Oleh Tsania Salwa Maulida 

Mahasiswa Ekonomi Syariah INISNU TEMANGGUNG


Dalam bahasa Arab (Islam) harta disebut sebagai Maal. Maal berarti “Segala sesuatu yang dimiliki oleh seseorang atau kelompok berupa kekayaan, atau barang perdagangan, rumah, uang, hewan dan lain sebagainya yang cenderung ingin dimiliki, dikuasai dan dimanfaatkan oleh manusia. Harta dalam Islam pada hakikatnya adalah amanah (titipan) dari Allah SWT. Sedangkan, pemilik mutlak terhadap segala sesuatu yang ada di muka bumi ini, termasuk harta benda, adalah Allah SWT. Kepemilikan oleh manusia hanya bersifat relatif, sebatas untuk melaksanakan amanah mengelola dan memanfaatkan sesuai dengan ketentuan-Nya. “…dan berikanlah kepada mereka sebahagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu…” {QS. An-Nuur : 33}. 

Pada dasarnya Islam memberi kebebasan bagi manusia untuk mencari dan mengusahakan hartanya dalam rangka menjaga kelangsungan hidup di dunia. Kebebasan yang diberikan Islam tentu saja tidak bebas nilai. Seorang muslim dituntut harus mampu membingkai kebebasan yang ia miliki dalam pencarian harta dengan aturan Syariah. Misalnya, larangan mendapatkan harta dengan mencuri, menipu, menjual barang haram, memakan hasil riba dan lain sebagainya.

Lalu apa saja yang dianjurkan islam dalam mencari harta? 

Islam menganjurkan umatnya dalam mencari harta yaitu dengan. Pertama, mencari harta dengan usaha yang halal, Islam menganjurkan agar manusia mencari rezeki/harta melalui suatu jalan yang halal, yaitu jalan yang tidak bertentangan dengan syariat dan hukum. Misalnya, bekerja sebagai pengusaha, dokter, perawat, pedagang, petani, buruh, karyawan, kosultan, pengacara dan profesi halal lainnya. Sebaliknya, Islam sangat melarang manusia untuk mencari harta melalui jalan yang bathil/haram, seperti mencuri, merampok, melakukan penipuan dan lain sebagainya. 

Kedua, encari harta dengan Usaha sendiri,  bekerja dengan tangan sendiri merupakan perbuatan yang sangat mulia dalam ajaran Islam. Islam sangat menghargai orang yang bekerja dengan tangannya sendiri, sebab hal tersebut bertujuan untuk memelihara harga diri dan martabat kemanusiaan yang seharusnya dijunjung tinggi. Pencarian harta juga tidak boleh ditempuh dengan jalan minta-minta atau berpangku tangan (mengemis). Ketiga, larangan mencari harta dengan jalan riba, Dalam rangka memperoleh harta dengan tidak melalui jalan riba, maka Islam memberikan solusi agar manusia melakukan investasi ke arah usaha nyata yang produktif. Misalnya, melalui kerjasama mudharabah, musyarakah dan bentuk-bentuk kerjasama lain.

Keempat,  untuk bekerja atau berniaga, konsep kerja menurut Islam adalah meliputi segala bidang ekonomi yang dibolehkan oleh syarak sebagai balasan kepada upah atau bayaran, sama ada kerja itu bercorak jasmani (flzikal) seperti kerja buruh, pertanian, pertukangan tangan dan sebagainya atau kerja bercorak aqli (mental) seperti pegawai, baik yang berupa perguruan, iktisar atau jawatan perkeranian dan teknikal dengan kerajaan atau swasta.

Bagaimana konsep islam mengenai penggunaan harta? 

Nah, di artikel kali ini saya akan mengupas tentang bagaimana konsep islam mengenai penggunaan harta. Pemanfaatan harta dalam Islam dipandang sebagai kebaikan. Kegiatan ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan baik jasmani maupun ruhani sehingga mampu memaksimalkan fungsi kemanusiaannya sebagai hamba Allah swt untuk mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat atau yang biasa disebut dengan Falâh. Kebahagiaan di dunia berarti terpenuhinya segala kebutuhan hidup manusia sebagai makhluk ekonomi. Dalam menggunakan harta, Islam menggunakan konsep, diantaranya adalah.

Pertama, menentukan prioritas pemanfaatan harta, Ketika seorang muslim hendak memanfaatkan hartanya, maka tindakan tersebut harus benar-benar kebutuhan dharuriyyat dan hajiat bagi dirinya atau hanya sebatas ‘pemanis’ saja tahsiniat. Seorang muslim yang bijak akan mendahulukan kebutuhan dharuriiyat-nya dibandingkan tahsiniyat-nya.

Kedua, dengan menggunakan prinsip Halal dan Thayyib Dalam Konsumsi,Penggunaan prinsip halal dan thayyib dimaksudkan untuk memberikan kebebasan bagi setiap muslim untuk menggunakan segala barang yang baik, bermanfaat bagi dirinya, menyenangkan, lezat dan lain sebagainya, selama dalam kerangka halal dan thayyib.           

Kebebasan yang diberikan Islam kepada setiap muslim dalam berkonsumsi tak terlepas dari pandangan Islam itu sendiri bahwa perbuatan memanfaatkan atau meng-konsumsi barang & jasa merupakan suatu kebaikan. Konsumsi dan pemuasan (kebutuhan) tidak dikutuk dalam Islam selama keduanya tidak melibatkan hal-hal yang tidak baik atau merusak.Dalam literatur lain, Dr. Yusuf Qardhawi menyatakan bahwa seorang muslim harus senantiasa mengkonsumsi barang yang halal dan thayyib (bermanfaat) baginya seperti ikan, daging, dan lain sebagainya. Seorang muslim yang baik tidak akan pernah mengkonsumsi khamar, daging babi serta akan senantiasa menjauhi perjudian dan spekulasi (intangible goods) dalam penggunaan hartanya.

