Oleh Fatikhatul Muawanah
Awal masuknya Islam ke Nusantara penyebaran Agama
Islam dilaksanakan oleh para pedagang dari Gujarat (Persia). Penyebarannya
melalui bentuk keteladanan yang menjunjung tinggi nilai-nilai kearifan lokal
masyarakat Nusantara. Para pedagang yang ternyata banyak ulama memberikan
sebuah transfer sebuah pengetahuan tentang agama Islam. Dakwah yang ramah dan
santun bisa memberikan pengaruh luar biasa dalam perkembangan Islam. Akhirnya
pengaruh Islam tumbuh dan berkembang dengan pesat.
Ajaran yang disampaikan oleh para Ulama ketika syiar
tidak dengan memaksa, mengingat budaya nusantara yang masih kental dengan
tradisi nenek moyangnya. Pengaruh hindu dan budha juga memberikan warna tatanan
kehidupan tradisi yang melekat. Tanpa mengurangi dan meninggalkan tradisi nenek
moyangnya, nilai-nilai Islam bisa masuk tanpa melanggar syariat. Terjadilah
akulturasi yang bisa memengaruhi dakwah bisa berkembang pesat karena pesan
Islam disampaikan tanpa meninggalkan budaya sekitarnya.
Ajaran kegiatan oleh para wali, ulama, mubaligh,
da’i atau kiai melalui pengajian, tabligh, dan bentuk-bentuk da’wah. Baik di
rumah-rumah, langgar, masjid maupun tempat-tempat lainnya. Kegiatan lain
dilakukan dalam bentuk pesantren, sekolah, dan madrasah yang memberikan
berbagai macam ilmu pengetahuan keagamaan. Oleh karena itu, kegiatan keagamaan
yang sekarang masih langgeng dan menjadi tradisi keagamaan yakni di Pesantren.
Pondok pesantren SEMPU mengajarkan berbagai fan pendidikan keagamaan. Ada
tahfidzul quran, ada kajian kitab dan tentang ilmu keagamaan lainnya.
Pondok Pesantren sempu adalah pesantren quran yang
masih mewarisi ajaran wali songo dengan mengajarkan quran dan menghafalkan
quran. Maka tradisi hafalan dan semakan masih berlangsung sampai saat ini.
Semaan adalah tradisi membaca dan mendengarkan pembacaan Al-Qur’an dikalangan
masyarakat NU dan pesantren pada umumnya. Kata ‘semaan’ berasal dari kata
bahasa Arab sami’a -yasma’u yang artinya mendengar. Kata tersebut diserap ke
dalam bahasa Indonesia menjadi “ simaan” dan dalam bahasa jawa disebut
“semaan”.
Tidak hanya sekedar membaca dan mendengarkan Al-Qur’an
penggunaan kata semaan saat ini secara ketat disemaan kepada sejumlah orang
yang membaca dan menghafal Al-qur’an, yaitu biasanya berkumpul minimal 2 orang
atau bisa juga lebih yang salah satu diantara mereka ada yang membaca Al-qur’an
( tanpa melihat teks ayat) sementara yang lain mendengarkan serta menyimaknya.
Pendengar sangant bermanfaat dalam metode hafalan ini sebab mereka bisa
melakukan koreksi atau membenarkan jika pembaca Al-qur’an tersebut membacanya
salah.
Dikutip dari situs nu.online dilihat dari akar
sejarahnya semaan Al-qur’an tidak bisa dilepas dari pencetusnya, KH Chamim
Djazuli atau yang dikenal dengan Gus Miek adalah tokoh sentral semaan Al-qur’an
yang pengikutnya ribuan orang . Gus miek memimpin Majelis semaan yang mula-mula
didirikan di kampung Burengan Kediri sekitar tahun 1986.
Mula- mula pengikutnya hanya 10-15 orang tetapi
kemudian terus berkembang menjadi ribuan, tempatnya pun tidak hanya di Masjid
atau dari rumah ke rumah tetapi sudah memasuki wilayah pendopo kabupaten,
kodam, bahkan sampai ke wilayah keraton Yogyakarta.
Firman Allah Swt dalam surat Al-A’araf 7: 204) yang
mengatakan bahwa “Dan
apabila dibacakan Al-Qur’an, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah
dengan tenang agar kamu mendapat rahmat,” Menurut para ulama pakar-pakar tafsir, adanya perintah
menyimak bacaan Al-Qur’an berarti adanya perintah membaca Al-Qur’an. Jika
mendengar bacaan Quran saja sudah mengundang rahmat, apalagi membacanya.
Dikutip dari situs nu.online.com hadis dari Al bahihaqi: Allah berfirman, “Siapa saja
yang disibukkan oleh membaca Al-Qur’an, hingga tak sempat dzikir yang lain
kepada-Ku dan meminta kepada-Ku, maka Aku akan memberinya balasan terbaik
orang-orang yang meminta. Ingatlah, keutamaan Al-Qur’an atas kalimat-kalimat
yang lain seperti keutamaan Allah atas makhluk-Nya,” (HR. Al-Baihaqi). Dari
hadis di atas jelas bahwa Quran adalah sumber dari segala sumber umat islam
yang memiliki keutaman sebagai dasar petunjuk kehidupan. Tradisi semakan Quran
menjadi sebuah kurikulum pesantren yang bisa memberikan pengetahuan tentang
mencintai quran melalui menyimak dan membaca karena keduanya adalah pahala. Semakan Al Qur’an, merupakan bagian dari
tradisi merawat warisan para pendahulu yang telah merintis kegiatan tersebut
dan juga untuk mensyiarkan Al Qur’an baik untuk para santri serta masyarakat. Maka, dengan tradisi semakan quran di ponpes
sempu mampu memberikan ukhuwah kebersamaan dan bisa memperkokoh persatuan.
Tambahkan Komentar