Oleh Muhammad Wildan Khoirul Azka
Mahasiswi Ekonomi Syariah INISNU Temanggung

Transaksi menurut islam adalah segala transaksi yang sesuai dengan syariat dan rukun yang telah ditentukan sesuai hukum islam yang berlaku, seperti yang tertuang dalam kitab suci al-Qur'an dan Hadits. Di dalam sistem transaksi syariah yang paling penting adalah adanya akad yang sesuai dengan syariat Islam. Dengan adanya akad tersebut maka transaksi yang dilakukan tidak dibenarkan mengandung hal-hal yang dilarang dalam Islam.

Adapun asas dalam transaksi menurut syariah ialah dalam melakukan transaksi haruslah didasarkan pada rasa saling mengenal (ta'aruf), saling memahami (tafahum), saling menolong (ta'awum), saling menjamin (tafakul), dan saling bersinergi (tahaful).

Prinsip keuangan syariah sendiri secara ringkas diharuskan mengacu pada prinsip rela sama rela, tidak ada pihak yang didzalimi dan mendzalimi, hasil usaha muncul bersama biaya, dan untung muncul bersama risiko. Dengan adanya prinsip ini maka berkembanglah berbagai instrumen keuangan syariah.

Pemanfaatan harta dalam islam dipandang sebagai kebaikan. Kegiatan ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan baik jasmani maupun rohani, sehingga mampu memaksimalkan fungsi kemanusiaannya sebagai hamba Allah SWT untuk mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat atau yang biasa disebut falah.

Kebahagiaan di dunia bermakna terpenuhinya segala kebutuhan hidup manusia sebagai makhluk ekonomi. Sedangkan kebahagiaan di akhirat kelak bermakna keberhasilan manusia dalam memaksimalkan fungsi kemanusiaannya (Ibadah) sebagai hamba Allah SWT, sehingga mendapatkan ganjaran dari Allah SWT yaitu kenikmatan ukhrawi (surga). Seseorang yang ingin mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat dituntut harus mampu berjalan pada 'Jalan Ilahi'.

Dalam menentukan prioritas pemanfaatan harta, Islam mengajarkan seorang muslim dengan enam kemaslahatan dalam pemeliharaan falah yang meliputi :  perlindungan atas kepercayaan dalam Iman dan taqwa (hifdhun dien), perlindungan jiwa (hifdhun nafs), perlindungan akal/ intelektual (hifdhun aql), perlindungan harta/ kekayaan (hifdhun maal), perlindungan keluarga/ keturunan (hifdhun nasab), dan perlindungan lingkungan (hifdhun bii'ah).

Untuk memelihara perkara tersebut, Al-Ghazali, Abu Ishaq, dan Mustafa Anas memberikan tiga (3) hierarki utilitas indivudu, mencangkup : (1) kebutuhan/ Darûriyyât seperti makanan pokok, bahan sandang, tempat tinggal dll, (2) kesenangan dan kenyamanan/ Hajjiât berperan dalam menghilangkan kesukaran dan rintangan dalam hidup, dan (3) kemewahan/ Tahsiniyât berperan dalam melengkapi dan menghiasi hidup.

Penggunaan prinsip halal dan thayibah dalam konsumsi dimaksudkan untuk memberikan kebebasan bagi setiap muslim dalam menggunakan segala barang yang baik bermanfaat bagi dirinya, menyenangkan, lezat, dan lain sebagainya selama dalam kerangka halal dan thayib tanpa menimbulkan kemudharatan.

Islam memperbolehkan umatnya dalam menikmati kebaikan duniawi selama tidak melewati batas-batas kewajaran dengan cara menghindari tabzir dan IsrafTabzir disini bermakna menghambur-hamburkan harta tanpa ada kemaslahatan atas tindakan tersebut, sedangkan Israf bermakna melakukan konsumsi terhadap sesuatu secara berlebihan.

Islam mengajarkan umatnya untuk berlaku sederhana (moderat). Kesederhanaan disini bukan berarti menggambarkan kehidupan dalam level terendah. Akan tetapi, kesederhanaan disini diartikan sebagai konsumsi moderat yaitu dengan menjauhi pola konsumsi berlebihan dan atau menjauhi perilaku bermewah-mewahan.

Pandangan Islam tentang harta ialah milik dan anugrah Allah SWT yang diberikan kepada manusia. Allah SWT memberikan amanat kepada manusia untuk mengelola harta. Pada hakikatnya terdapat hak orang lain pada harta sehingga manusia yang telah diberi amanat tidak boleh menggunakan harta semau mereka. Sehingga, konsumsi sosial dalam Islam menggunakan cara alokasi pendapatan yang bertujuan untuk kegiatan membantu kehidupan orang lain yang diimplementasikan dalam bentuk Zakat, Infak dan Sadaqah.

Islam dalam pemanfaatan harta untuk masa depan terbagi atas tiga pilihan dari aktivitas dalam pemanfaatan harta, yang pertama pilihan terhadap pemanfaatan harta untuk kepentingan duniawi dan ukhrawi. Yang kedua pilihan terhadap pemanfaatan harta saat ini dan masa datang yang dapat direalisasikan dalam berbagai cara, misalnya melalui tabungan dan investasi. Sedangkan yang ketiga pilihan terhadap tingkat kebutuhan hidup manusia yang meliputi Darûriyyât, Hajjiât dan Tahsiniyât yang didasari dari penetuan terhadap urutan prioritas yang harus dipenuhi oleh setiap manusia sebagai konsumen.

Bagikan :

Tambahkan Komentar