Sumber gambar: Wikipedia |
Oleh : Joni – Ka. Pusat Kajian Budaya dan Kebijakan Publik dan Dosen Pasca Sarjana INISNU Temanggung
Manusia adalah mahkluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri melainkan selalu berinteraksi dengan sesamanya dan selalu bergantung kepada lingkungannya. Dan manusia juga merupakan masuk ke dalam kelas mahluk yang sama dengan mahluk lain yang ada di alam ini, hanya saja manusia memiliki kelebihan sedikit di abandingkan dengan mahluk lain, yaitu akal dan pikiran yang sudah mendasar (Abidin, 2006: 25). Alasan dasar manusia ada di muka bumi ini atau di alam ini adalah untuk berinteraksi dengan sesama yang di lingkungannya, guna menjalin hubungan tersebut untuk saling memenuhi kekurangan anatara mereka, hal ini tidak terlepas dari penggunaan akal dan pikiran serta pemungsian hati guna untuk pengontrolan segala proses aktifitas pada kehidupan ini.
Manusia berkembang, bertambah besar, makan, istirahat, melahirkan dan berkembang biak, menjaga dan dapat membela dirinya, merasakan kekurangan dan membutuhkan yang lain sehingga berupaya untuk memenuhinya. Dia memiliki rasa kasih sayang dan cinta, rasa kebapaan dan sebagai anak, sebagaimana dia memiliki rasa takut dan aman, menyukai harta, menyukai kekuasaan dan kepemilikan, rasa benci dan rasa suka, merasa senang dan sedih dan sebagainya yang berupa perasaan-perasaan yang melahirkan rasa.
Dalam kehidupan manusia yang saling membutuhkan perlu adanya manusia membangun tingkah laku yang baik, ber-etika atau bermoral (Hazlitt, 2003: 34), karena hal ini mencakup pengertian tabiat, tingkah laku dan karakter manusia yang baik ataupun yang buruk dalam menjalin hubungannya dengan sang khaliq dan sesama manusia juga mahluk yang lainnya dan yang dapat menciptakan rasa pada diri pribadi seseorang.
Salah satu perbuatan ahklaq yang diinginkan oleh hakikat dasar manusia itu adalah perbuatan yang telah tertanam dalam jiwa pada sese-orang manusuia, sehingga menjadi kepribadiannya yang menunjukan sifat si penutur tersebut. Moral bagi manusia sangatlah perlu, karena, nilai baik ini sekaligus merupakan ciri khas dari manusia sebagai mahluk individu dilihat dari adanya prilaku yang jujur, dapat dipercaya, dan hal inilah yang menjadi tolak ukur kebaikan dan kebenaran serta kejelekan atau ketidak wajaran.
Moral merupakan sebagai tolok-ukur terhadap baik tidaknya manusia individu tersebut, dan yang menjadi tolak ukur di dalam moral ini adalah akal, pikiran atau rasio, intinya moral adalah menyangkut bidang kehidupan manusia dinilai dari baik buruknya perbutaannya selaku manusia. Norma moral dijadikan sebagai tolak ukur untuk menetapkan betul salahnya sikap dan tindakan manusia, baik buruknya sebagai manusia. Tidak ada satu manusiapun yang tidak menginginkan kebaikan dan juga kebenaran, serta kesenangan. Hal tersebut dapat di raih apabila manusia mengaplikasikan moral ke dalam kehidupannya, karena norma norma moral yang kita perlukan adalah norma yang bersifat prakatis, dimana norma yang dapat diterapkan pada perbuatan-perbuatan konkret di kesehariannya, bukan nilai norma yang teoritis.
Jadi, apabila tidak adanya Moral yang terimplementasi menjadi norma maka tidak adanya norma kehidupan manusia dan kehidupan akan manjadi brutal. Pernyataan tersebut dilatar belakangi oleh keinginan manusia yang tidak ingin tingkah laku manusia bersifat senonoh. Maka dengan itu dibutuhkan sebuah norma yang lebih bersifat praktis. Memang secara bahasa norma agak bersifat normatif akan tetapi itu tidak menuntup kemungkinan pelaksanaannya harus bersifat praktis. Karena pada dasarnya hakikat manusia yang sebenarnya adalah nilai yang konkrit yang terlaksana pada proses pelaksanaan kehidupan sehari-hari.
