Oleh Fitria Nur Hidayati
Pergaulan
anak muda di luar pada zaman sekarang sangat bebas, mulai dari pacaran,
mabuk-mabukan, bonceng-boncengan, bahkan sampai melakukan hubungan intim di
luar nikah, naudzubillah. Ketika anak sudah terjerumus dalam perzinaan
sampai hamil di luar nikah maka pihak siapakah yang disalahkan? Pasti orang
tua, karena pandangan orang ketika anak sudah masuk dalam dunia perzinaan yang
ada dalam benak mereka adalah bagaimana pola pendidikan yang diajarkannya kok
bisa sampai melakukan hubungan intim diluar nikah.
Untuk
mengatasi hal-hal semacam itu seharusnya pihak orangtua bisa membengkelkan
anaknya dalam pesantren . karena dalam pesantren pendidikan yang paling
ditonjolkan adalah akhlak dan adab sebagai seorang santri. Akhlak dan adab itu
diatas segalanya, ketika seseorang sudah tidak mempunyai keduanya maka
hilanglah aji dalam diri seorang tersebut. Bahkan orang yang berakhlak lebih
baik daripada orang yang berilmu tapi tidak mempunyai akhlak dan adab.
Kekhawatiran
orangtua
Kebanyakan
dari orangtua takut untuk memasukkan anaknya dalam pondok pesantren. Mereka
berpikir bahwa ketika anaknya masuk dalam pondok pesantren pikiran anak akan
tambah terbebani dengan ilmu-ilmu agama dan ilmu umum akan kalah. Padahal tidak
sama sekali, ibaratkanlah orang yang mengejar dunia maka akhirat tidak bisa
mengikuti, tapi sebaliknya orang yang mengejar akhirat otomatis dunia pun akan
mengikuti dengan sendirinya.
Dari
pihak anak pun mereka berpikir ketika nanti sudah berada dalam pesantren pasti
apa-apa sendiri, dan terbebani dengan tugas ini itu, dengan hafalannya dengan
tugas sekolahnya. Ingatlah ketika kita ingin mulya maka bersusah payah dahulu. Kudu
wani rekoso yen pengen mulyo (harus berani bersusah payah dahulu ketika
pingin mulya).
Itulah
alasan orangtua takut untuk memasukkan anaknya dalam pesantren, takut nantinya
anak jadi kurang pergaulan, kurang menguasai ilmu umum menjadi kurang update,
dan lain sebagainya. Padahal kebanyakan para santri pengetahuannya sangat luas
mulai dari ilmu umum ataupun ilmu agama. Percuma anak menguasai ilmu umum,
gaul, update tapi tidak berakhlakul karimah. Karena yang terpenting menjadi
seorang santri harus mempunyai akhlakul karimah yang nantinya akan menjadi
contoh dalam masyarakat luar.
Dalam
duna luar anak muda yang kurang asupan dalam pendidikan karakter pasti kurang
tahu adab terhadap orangtua, guru dan sesama teman. Bahkan sampai hilang adab
terhadap orangtua dan guru yang sebagaimana mestinya dihormati dan dita’dimi.
Tapi beda dengan seorang santri yang selalu ta’dim terhadap orangtua,
ustadz-ustadzah dan Kyainya.
Bahkan
santri ketika bertemu dengan kyainya pasti nunduk-nunduk, itulah tanda ta’dim
seorang santri. Ta’dimnya seorang santri tersebut menggambarkan bahwa betapa
tingginya ilmu yang dimiliki oleh sang kyai tersebut sehingga mereka dengan
sangat menghormatinya. Ketika lewat di depan orang, santripun selalu berkata nderek
langkung (permisi).
Beda lagi dengan anak muda luar zaman sekarang, lewat depan orang tidak
bilang permisi atau menundukkan kepala bahkan ketika diajak bicara selalu
sambil main gawai entah apa yang telah merasukinya. Bahkan anehnya lagi mereka bangga ketika bisa
berpacaran, bonceng-boncengan sampai melakukan hubungan intim diluar nikah.
Padahal mendekati zina dilarang oleh agama apalagi melakukannya, naudzubillah.
Ketika
perbuatan tersebut dibiarkan maka rusaklah moral para generasi bangsa. Mereka
sudah tidak berakhlak, tidak tahu tata krama dan bangga dalam melakukan
perbuatan tercela. Faktor yang mempengaruhinya yaitu karena mereka kurang
dengan asupan pendidikan karakter atau akhlak dan kurangnya pengawasan terhadap
orangtua.
Perbengkelan
akhlak
Untuk
meminimalisir hal-hal tersebut, pesantrenlah tempat yang tepat sebagai
perbengkelan akhlakul karimah. Tidak hanya kecerdasan intelektual saja yang
diajarkan tapi kecerdasan emosional dan spiritual. Para orangtua tidak usah
takut untuk memasukkan anaknya dalam pondok pesantren. Jaminan pasti anak kalau
sudah masuk dunia pesantren minimal mengetahui ilmu agama dan bahkan sampai
dapat menguasainya. Seiring dengan berjalannya waktu, akhlakul karimah pasti
sudah dimilikinya dan melekat dalam jiwa seorang santri.
Dalam pondok
pesantren, pendidikan yang paling ditonjolkan adalah pembentukan akhlak. Karena
dalam pesantren pasti selalu mengkaji kitab tentang akhlak. Mulai dari kitab Akhlakul
Banat, Akhlakul Banan, wasoya al-aba lil-abna dan ta’lim muta’alim. Dan
dalam pesantren selalu diajari bagaimana cara menghormati kepada yang lebih tua
dan bagaimana cara mengasihi kepada yang lebih kecil.
Orangtua
pun tidak perlu khawatir ketika anaknya sudah masuk dalam pondok pesanten.
Karena mereka akan lebih mandiri, lebih berpikir dewasa, selalu menghormati,
menghargai terhadap sesama dan yang terpenting berakhlakul karimah yang
nantinya akan menjadi sumber panutan bagi masyarakat ketika sudah keluar dari
pondok pesantren.
Karena
sumber pasti akan selalu dicari datangnya dari mana. Dan pesantrenlah memang
tempat yang paling tepat sebagai perbengkelan akhlak. Dan menjadi seorang
santri itu sangat istimewa, karena seorang santri yang berakhlakul karimah
selalu dimulyakan dan dihormati. Karena akhlak itu diatas segalanya. Dan santri
besok akan menjadi generasi-generasi penerus bangsa dan meneruskan perjuangan
para ulama untuk memajukan bangsa Indonesia. Dari santri untuk negeri.
- Penulis adalah Mahasiswi STAINU Temanggung
Tambahkan Komentar