Oleh Dwi Hidayatus Salikah

Kecanggihan teknologi saat ini, tidak akan berdampak jika tidak diimbangi dengan kualitas generasi muda yang unggul. Salah satu tugas penting generasi muda untuk dapat berhasil menjalani tahapan perkembangan adalah memperoleh suatu norma yang nantinya bisa dijadikan sebagai pedoman dalam bertindak dan sebagai pandangan hidup. Bukan hanya itu, generasi muda juga dituntut untuk memiliki kreativitas serta inovatif dengan memanfaatkan teknologi yang ada.

Cyberculture adalah suatu kebudayaan baru di mana seluruh aktivitas kebudayaannya dilakukan dalam dunia maya yang tanpa batas. Hal ini terjadi dalam kehidupan sekarang yang serba online. Seperti berbisnis, berinteraksi, berjual beli, dan masih banyak lagi, sehingga memudahkan mereka untuk dapat melakukan dimana saja.

Banyak dari kaum intelektual yang secara umum pintar, namun moralnya rendah. Mereka pintar, tapi seringkali kepintarannya digunakan untuk memintari orang-orang di sekitarnya. Hal ini dikarenakan akibat dari minimnya keteladanan yang mereka terima. Koruptor, teroris, atau kriminalis merupakan sebagian tindakan tidak terpuji yang meresahkan masyarakat. Masyarakat zaman sekarang cenderung lebih memprioritaskan harta dan mengesampingkan agama.

Lantas, bagaimana kondisi negeri ini ketika generasi muda hanya diberi edukasi tanpa dibekali akhlak yang mumpuni? Padahal kualitas generasi muda akan menjadi penentu kemajuan Indonesia di masa depan.

Mengenal Tiap Generasi
Kemajuan zaman menyebabkan komposisi penduduk tiap generasi akan berubah. Sebagaimana Bencsik, Juhász, & Horváth-Csikós (2016) yang mengklasifikasi generasi ke dalam enam kelompok hasil adaptasi karya Zemke et al. (2000). Di antaranya: Generasi Veteran (1926–1946), Generasi Baby Boom (1946-1960), Generasi X (1960-1980), Generasi Y (1980-1995), Generasi Z (1995-2010), dan Generasi Alfa (2010+). Dari keenam kelompok generasi tersebut tentu memiliki karakteristik yang berbeda.

Sebut saja kelompok Generasi X dan Y yang memiliki jumlah terbanyak terkait dengan usia produktif dan komposisi angkatan kerja. Kemudian muncul lagi angkatan kerja yang dikenal dengan sebutan Generasi Z. Nama lain dari Generasi Z adalah Generasi internet. Yang mana Generasi ini akan sangat bergantung terhadap internet. Sebagaimana hasil survei Forbes Magazine yang menunjukkan bahwa generasi Z adalah generasi global pertama.

Pada dasarnya Generasi Z hampir sama dengan Generasi Y, yang membedakannya hanya jika Generasi Z lebih bisa melakukan beberapa kegiatan dalam satu waktu. Hal itu dikarenakan Generasi Z telah mengenal teknologi sejak kecil.

Salah satu karakteristik nilai budaya dari generasi milenial adalah menjadikan teknologi sebagai gaya hidup (lifestyle). Bagaimana tidak dikatakan sebagai gaya hidup, semenjak adanya koneksi jaringan internet yang dengan mudah bisa didapat, membantu hidup seseorang menjadi lebih mudah. Hal itu membuat generasi milenial selalu mengandalkan teknologi sebagai tempat mendapatkan informasi.
Kemudian penerus dari Generasi Z adalah Generasi Alfa. Menurut Mark McCrindle (2018), Generasi Alfa adalah awal dari nomenklatur baru untuk generasi yang sepenuhnya baru di era milenium baru ini. Sebab mereka lahir dari generasi milenial yang tumbuh dan berkembang dengan ragam teknologi masa kini. Generasi Alfa akan menjadi generasi paling banyak di antara yang pernah ada. Sebagaimana yang diungkapkan Williams (2015) bahwa jumlah Generasi Alfa akan membengkak menjadi sekitar dua miliar pada tahun 2025.

Dalam tahap perkembangan ini, perlu adanya persiapan yang matang untuk menghasilkan generasi yang berbobot. Di antaranya: mefokuskan pada keterampilan, memadukan akan pengalaman pengetahuan, mengarahkan pada kemampuan berpikir kritis, serta mengatasi masalah secara kreatif. Bukan hanya itu, perlunya mengembangkan soft skill guna meningkatkan sumber daya manusia.

Berjiwa Santri
Ada tiga hal pokok yang harus dimiliki, dijunjung dan dipersiapkan oleh setiap generasi yaitu kecerdasan, keimanan serta kepedulian. Dari ketiga tersebut harus selalu berdampingan, karena jika generasi muda hanya memiliki salah satu atau dua saja, maka tidak akan memberikan pengaruh yang baik terhadap bangsa Indonesia.

Banyak dari mereka yang bangga dengan ribuan like, subscribe, ataupun follower di media sosial. Mereka seakan mengesampingkan sejarah, menutup akan informasi dan literasi, sehingga nalarnya meminimalisir untuk menentukan sebuah sikap. Generasi muda adalah generasi emas. Generasi yang mampu memaksimalkan segala fasilitas yang ada dengan disertai bijak dalam bersikap.

Sesungguhnya berperilaku merupakan seperangkat perbuatan atau tindakan seseorang dalam melakukan respon terhadap sesuatu yang kemudian dijadikan kebiasaan karena adanya nilai yang diyakini. Terdiri atas komponen pengetahuan, sikap, dan keterampilan atau tindakan. Oleh karena itu, setiap perilaku seseorang terkonseptualisasikan dari ketiganya.

Rangsangan yang datang pada seseorang akan direspon atas dasar seberapa jauh pengetahuannya terhadap rangsangan tersebut, kemudian bagaimana perasaan dan penerimaannya berupa sikap terhadap obyek rangsangan tersebut, dan seberapa besar keterampilannya dalam melakukan perbuatan yang dikehendaki.

Setidaknya bagi setiap generasi ke generasi, khususnya generasi muda. Selain kreatif, inovatif, dan produktif, juga tetap mempertahankan nilai-nilai Islami yang ada. Bersikap baik bukan hanya mereka yang berada dalam pesantren atau disebut dengan santri. Tetapi semua generasi di luar pendidikan pesantren pun harus menjunjung tinggi akan kesopanannya dalam bersikap. Sebagaimana kita sebagai makhluk sosial yang membutuhkan interaksi dengan sesama makhluk.

-Penulis adalah Mahasiswi STAINU Temanggung, Aktivis IPPNU Temanggung


Bagikan :

Tambahkan Komentar