Ciri manusia bermoral atau manusia tidak bermoral, jika dilihat dari pengertian dan beberapa istilah terkait dalam pengertian moral adalah jika seseorang melakukan tindakan sesuai dengan nilai rasa dan budaya yang berlaku ditengah masyarakat tersebut dan dapat diterima dalam lingkungan kehidupan sesuai aturan yang berlaku maka orang tersebut dinilai memiliki moral, sedangkan cirri yang tidak bermoral adalah tindakan sebaliknya dari yang bermoral.
Terlepas dari perbedaan kata yang digunakan baik moral, etika, akhlak, budi pekerti mempunyai penekanan yang sama, yaitu adanya kualitas-kualitas yang baik yang teraplikasi dalam perilaku seseorang dalam kehidupan sehari-hari, baik sifat-sifat yang ada dalam dirinya maupun dalam kaitannya dengan kehidupan bermasyarakat.
Nilai baik sekaligus ciri manusia bermoral sebagai makhluk individu dapat dilihat dengan adanya prilaku seperti jujur, dapat dipercaya, adil, bertanggung jawab dan lain-lain, maupun sebagai makhluk sosial dalam hubungannya dengan masyarakat, seperti kejujuran, penghormatan sesama manusia, tanggung jawab, kerukunan, kesetiakawanan, solidaritas sosial dan sebagainya. Dari penjelasan di atas maka dapat kita ambil kesimpulan bahwa manusia adalah Manusia adalah makhluk yang sadar. Ini adalah kualitasnya yang paling menonjol; Kesadaran dalam arti bahwa melalui daya refleksi yang menakjubkan, ia memahami aktualitas dunia eksternal, menyingkap rahasia yang tersembunyi dari pengamatan, dan mampu menganalisa masing-masing realita dan peristiwa. Ia tidak tetap tinggal pada permukaan serba-indera dan akibat saja, tetapi mengamati apa yang ada di luar penginderaan dan menyimpulkan penyebab dari akibat. Dengan demikian ia melewati batas penginderaannya dan memperpanjang ikatan waktunya sampai ke masa lampau dan masa mendatang, ke dalam waktu yang tidak dihadirinya secara objektif. Ia mendapat pegangan yang benar, luas dan dalam atas lingkungannya sendiri. Kesadaran adalah suatu zat yang lebih mulia daripada eksistensi. Dan, Manusia adalah makhluk yang sadar diri. Ini berarti bahwa ia adalah satu-satunya makhluk yang hidup mempunyai pengetahuan atas kehadirannya sendiri; ia mampu mempelajari, manganalisis, mengetahui dan menilai dirinya.
Guna untuk menjaga keberlanjutan dan keberlangsungan harmunisasi, keakrabpan di dalam menjalani kehidupan dengan yang lain, perlu ada penegakan moral yang terpraktis kedalam Budi Pekerti dalam konteks ini seperti penjelasan sebelumnya adalah nilai-nilai moralitas manusia yang disadari dan dilakukan dalam tindakan nyata. Jadi, hakikat manusia dalam menempuh proses kehidupan tidak dapat terlepas dari konteks budaya dan aturannya, karena di dalam budaya ada aturan-aturan yang membimbing kehidupan kearah yang baik dan benar. Seperti yang ada pada produk budaya yaitu di dalam Pribahasa Aceh; “Meunyo get dalam hate, lahe bak ie rupa”, maksudnya; apabila seseorang baik di dalam hatinya akan dapat terlihat pada wajahnya. Apabila ia berbicara, kata-katanya selalu dapat menyejukan hati, setelah berpisah rasanya ingin bertemu lagi. Dan kemudian; “Meunyobrok dalam hate, lahe bak peugah haba”, maksudnya; apabila buruk di dalam hati, hal ini dapa terlihat sewaktu berbicara, dengan kata lain orang yang buruk hati, bila berbicara selalu membuat sakit hati orang, menyinggung perasaan, lain. Kata-kata yang di ucapkan bernada menyindir, mengejek, sinis, curiga dan buruk sangka (Umar, 2007: 22).
