Fenomena kerusakan moral/akhlak yang menimpa masyarakat tersebut telah mendorong Pemerintah Indonesia untuk menerapkan Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa(KN-PKB). Salah satu upaya untuk mewujudkan kebijakan tersebut adalah dengan menekankan pentingnya pendidikan karakter untuk diimplementasikan dalam setiap institusi pendidikan, baik formal (sekolah), informal (keluarga), maupun non formal (masyarakat).
Figur guru di mata anak senantiasa tampak “serba sempurna dan serba bisa”. Kedekatan siswa dengan guru menjadikan suatu pola hubugan interaksi yang cukup komunikatif dan siswa dianggap lebih “patuh” terhadap nasihat dan saran guru. Adalah suatu keniscayaan peran guru sebagai pengganti orang tua di sekolah berlangsung setelah proses rasa percaya anak terhadap guru terjadi.
Ketika anak mulai mengenal dunia “lain setelah
rumah dan lingkungan sekitarnya, pada saat itu proses tumbuhnya rasa percaya
dan kepekaan terhadap sekitarnya berawal. Kesan pertama guru di mata anak akan
menjadi ingatan yang kuat dan terekam lama mengiringi masa-masa proses adaptasi
terhadap lingkungan sekolah.
Pernah terjadi peristiwa di mana anak hanya ingin
dekat dan memiliki ;sikap kecenderungan “menempel” dengan satu orang guru. Tapi
seiring berjalannya waktu dan proses adaptasi yang harus dilalui,
perlahan-lahan siswa merasakan kenyamanan dan dapat beriteraksi dengan guru
lainnya.
Seperti halnya orang dewasa anak-anak memiliki
selera sendiri dalam memilih makanan dan waktu yang tepat untuk memulai
aktivitas tersebut. Kesadaran tentang pentingnya makan untuk kesehatan juga
masih perlu diperkenalkan pada anak.
Dengan keterbatasan alam pikirnya, anak masih belum
memahami bahaya yang dapat menyerang tubuh bila sering makan tidak teratur atau
bahkan tidak mau makan sama seklai. Perlu keja sama yang baik antara orang tua
dengan pihak sekolah agar tercipta kesadaran anak tentang perlunya nutrisi bagi
tubuh. Dengan demikian acara makan siang bukan hanya sebatas kewajiban,
melainkan kebutuhan yang harus dipenuhi dan dilakukan dengan penuh kesadaran.
Seringkali terdapat anggapan bahwa keberhasilan
proses belajar selalu sangat ditentukan oleh adanya sarana belajar yang serba
lengkap dan mencukupi. Padahal bila ukuran keberhasilan itu tidak hanya
terbatas angka atau nilai, tetapi lebih mengacu pada pengalaman yang menunjang
pembentukan life skill sehingga ketidak sempurnaan sarana yang ada malah
mendorong terbentuknya kreativitas dalam menyikapinya.
Guru memiliki banyak tugas, baik yang terikat
oleh dinas maupun di luar dinas, dalam bentuk pengabdian. Guru merupakan
profesi/jabatan atau pekerjaan yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru.
Jenis pekerjaan ini tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang di luar bidang
kependidikan walaupun kenyataannya masih dilakukan orang di luar kependidikan.
Tugas guru sebagai profesi meliputi mendidik, ,mengajar dan melatih. Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup, mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, sedangkan melatih berarti mengembangkan keterampilan-keterampilan pada peserta didik. Dengan kata lain, seorang guru dituntut mampu menyelaraskan aspek kognitif, afketif, dan psikomotorik dalam proses pembelajaran.
Tugas guru sebagai profesi meliputi mendidik, ,mengajar dan melatih. Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup, mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, sedangkan melatih berarti mengembangkan keterampilan-keterampilan pada peserta didik. Dengan kata lain, seorang guru dituntut mampu menyelaraskan aspek kognitif, afketif, dan psikomotorik dalam proses pembelajaran.
Saat ini guru dituntut kreatif menciptakan
suasana belajar yang inovatif. Guru diharapkan mampu menghasilkan individu masa
depan Indonesia yang memiliki dasar-dasar karakter yang kuat, kecakapan hidup,
dan dasar-dasar penguasaan IPTEK. Kreativitas guru bukan hanya dalam hal
penerapan IPTEK, tetapi juga pengembangan metode-metode pembelajaran yang
sederhana tetapi sesuai dengan karakter bangsa dan pengembangan materi ajar
untuk memperkaya ilmu pengetahuan. Metode pembelajaran tidak harus menggunakan
peralatan yang canggih, tetapi yang penting peserta didik termotivasi untuk
belajar lebih baik.
Semakin majunya IPTEK berdampak pula pada kemajuan masyarakat, sehingga tuntutan masyarakat terhadap pelayanan pendidikan yang lebih baik semakin mendesak. Lebih lanjut dikemukakan bahwa seorang guru selain dituntut menguasai materr pelajaran dengan baik, juga harus mampu mengkomunikasikan materi kepada peserta didik dengan cara dan strategi yang baik sehingga mudah ditangkap dan dikuasai materi tersebut.
