metode yang berbeda satu sama lain dalam menggapai kebenaran. Dalam kasus agama, kebenaran berpijak pada wahyu atau hadis, lalu diterima dalam hati melalui keyakinan dan keimanan. Perbincangan mengenai Tuhan dan eksistensi-Nya misalnya filsafat akan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kritis filosofis seperti siapakah Tuhan itu? Bagaimana kita mengenal Tuhan?, dan masih banyak lagi pertanyaan-pertanyaan yang akan dilontarkan oleh seorang ulama filsuf. Dengan pertanyaan-pertanyaan filosof seperti itusebagian filsuf kemudian mengemukakan pendapat mereka mengenai siapakah Tuhan itu dan bagaimanakah jalan menuju eksistensi-nya. Para filsuf yang menafsirkan itu semua menyebutkan dengan sebutan argumentasi kosmologis, ontologis, teologis, pengalaman ketuhanan atau keagamaan, maupun argumentasi moral (hlm. 47).

Yang kedua adalah paradigma integralitik. Paradigma ini justru berangkat dari ketidaksepakatan terhadap paradigma yang pertama tadi. Pembedaan yang dibuat dalam paradigma pertama sebenarnya terlalu menyederhanakan persoalan, sebab dalam agama sudah mencakup dimensi empirical, rasional, dan spiritual (hlm. 48).

Yang ketiga adalah paradigma subordinatif. Pada paradigma ini justru mengingatkan dengan tegas bahwa pendekatan agama honolistik dalam mencandra realitas, khusunya pada spiritual dan pengalaman pengabdian manusia kepada Tuhan ketimbang pendekatan filsafat (hlm 76). Misalnya dalam agama dengan unsur keyakinan dan keimanan bukan hanya memahami saja, tetapi juga mengalami sedangkan filsafat hanya berupa memahahi saja tidka mengalami. Jika pendekatan filsafat melihat realitas kebenaran dari jauh, bukan dari dekat, maka pendekatan agama justru melihat kebenaran dari dekat sekalligus menyentuh dan merasakannya.

Dalam Al-Quran, ayat yang pertama turun adalah Al-Alaq ayat 1-5 di perspektif agama ayat ini diturunkan dengan tujuan untuk agar manusia belajar membaca dengan tafsir dari kata iqra yang artinya bacalah. Dalam perspektif tafsir, sebuah kaidah kebahasaan menyatakan bahwa apabila suatu kata keerja yang membutuhkan objek tetapi tidak disebutkan objeknya, maka objek yang dimaksud bersifat umum, mencakup segala sesuatu yang dijangkau oleh kata tersebut (hlm. 83).
Klasifikasi membaca melalui klasifikasi filsafat ilmu atau pendekatan integrative, maka secara global objek bacaan mencakup tiga aspek, yaitu dunia empiris yang menjadi kajian sains, dunia bastrak rasional yang menjadi kajian filsafat, dan dunia abastrak supra-rasional (gaib) yang menjadi kajian mistisme atau tasawuf.

Dan pada akhirnya untuk melihat urgensinya kajian filsafat bagi umat islam baik hari ini maupun masa depan menurut imbauan ilmuwan besar Muslim Pakistan, Fazlur Rahman yaitu kuang lebinya seperti ini. “bagaimanapun juga filsafat adalah alat intelektual yang senantiasa diperlukan dan karena itulah filsafat harus berkembang secara alamiah baik untuk kepentingan perkembangan filsafat itu sendiri maupun untuk pengembangan disiplin-disiplin keilmuan yang lain. Hal demikian dapat dipahami karena filsafat menanamkan kebiasaan dan melatih akal pikiran untuk bersikap kritis-analitis dan mampu melahirkan ide-ide segar yang sangat dibutuhkan, sehingga dengan demikian ia menjadi alat intelektual yang sangat penting untuk ilmu-ilmu yang lain, tidak terkecuali agama dan teologi (kalam). Oeh karenanya, orang yang menjauhi filsafat dapat dipastikan akan mengalami kekurangan anergi dan lesu darrah, dalam arti kekurangan ide-ide segar, dan lebih dari itu, ia telah melakukan bunuh diri intelektual’. (hlm. 89).

Kelebihan
Isi buku sudah terang, komplit dan mencakup semua yang dibahas detail bersama contohcontohnya baik itu conto nyata maupun tidak. Pemilihan kata sudah menggunakan kata baku

Kekurangan
Pemilihan kata menggunakan bahasa yang tinggi membuat pembaca sulit memahami isi kalimatnya. Kertas yang digunakan jenis kertas HVS ini membuat minat pembaca kurang menarik.


Bagikan :

Tambahkan Komentar