Cukup tegas makna dari pribahasa Aceh ini, yaitu menganjurkan manusia menjadi mahluk yang sadar dan tahu diri, ini dapat teraplikasi apabila manusia tersebut melaksanakan tatanan yang ada di dalam system budaya. Dan pribahasa ini merupakan sumbangan pembelajaran pribahasa kepada budi pekerti manusia, kemudian pembelajaran ini akan dapat menjadi nilai karakter manusia itu sendiri, sehingga hubungan dan keharmonisan antar sesama dapat terjaga baik bahkan dapat berlangsung hingga akhir hayat. Di dalam menjaga dan memelihara hubungan di dalam kehidupan, manusia di anjurkan dapat melaksanakan nilai kebaikan yang ada di dalam adat, adab dan budaya itu sendiri, Seperti halnya yang di katakana oleh tokoh Agama dan Adat Gayo (Ibrahim, 2010: 52) di kalangan Masyarakat Gayo mengenal dan meng-implementasikan nilai-nilai;
Mukemel (harga diri) dengan melaksanakan ahlak mulia bukan tercela.
Tertip (tertib) jujur dan teratur, sehingga tidak terjadi kekacauan yang menghabiskan tenaga, pikiran dan benda tampa ada manfaatnya.
Setiye (Setia) tidak mengupat, mencaci, atau mencela orang lain, dapat merasakan kesulitan orang lain terutama fakir, miskin dan anak yatim, memilihara keasatuan dan persatuan, kekompakan dan kebersamaan.
Semayang Gemasih (Kasih Sayang) tidak pernah membenci orang yang berbuat jahat tetapi membenci perbuatannya yang jelek, tidak cemburu dan suka membantu.
Mutentu (kerja keras) rajin disiplin memanfaatkan waktu, tidak banyak waktu terbuang untuk melakukan perbuatan yang tidak bermanfaat apalagi melakukan maksiat.
Amanah (amanah) ikhlas, jujur, tidak berkhianat dan bertanggung jawab melaksanakan tugas yang diembankan kepadanya.
Genap Mupakat (musyawarah) memusawarahkan setiap apa dan bagaimana melaksanakan kepentingan dan tanggung jawab bersama.
Alang Tulung (tolong-menolong) terutama di dalam membiayai dan melaksanakan pekerjaan besar atau yang berat, baik yang berkenaan dengan kepentingan umum maupun kepentingan pribadi atau keluarga.
Bersikekemelen (kompetitif) berlomba-lomba dalam mengerjakan kebaikan dalam semua bidang atau aspek kehidupan.
Hal ini adalah usaha merefleksikan untuk menyampaikan nilai-nilai budaya dengan cara kekinian masyarakat dan pristiwa actual di lingkungan masyarakat itu sendiri, guna meningkatkan dan mengajak serta mendorong manusia itu untuk menuju ke-kebaikan, kebahagian dan keharmonisan. Sebab sebab dari budaya ini akan dapat membangkitkan kearifan dalam masyarakat, setiap orang niatnya pasti baik, dalam hati terselip sifat jujur, lebih lebih nilai-nilai budaya dapat diaplikasikan dalam lingkungan masyarakat, karena adat merupakan keyakinan masyarakat untuk mewujudkan kesejahteraan dan kebahagian bagi manusia serta rahmat bagi seluruh alam.
Jadi, adat dan budaya sangat banyak berperan di dalam kehidupan manusia disaat memproses kehidupan, adat dan budaya juga merupakan tidak terpisahkan dengan konsef-konsef Agama (lagu jet orum sipet) artinya tidak ada zat yang tidak memiliki sifat dan tidak ada sifat yang tidak memiliki zat, kedua unsur ini berbeda tetapi tidak dapat terpisahkan satu sama lainnya, inilah agama (keyakinan) dengan adat – budaya bagi suku Gayo.
Tambahkan Komentar