Guru yang memiliki kompetensi pedagogik yang
baik akan mampu memahami apa yang dibutuhkan dan diinginkan peserta didik dalam
proses pembelajaran. Mengetahui seluas dan sedalam apa materi yang akan
diberikan pada peserta didiknya sesuai dengan perkembangan kognitifnya. Mereka
memiliki pengetahuan, tetapi mengetahui juga bagaimana cara menyampaikan kepada
peserta didiknya, selain itu, ia memiliki banyak variasi mengajar dan menghargai
masukan dari peserta didk.
Profesi guru juga sangat lekat dengan
integritas dan personaliti, bahkan identik
dengan citra kemanusiaan. Karena ibarat suatu laboratorium, seorang guru
seperti ilmuwan yang sedang bereksperimen terhadap nasib anak manusia dan juga
suatu bangsa, jika seorang guru tidak memiliki integritas keilmuan dan
personaliti yang mumpuni, maka bangsa ini tidak akan memiliki masa depan yang
baik.
Menjadi guru mungkin semua orang bisa. Tetapi
menjadi guru yang memiliki keahalian dalam mendidik perlu pendidikan,
pelatihan, dan jam terang yang memadai dalam kontes tersebut menjadi guru
profesional setidaknya memiliki standar minimal, yakni memiliki kemampuan
intelektual yang baik, memiliki kemamuan memahami visi dan misi pendidikan nasional,
mempunyai keahlian mentransfer ilmu pengetahuan kepada siswa secara efektif,
memahami konsep perkembangan psikologi anak, memiliki kemampuan mengorganisasi
dan proses belajar, memiliki kreativitas dan seni mendidik.
Profesi guru sangat identik dengan peran
mendidik seperti membimbing, membina, mengasah, ataupun mengajar. Ibaratnya
seperti suatu contoh lukisan yang akan dipelajari oleh anak didiknya. Baik
buruk hasill lukisan tersebut tergantung dari contoh yang diberikan sang guru,
sebagai sosok yang digugu dan ditiru. Melihat peran tersebut, sudah menjadi
kemutlakan bahwa guru harus memiliki integritas dan kepribadian yang baik dan
benar. Hal ini sangat mendasar karena tugas guru bukan hanya mengajar tetapi
juga menanamkan nilai-nilai dasar pengembangan karakter peserta didik.
Penampilan guru yang menarik menjadi salah satu
titik awal untuk menarik minat peserta didik mengikuti setiap pelajaran dengan
semangat tinggi. Tentunya berpenampilan menariik bukan hanya menyangkut cara
menyampaikan materi pelajaran, melainkan juga menyangkut kebersihan dan
kerapian hidup sehari-hari sang guru. Senyatanya, guru tidak perlu berbicara
banyak untuk mengubah perilaku peserta didik, dia cukup memperlihatkan
bagaimana cara bertingkah laku, berpenampilan dan berhubungan antarsesama.
Ketika guru memperhatikan penampilannya saat
mengajar berarti peseta didik sudah layak mengembangkan sikap bercermin pada
sang guru. Sebelum peserta didik melihat ketidakpantasan cara berpakaian guru,
sudah sepantasnya guru segera membenahi diri. Bila pakaian guru belum rapi,
segeralah ia merapikannya agar enak dipandang siswa. Setelah bercermin, seorang
guru hendaklah tidak segera puas, dia harus kembali (terus) bercemin. Tentunya,
dia harus bercermin pada respons peserta didiknya. Dengan mengetahui respons
peserta didknya, guru dapat memperbaiki penampilannya berdasarkan apa yang
disukai peserta didik, tanpa harus mengabaikan cara berpenampilan yang ideal.
Sesungguhnya wajah guru yang tampak dalam
cermin tidak dapat ditipu ataupn dikelabui. Semua nyata, jujur, dan kelihatan
jelas. Peserta didik dapat menilai mana guru-guru yang mengajarnya baik dan
mana yang tidak. Termasuk siapa guru yang berakhlak mulia dan siapa yang tidak
terpuji.
Dalam memerintah kebaikan dan melarang keburukan
seorang guru tidak boleh berhenti hanya karena waktu dan tempat mereka
berpijak, ataupun karena kekuatan mereka mulai habis dimakan usia.
Saat memberikan apresiasi seorang murid
seyogyanya pula mengetahui porsi apresiasi yang akan diberikan kepada murid
tersebut. Apresiasi adalah sebuah obat, ketika itu diberikan pada pasien atau
murid secara berlebihan maka akan membahayakan bahkan bisa menciptakan penyakit
baru dalam hatinya. Inilah yang perlu dicermati oleh seorang guru dalam
memberikan apresiasi terhadap muridnya.
Tambahkan Komentar