Oleh Ahmad Fajar
Kurniawan
Mahasiswa STAINU
Temanggung
Pembelajaran aktif (active learning) tampaknya telah menjadi pilihan utama dalam praktik pendidikan saat
ini. Di Indonesia, gerakan pembelajaran aktif ini terasa semakin mengemuka
bersamaan dengan upaya reformasi pendidikan nasional, sekitar akhir tahun
90-an. Gerakan perubahan ini terus berlanjut hingga sekarang dan para guru
terus menerus didorong untuk dapat menerapkan konsep pembelajaran aktif dalam
setiap praktik pembelajaran siswanya.
Beberapa kalangan berpendapat bahwa inti dari
reformasi pendidikan ini justru terletak pada perubahan paradigma pembelajaran
dari model pembelajaran pasif ke model pembelajaran aktif.
Merujuk pada pemikiran L. Dee Fink dalam sebuah tulisannya
yang berjudul Active Learning, di bawah ini
akan diuraikan konsep dasar pembelajaran aktif. Menurut L. Dee Fink, pembelajaran aktif terdiri dari dua komponen utama
yaitu: unsur pengalaman (experience), meliputi kegiatan melakukan (doing) dan pengamatan (obeserving) dan dialogue, meliputi dialog dengan diri sendiri (self) dan dialog dengan orang lain (others).
Dialog dengan Diri (Dialogue with Self) :
Dialog dengan diri adalah bentuk belajar dimana para
siswa melakukan berfikir reflektif mengenai suatu topik. Mereka bertanya pada
diri sendiri, apa yang sedang atau harus dipikirkan, apa yang mereka rasakan
dari topik yang dipelajarinya. Mereka “memikirkan tentang pemikirannya sendiri,
(thinking about my own thinking)”, dalam cakupan pertanyaan yang lebih luas,
dan tidak hanya berkaitan dengan aspek kognitif semata.
Dialog dengan orang lain (Dialogue with
Others) :
Dalam pembelajaran tradisional, ketika siswa membaca
buku teks atau mendengarkan ceramah, pada dasarnya mereka sedang berdialog
dengan “mendengarkan” dari orang lain (guru, penulis buku), tetapi sifatnya
sangat terbatas karena didalamnya tidak terjadi balikan dan pertukaran
pemikiran. L. Dee Fink menyebutnya sebagai “partial dialogue“.
Bentuk lain dari dialog yang lebih dinamis adalah dengan
membagi siswa ke dalam kelompok-kelompok kecil (small group), dimana para siswa
dapat berdiskusi mengenai topik-topik pelajaran secara intensif. Lebih dari
itu., untuk melibatkan siswa ke dalam situasi dialog tertentu, guru dapat
mengembangkan cara-cara kreatif, misalnya mengajak siswa untuk berdialog dengan
praktisi, ahli, dan sebagainya. baik yang berlangsung di dalam kelas maupun di
luar kelas, melalui interaksi langsung atau secara tertulis.
Mengamati (Observing) :
Kegiatan ini terjadi dimana para siswa dapat melihat
dan mendengarkan ketika orang lain “melakukan sesuatu (doing something)” ,
terkait dengan apa yang sedang dipelajarinya. Misalnya, mengamati guru sedang
melakukan sesuatu. Misalnya, guru olah raga yang sedang memperagakan cara
menendang bola yang baik, guru komputer yang sedang membelajarkan cara-cara
browsing di internet, dan sebagainya.
Selain mengamati peragaan yang ditampilkan gurunya,
siswa juga dapat diajak untuk mendengarkan dan melihat dari orang lain,
misalnya menyaksikan penampilan bagaimana cara kerja seorang dokter ketika
sedang mengobati pasiennya, menyaksikan seorang musisi sedang memperagakan
kemahirannya dalam memainkan alat musik gitar, dan sebagainya. Begitu juga
siswa dapat diajak untuk mengamati fenomena-fenomena lain, terkait dengan topik
yang sedang dipelajari, misalnya fenomena alam, sosial, atau budaya.
