Setiap insan pasti
diciptakan dengan berpasang-pasangan. Setiap insan yang berpasangan dan telah
terikat oleh pernikahan pasti menginginkan hubungan yang aman, tentram, damai
dan sejahtera. Akan tetapi hal itu tidak berlaku untuk semua pasangan. Karena
ada beberapa pasangan digariskan untuk merasakan pedihnya perceraian dan pasti
akan ada anak yang menjadi korban dari percapaian yang dilakukan oleh
orangtuanya itu. (hlm 263)
istilah broken home
biasanya digunakan untuk menggambarkan keluarga yang berantakan akibat orang
tua kita taklagi peduli dengan situasi dan keadaan di rumah. Orangtua tidak
lagi perhatian dengan anak-anaknya, baik masalah di rumah, sekolah, sampai pada
pergaulan anak di masyarakat. Namun broken home juga dapat diartikan sebagai
kondisi keluarga yang tidak harmonis dan tidak berjalan layaknya keluarga yang
rukun, damai, dan sejahtera karena sering terjadi keributan serta perselingkuhan
yang menyebabkan pertengkaran dan berakhir pada perceraian. (hlm 265 - 266)
Menurut Farchrina (
2010 ) yang dikutip oleh Yessica Agustina dalam jurnal Self Disclosuremengenai latar belakang keluarga yang broken home
pada pasangannya ( 2016 ) mendefinisikan pencarian merupakan putusnya hubungan
antara suami istri yang disebabkan oleh kegagalan suami atau istri dalam
menjalankan perasaan masing-masing dan dipahami sebagai akhir dari
ketidakstablan perkawinan antara suami istri yang selanjutnya hidup secara
terpisah dan diakui secara sah oleh hukum yang berlaku seperti dalam
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dalam Pasal 39 ayat (2) UU Perwakilan, bahwa
perceraian dapat dilakukan apabila sesuai dengan alasan yang telah ditentukan.
( hlm 266 )
Sedangkan perceraian Syarifudin
(2006) yang dikutip dalam jurnal
pemaknaan kebahagiaan oleh raja broken home terdapat empat bentuk perceraian. Pertama,
perceraian atas kehendak Allah sendiri melalui matinya salah satu pasangan.
Kematian salah seorang suami atau istri menyebabkan berakhirnya hubungan
perkawinan.
Kedua, perceraian atas kehendak suami karena alasan tertentu dan dinyatakan dengan ucapan tertentu. Perceraian dalam bentuk ini disebut talaq.
Ketiga, perceraian atas
kehendak istri, karena melihat sesustu yang menghendaki putusnya perkawinan,
sedangkan suami tidak berkehendak untuk itu. Keinginan perceraian disampaikan
istri dengan cara tertentu, hal ini diterima oleh suami dan dilanjutkan dengan
ucapan untuk bercerai. Putusnya perkawinan dengan cara ini disebut khuli’.
Keempat, perceraian
atas kehendak hakim sebagai pihak ketiga setelah melihat adanya sesuatu pada
istri atau suami yang menandakan tidak dapatnya hubungan perkawinan
dilanjutkan. Putusnya perkawinan ini di sebut fasakh. ( hlm 267 )
Menurut Dewan Pembinaan
Kopnas Anak, Seto Mulyadi (2011) menyatakan bahwa masalah utama anak sering
merasa frustasi di dalam keluarga. Sehingga mereka keluar mencari lingkungan
yang lebih baik menurut mereka. Tapi sering faktor mendorong mereka berlaku
kejahatan karena lingkungan yang mereka tuju bukan lingkungan yang baik. (hlm
271 )
Dari jumlah tersebut,
52 persen anak melakukan tindakan pidana pencurian. Disusul oleh kekerasan,
pemerkosaan, narkoba, perjudian dan penganiyayaan. Tindak pidana ini dilakukan karena
didorong lingkungan baru setelah anak-anak kabur dari rumah ternyata tidak
seindah yang mereka bayangkan. (hlm 271).
Berbagai permasalahan
yang terjadi karena dampak broken home pada anak yang pada kasus diatas dapat
ditindak lanjuti dengan diberikan penalaran strategi pengolahan diri ( self management ) yang terdiri dari
tiga aspek yaitu : self monitoring, self
control, dan self reward. Hasil penelitian menunjukan bahwa penerapan
strategi pengolahan diri ( self
management ) dapat membantu siswa mengurangi kenakalan anak broken home.
Menurut Cormier & Cormier ( 1985:519 ) dalam jurnal penerapan strategi
pengolahan diri ( self management ),
untuk mengurangi kenakalan remaja ia menyatakan bahwa pengolahan diri ( self
management )adalah suatu proses dimana konseling mengarahkan tingkah lakunya
sendiri dengan mengunakan satu strategi atau kombinasi strategi. ( hlm 272 )
Selain strategi di
atas, solusi yang dapat dilakukan ialah dengan berfikir positif selalu. Dengan
pikiran yang positif dapat mengontrol pola pemikiran anak broken home. Dengan
pemikiran yang positif tersebut, diharapkan anak juga tidak akan merasakan
kehampaan atau kekosongan di dalam diri mereka akibat perceraian yang terjadi
kepada kedua orangtuanya. Dengan pikiran yang positif pasti akan menimbulkan
pemikiran positif juga. (hlm 273 )
Kekurangan dan kritik :
Penulis terkadang tidak
memperhatikan tanda baca koma.
Kelebihan dan pujian :
Penulis sangat bagus
memilih kata, karena mudah dipahami dan mudah dicerna oleh khalayak umum. Ada
penjelasan dari tokoh-tokoh ternama dan juga penulis bisa menyimpulkan isi dari
setiap uraian tersebut menjadi lebih singkat dan mudah di pahami. Adanya dampak
dan solusi menjadikan buku ini tidak monoton.
Biodata Buku
Judul:
Problematika Anak SD/MI Zaman Now dan Solusinya
Nama
penulis : Tim PGMI STAINU Temanggung
Nama
editor: Hamidulloh Ibda, M.Pd
ISBN:
978-602-50566-5-9
Penerbit:
Forum Muda Cendekia
Tahun
terbit: 1 januari 2019
Cetakan
dan tebal : 21 x 14 cm, xvii + 396
halaman
Harga : Rp.70.000
Tambahkan Komentar