Oleh Rifda Malicha
Mahasiswi PGMI INISNU Temanggung
Pada hakekatnya, setiap anak
memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan di sekolah. Melalui
pendidikan, seluruh potensi anak dapat digali dan dikembangkan secara optimal.
Hal ini berkaitan bagi anak atau peserta didik yang normal maupun peserta didik
yang memiliki kebutuhan khusus.
Peserta didik yang
berkebutuhan khusus memiliki sedikit hambatan dalam menerima dan mengikuti
pembelajaran pada umumnya. Tapi tidak semua peserta didik berkebutuhan khusus
sulit untuk menerima pembelajaran di sekolah umum. Dengan demikian, peserta
didik yang berkebutuhan khusus dapat dibedakan menjadi 2 jenis. Yaitu peserta
didik yang memiliki hambatan berat dan hambatan ringan. Peserta didik yang
memiliki hambatan berat dalam menerima pembelajaran di kelas, mereka diharuskan
agar belajar di sekolah luar biasa (SLB). Sedangkan peserta didik yang hanya
memiliki hambatan ringan dapat menerima pembelajaran di sekolah umum hanya saja
lebih membutuhkan perhatian khusus dari guru.
Peserta didik ABK di sekolah
umum pastinya banyak yang memandang hina atau sebagai aib yang dapat berimbas
terhadap identitas sosial dalam lingkungannya. Padahal kita tidak tahu bahwa
sebenarnya anak ABK itu sama dengan kita hanya saja mereka membutuhkan
perhatian khusus yang lebih dari orang sekitar. Jadi tidak semua ABK itu adalah
anak yang memiliki kekurangan seperti tunarungu, tunawicara, tunanetra,
autisme, dan lain sebagainya. Anak yang sedikit terhambat dalam menerima materi
pembelajaran seperti berhitung atau membaca juga disebut ABK, hanya saja mereka
tidak nampak fisik.
Dilihat dari fisik, kerap
kali ABK menjadi bahan bullyian teman-temannya baik di lingkungan rumah maupun
di sekolah. Penilaian negatif atau stigma dari orang lain baik itu dari
masyarakat atau teman di sekolah masih sering dialami oleh anak ABK. Untuk itu
perlu adanya sosialisasi khusus guna mengenalkan kepada masyarakat bahwa anak
ABK sama seperti anak pada umumnya, hanya saja memiliki sedikit kekurangan dari
anak pada umumnya. Untuk itu kita diharuskan untuk merangkul dan memberi arahan
kepada anak ABK agar mereka bisa hidup dengan tenang dan tidak merasa terbully
seperti sebelumnya.
Bullying adalah kekerasan
fisik dan psikologis jangka panjang yang dilakukan seseorang atau kelompok
terhadap sesorang yang tidak mampu mempertahankan dirinya dalam situasi dimana
ada hasrat untuk melukai atau menakuti orang itu atau membuat dia
tertekan.(Wicaksono, 2008).
Ada beberapa faktor yang
mendukung terjadinya bullying terhadap anak ABK. Diantaranya ketidakpahaman
lingkungan sosial, komunikasi dan pemahaman diri yang kurang, dan lain-lain.
Oleh karena itu, guru
pendidikan inklusif sangat dibutuhkan untuk mengatasi hal ini semua dengan
bekerjasama dengan orangtua ABK untuk memberikan arahan kepada orang lain guna
pencegahan bullying kepada siswa ABK. Berikut
ini beberapa cara pencegahan bullying terhadap siswa ABK. Diantaranya
mengajarkan kepada anak untuk tidak melakukan bullying terhadap satu sama lain,
ajari anak untuk tidak menanggapi bullying dari teman lain hal ini dapat
mencegah saling mengejek satu sama lain, ajari orang sekitar baik anak-anak
maupun masyarakat untuk dapat menerima keadaan ABK.
Dengan demikian tidak ada
alasan lagi setiap orang untuk dapat membedakan bahkan membully dan meniadakan
pendidikan bagi anak yang berkebutuhan khusus (ABK) apalagi sampai
menelantarkan anak ABK dalam memperoleh pendidikan.(Salim, 2010 : 21).
Tambahkan Komentar