Ketiga, menghindari Tabdzir dan Israf, Tabzir bermakna menghambur-hamburkan harta tanpa ada kemaslahatan atas tindakan tersebut. Ketika seseorang membeli sesuatu melebihi dari kebutuhannya maka pada saat itu ia dapat dikategorikan sedang melakukan tabdzir.Islam melarang seorang muslim membelanjakan hartanya dan menikmati kehidupan duniawi ini secara boros. Larangan ini cukup beralasan. Tabdzir dapat menyebabkan cash menyusut secara cepat. 

Selain itu, prilaku tabdzir juga akan menghalangi seorang muslim untuk dapat berinfaq (harta), sehingga tabdzir bisa menjadi penyebab seorang muslim mendapat predikat kikir dan pelit. Israf bermakna melakukan konsumsi terhadap sesuatu secara berlebihan. Misalnya, dalam hal makan, pada saat berbuka puasa Herman memakan seluruh hidangan berbuka sehingga perutnya sakit karena terlalu banyak makanan yang masuk dalam perutnya. Prilaku Herman ini dapat dikategorikan sebagai Israf.Islam melarang seorang muslim mengkonsumsi sesuatu secara berlebihan sehingga menimbulkan mafsadat/mudarat. Larangan ini cukup beralasan. Israf dapat mempengaruhi kesehatan dan mengurangi kemampuan seseorang untuk melakukan pekerjaan. 

Keempat, kesederhaan (Moderat) Kesederhanaan bukan berarti menggambarkan kehidupan dalam level terendah. Dalam sub-bahasan ini, kesederhanaan diartikan konsumsi moderat yaitu dengan menjauhi pola konsumsi berlebihan conspicuous consumption atau menjauhi prilaku bermewah-mewahan. Kesederhanaan adalah jalan tengah dari dua cara konsumsi yang ekstrim yaitu boros (tabzîr) dan kikir (bakhil). ”Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan. Standar kemewahan setiap orang berbeda sesuai dengan pendapatan mereka. 

Dengan adanya pelarangan terhadap kemewahan dalam Islam, bukan berarti orang mampu yang membeli Loptop seharga Rp 100 juta karena kebutuhan dilarang dalam Islam. Bukan berarti orang yang mampu membeli helikopter untuk keperluan usaha dilarang juga dalam Islam. Sekali lagi ditegaskan, bahwa selama kemegahan/kemewahan seseorang berada dalam batasan wajar dan tidak berlebihan maka hal tersebut tidak dilarang dalam Islam.

Kelima, konsumsi sosial. Konsumsi sosial merupakan alokasi pendapatan yang bertujuan untuk kegiatan membantu kehidupan orang lain yang diimplementasikan dalam bentuk Zakat dan Sadaqah. Dalam Ilmu Ekonomi Islam, fungsi pendapatan (P) dalam ekonomi Islam diperluas spektrumnya dari {P = C} menjadi {P = C + ZIS + Saving}. Artinya, pendapatan terkait dengan konsumsi, ZIS dan Saving. Inilah keunggulan dalam etika pemanfaatan harta Islami, dimana variabel sodaqoh masuk dalam kategori konsumsi. 

Dengan kalimat lain, bahwa sodaqoh dalam Islam bukan semata-mata dikeluarkan dari harta lebih melainkan juga turut menjadi salah satu prioritas alokasi konsumsi.Monzer kahf menyatakan, dalam hal pembelanjaan sedekah, untuk meningkatkan kondisi kehidupan masyarakat dan menyebarluaskan ajaranajaran Islam, konsep berlebih lebihan tersebut tidak berlaku. Tidak ada pembatasan jumlah dalam belanja jenis ini (sedekah) dan setiap pembelanjaan untuk keperluan tersebut akan mendapatkan imbalan (pahala/kebaikan) dari Allah.

Keenam, pemanfaatan harta untuk masa depan. Pilihan pertama adalah pilihan terhadap pemanfaatan harta untuk kepentingan duniawi dan ukhrawi. Keberadaan pilihan pertama merupakan esensi dari kepercayaan kepada Allah swt yang ter-implementasi dalam setiap aktifitas pemanfaatan harta (konsumsi) yang dilakukan seorang Muslim. Artinya, dalam setiap aktifitas pemanfaatan harta yang dilakukan oleh manusia akan menimbulkan dua efek terhadap kehidupannya. 

Saat ini berarti segala pilihan pemanfaatan harta ditujukan untuk memenuhi kebutuhan saat ini (sekarang). Sedangkan, masa datang berarti ditujukan untuk memenuhi kebutuhan di masa mendatang yang telah diprediksi pada saat pemenuhan kebutuhan saat ini. Pilihan masa datang, dapat direalisasikan dalam berbagai cara, misalnya dengan melalui tabungan sebagai langkah penghematan dari kegiatan pemanfaatan harta saat ini yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan lain di masa datang. Kemudian juga dapat melalui investasi. Investasi merupakan sarana untuk memproduktifkan kekayaan seseorang. 

Dengan investasi, seseorang dimungkinkan untuk memiliki pendapatan tambahan yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan saat ini atau mendatang. Sedangkan, pilihan ketiga adalah pilihan terhadap tingkat kebutuhan hidup manusia yang meliputi Darûriyyât, Hajjiât danTahsiniyât. Pilihan ketiga didasari dari penetuan terhadap urutan prioritas yang harus dipenuhi oleh setiap manusia sebagai konsumen.

Mari kita tanamkan pada diri kita untuk menggunakan harta dengan sebaik-baiknya dan menganut ajaran islam.


Bagikan :

Tambahkan Komentar