Oleh Arina Indah Baroroh
Mahasiswi Prodi Pendidikan Agama Islam STAINU Temanggung
Permainan tradisional yang semakin
punah urgen dilestarikan. Mengapa? Sebab, di era milenial ini, banyak anak “terjajah”
bermain gawai daripada permainan tradisional. Tanpa mereka sadari, mereka tercerabut dari pergaulan dan interaksi
sosial. Berbeda dengan permainan tradisional yang mengajarkan kekompakan,
gotong royong, peduli sosial, tanggungjawab, kesabaran, dan nilai-nilai yang
lain.
Lalu, bagaimana dengan game
online? Jelas, alat kecil menjadikan anak-anak terkena sindrom
individualisme, tertutup, sukar berinteraksi, perkembangan kognitif kurang optimal dan pada puncaknya mereka dapat mendera penyakit
psikis. Maka, porsi bermain gawai harus dikurangi karena dampak buruknya sangat
tinggi ketika tidak dikontrol.
Sebagai bangsa besar, Nusantara ini
memiliki ribuan permainan tradisional. ‘Hompimpa alahiyom gambreng’ merupakan salah satu permainan legendaris yang dimainkan tiga orang atau lebih. Hompimpa
sendiri berasal dari bahasa Sanskerta, yang
berarti ‘dari Tuhan, akan kembali ke Tuhan, ayo kita bermain’. Memang permainan tradisional ini sangat kuno dan kurang diminati anak
milenial saat ini. Padahal melalui permainan ini, bisa menjadi wahana untuk mengajak anak mengingat
Tuhan. Bahkan permainan
tradisional sendiri, memiliki banyak manfaat yang baik untuk perkembangan anak
karena fisik dan emosi anak terlihat langsung sehingga mempengaruhi
pertumbuhannya.
Kampoeng Hompimpa
Tidak bisa dimungkiri, anak-anak lebih senang bermain gawai
dibandingkan permainan tradisional.
Banyak cara untuk melestarikan permainan tradisional. Salah satunya komunitas Kampoeng Hompimpa yang mencoba menjaga warisan leluhur kita. Awalnya, pendiri Kampoeng Hompimpa tak ada niat membentuk komunitas pecinta permainan
lawas ini.
Komunitas ini berawal dari penelitian mahasiswa Surya
University jurusan Technopreneurship.
Kampoeng Hompimpa merupakan
sebuah sosial enterprise berbasis komunitas sosial-budaya dan pendidikan
melalui media permainan tradisional Indonesia untuk melestarikan kearifan lokal
dan sebagai media pembelajaran bagi masyarakat. Mereka sepakat untuk fokus
kepada anak-anak dan remaja yang lebih banyak menghabiskan waktunya di depan
alat elektronik, seperti laptop dan gawai mereka.
Tahun 2014, menurut
survei yang dilakukan Kominfo terdapat lebih dari 30
juta anak-anak dan remaja sudah menjadi pengguna aktif media sosial (Brilio.net, 7/3/2018). Jumlah tersebut semakin bertambah
setiap tahunnya. Anak-anak sudah berjibaku dan sibuk dengan gawainya pada waktu luang. Sehingga, tak banyak yang tahu akan
permainan jadul yang pernah eksis di Indonesia.
Berangkat dari hal
tersebut, kampoeng Hompimpa ini hadir untuk melestarikan kearifan lokal dengan
mengenalkan berbagai permainan pada anak-anak generasi milenial. Sambil bermain
Kampoeng Hompimpa juga mengedukasi anak-anak seputar informasi pengetahuan
tentang permainan tradisional Indonesia. Bermain, belajar dan lestarikan inilah
semangat yang diusung Kampoeng Hompimpa untuk terus mempertahankan permainan
tradisional di era modern saat ini.
Strategi Melestarikan
Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin maju, banyak permainan canggih
yang didukung dengan teknologi modern, biasanya permainan tersebut ditujukan
untuk anak-anak dan remaja. Maka tak heran jika anak-anak generasi milenial
sekarang tidak mengenal beragam permainan tradisional di nusantara yang kaya
akan seni dan budayanya. Berbeda ketika belasan tahun lalu, anak-anak lebih
mengenal berbagai permainan tradisional seperti enggrang, bakiak, congklak,
telepon kaleng, gobak sodor dan masih banyak lagi.
Berangkat dari permasalahan
di atas, perlu upaya untuk melestarikan kembali permainan tradisional yang
hampir punah dan ditinggalkan oleh anak-anak generasi milenial. Dengan hadirnya
komunitas Kampoeng Hompimpa diharapkan mampu untuk mengajak generasi milenial
untuk melestarikan permainan tersebut. Indonesia sebagai Negara yang kaya akan
warisan budayanya dari berbagai penjuru daerah, salah satunya permainan
tradisional, mestinya menjadi potensi lokal yang patut kita lestarikan.
Dari banyaknya
permainan tradisional yang ada di Indonesia, perlu adanya pendekatan signifikan.
Sebagai langkah awal, komunitas ini mengenalkan permainan tradisional dengan mengadakan
kegiatan bermain bersama yang diberi nama ‘Dolanan Yuk’ yang diadakan setiap
minggunya. Kegiatan ini biasanya dilakukan di tempat-tempat ramai seperti car
free day dan pusat kota. Di sana komunitas ini menyediakan berbagai macam
mainan seperti enggrang, bakiak, gangsing, lompat tali dan mainan lainnya.
Untuk mendapatkan
perhatian dari banyak orang, mereka mengajak siapa saja yang lewat maupun yang
sedang berolahraga untuk ikut gabung bermain dengan mereka. Tak disangka antusias
mereka sangat tinggi dengan permainan tersebut. Bagi mereka permainan tradisional
ini sangat mengasyikkan dan dapat menjadi ajang bernostalgia bagi orang yang
lahir diera 1880-2000-an (Brilio.net,7/3/2018). Sementara bagi generasi
milenial bisa lebih mengenal permainan tradisional dan bisa melestarikan
warisan leluhur yang kaya dan mendidik. Karena dengan melestarikan
permainan-permainan tradisional akan menjadi salah satu daya tarik bagi
wisatawan, terutama wisatawan asing manca negara.
Selain mengadakan
kegiatan di tempat-tempat ramai, komunitas ini juga mengunjungi beberapa Sekolah
Dasar (SD) untuk mengedukasi dan mengenalkan beragam permainan tradisional. Tak
hanya diminta untuk bermain, anak-anak juga
diajarkan untuk membuat mainan sendiri. Jadi, dengan adanya hal tersebut
mereka mempunyai daya kreatifitasnya masing-masing.
Dengan demikian, tidak
hanya melestarikan permainan tradisional sebagai warisan budaya bangsa, tetapi
juga mengurangi berbagai dampak negatif dari penggunaan gawai yang
mengakibatkan kecanduan serta mengenalkan kembali nilai-nilai luhur yang
terkandung pada permainan tradisional.
Tambahkan Komentar