Tindakan mengamati dapat dilakukan secara “langsung”
atau “tidak langsung.” Pengamatan langsung artinya siswa diajak mengamati
kegiatan atau situasi nyata secara langsung. Misalnya, untuk mempelajari seluk
beluk kehidupan di bank, siswa dapat diajak langsung mengunjungi bank-bank yang
ada di daerahnya. Sedangkan pengamatan tidak langsung, siswa diajak melakukan
pengamatan terhadap situasi atau kegiatan melalui simulasi dari situasi nyata,
studi kasus atau diajak menonton film (video). Misalnya unruk mempelajari seluk
beluk kehidupan di bank, siswa dapat diajak menyaksikan video tentang situasi
kehidupan di sebuah bank.
Melakukan (Doing):
Kegiatan ini menunjuk pada proses pembelajaran di mana
siswa benar-benar melakukan sesuatu secara nyata. Misalnya, membuat desain
bendungan (bidang teknik), mendesain atau melakukan eksperimen (bidang
ilmu-ilmu alam dan sosial), menyelidiki sumber-sumber sejarah lokal (sejarah),
membuat presentasi lisan, membuat cerpen dan puisi (bidang bahasa) dan
sebagainya. Sama halnya dengan mengamati (observing), kegiatan “melakukan”
dapat dilaksanakan secara langsung atau tidak langsung
Terkait dengan upaya mengimplementasikan konsep di
atas, L. Dee Fink menyampaikan 3 (tiga) saran, sebagai berikut :
Memperluas jenis pengalaman belajar.
Buatlah kelompok-kelompok kecil siswa dan meminta
mereka membuat keputusan atau menjawab sebuah pertanyaan terfokus secara
berkala.
Temukan cara agar siswa dapat terlibat dalam berbagai
dialog otentik dengan orang lain, di luar teman-teman sekelasnya (di website,
melalui email, atau dalam kehidupan nyata).
Dorong siswa untuk membuat jurnal pembelajaran atau
portofolio belajar. Guru dapat meminta para siswa untuk menuliskan tentang apa
yang mereka pelajari, bagaimana mereka belajar, apa peran pengetahuan yang
dipelajarinya untuk kehidupan mereka sendiri, bagaimana hal ini membuat mereka
merasa, dan sebagainya.
Temukan cara untuk membantu siswa agar dapat mengamati
sesuatu yang ingin dipelajarinya, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Temukan cara yang memungkinkan siswa untuk benar-benar
melakukan sesuatu yang dipelajarinya, baik secara langsung maupun tidak
langsung.
Mengambil manfaat dari “Power of Interaction.”
Dari keempat bentuk belajar di atas, masing-masing
memiliki nilai tersendiri, tetapi apabila keempat bentuk belajar tersebut
(Dialogue with Self, Dialogue with Others, Observing, dan Doing) dikombinasikan
secara tepat, maka akan dapat memberikan efek belajar yang lebih kaya kepada
para siswa.
Para pendukung Problem-Based Learning menyarankan
kepada para guru untuk mengawalinya dengan kegiatan “Doing”, dimana guru
terlebih dahulu mengajukan berbagai masalah nyata (real problem) untuk
diselesaikan oleh siswanya. Kemudian, siswa diminta untuk berkomunikasi dan
berkonsultasi dengan rekan-rekan sekelompoknya (Dialogue with Others) untuk
menemukan cara-cara terbaik guna memecahkan masalah nyata yang telah diajukan.
Setelah para siswa saling berkomunikasi dan berkonsultasi, selanjutnya para
siswa akan melakukan berbagai macam bentuk belajar sesuai pilihannya, termasuk
didalamnya melakukan Dialogue with Self dan Observing.
Membuat dialektika antara pengalaman dan
dialog.
Melalui pengalaman (baik melalui doing dan observing)
siswa memperoleh perspektif baru tentang apa yang benar (keyakinan) dan apa
yang baik (nilai). Sementara melalui dialog dapat membantu siswa untuk
mengkonstruksi berbagai makna dan pemahamannya.
Untuk menyempurnakan prinsip interaksi sebagaimana
dijelaskan di atas yaitu dengan melakukan dialektika antara kedua komponen
tersebut. Dalam hal ini, secara kreatif guru dapat mengkonfigurasi dialektika
antara pengalaman baru yang kaya dan mendalam dengan dialog yang bermakna,
sehingga pada akhirnya siswa benar-benar dapat memperoleh pengalaman belajar
yang signifikan dan bermakna.
Tambahkan Komentar