Oleh : Nur Jannah Jamil
Aktivis Mahasiswi STAINU Temanggung

Air merupakan sumber kehidupan. Semua makhluk hidup membutuhkannya, baik manusia, hewan maupun tumbuhan. Termasuk manusia sebagai penguni sekaligus pengelola bumi yang memiliki potensi untuk mandiri. Lebih dari itu, manusia menganggap air sebagai kebutuhan yang sangat penting. Mengapa? Selain diperlukan bagi tubuh, air dimanfaatkan untuk kegiatan sehari-hari seperti memasak, mandi, mencuci pakaian, piring, menyiram tanaman dan lain sebagainya.

Terlepas dari itu air disebut sebagai suatu kebutuhan yang paling pokok bagi tubuh. Karena air adalah penyusun utama tubuh yakni 55-60% dari berat badan orang dewasa atau 70% dari bagian tubuh tanpa lemak( lean body mass) atau sekitar 2,4 liter perhari. Untuk bagian yang lain diisi oleh makanan dan udara. Jika kebutuhan cairan tidak terpenuhi, maka bisa menyebabkan ketidakseimbangan gizi atau bahkan dehidrasi. Oleh karenanya, manusia tidak bisa lepas dari penggunaan air.

Kekeringan
Dari pentingnya air tersebut menjadi salah satu bahan atau objek bagi manusia untuk tetap menjaganya. Lalu, bagaimana jika kekeringan melanda? Dan sumber air pun menghilang? Apakah kita masih bisa memenuhi keperluan cairan tubuh yang begitu banyak? Mari kita lihat kondisi saat ini, Indonesia sedang dalam masa kemarau yaitu antara bulan April hingga Oktober.

Dalam musim kemarau yang berkepanjangan, kadar air semakin berkurang. Banyak sumber mata air yang mengering dan akibatnya terjadi kelangkaan air di mana-mana. Puncak kelangkaan air menyebabkan sebagian orang mengalami dehidrasi. Seperti hari-hari yang lalu, beberapa wilayah Indonesia mengalami kekeringan yang parah. Dari data BBC News, ada 2.945 desa yang tersebar di 11 provinsi. Sedangkan berdasarkan laporan BNPB, di Jawa Tengah ada 917 desa yang tersebar di 31 kabupaten atau kota(dilansir dari IDN Times).    

Indonesia memiliki dua iklim yang terjadi di setiap tahunnya, yakni musim penghujan dan musim kemarau. Adapun seperti musim kemarau saat ini, ada dampak positif dan negatif yang dapat kita ambil. Diantaranya meningkatkan pertumbuhan ekonomi penduduk bagi petani tembakau, jagung, dan buah-buahan musim kemarau,  meskipun begitu lahan tersebut juga butuh aliran air untuk bertahan hidup dan bermetamorfosa. Sedangkan dampak negatif yaitu kekeringan dan kelangkaan air, jika dibiarkan dapat menyebabkan kebakaran dan menjadi lahan gundul.

Lalu, apakah yang menjadi penyebab utamanya adalah kekeringan dan kemarau semata? Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Wonosobo Supriyanto menyatakan ada sekitar 1000 hingga 200-an mata air kita yang hilang, dan bahkan mati. Hal ini adalah akibat banyaknya penggalian tanah yang merusak lingkungan(Suara Merdeka, Oktober 2019). Memang betul adanya, kerusakan lingkungan akibat ulah tangan manusia itu sendiri. Jadi tidak heran jika negara Indonesia saat ini mengalami kekeringan dan kelangkaan air yang tidak bisa dihindari.

Si Jago Merah
Kebakaran akibat kekeringan banyak terjadi di berbagai wilayah di Indonesia. Khususnya jawa tengah yang memiliki titik api terbanyak yakni daerah pegunungan Sumbing, Sindoro dan Merapi. Kebakaran hutan dan lahan yang terjadi akhir-akhir ini menyebabkan pencemaran udara, artinya banyak asap yang membumbung tinggi di udara.

Seperti beberapa hari yang lalu, kabut asap tebal menyelimuti sebagian daerah di Indonesia. Terutama kota Pekan Baru, Palangkaraya, Sumatera dan Kalimantan Tengah.. Ada sebagian warga yang tidak bisa keluar rumah selama hampir tiga hari. Karena saking tebalnya asap diluar dan rumah menjadi gelap. Sehingga mereka harus menyalakan lampu meski disiang hari.

Akibatnya, timbul penyakit yang mulai menyerang warga. Kabut asap bisa berbahaya bagi kesehatan. Terutama mata dan kulit. Mata yang terkena kabut asap akan terinveksi dan memerah, begitupun kulit. Sehingga warga diimbau untuk meminimalisir keluar rumah dan ketika keluar harus memakai masker. 

Perlu kita ketahui, hutan merupakan salah satu paru-paru bumi, sebagai penghasil oksigen (O) terbesar. Hutan juga menjadi kebutuhan pokok manusia untuk mendapatkan udara yang bersih. Hutan juga dimanfaatkan sebagai penghasil kayu yang banyak digunakan untuk kehidupan sehari hari, baik untuk memasak maupun produksi mebel. Begitu pula dengan lahan, ketika kelangkaan air terjadi, kekeringan melanda dan timbul kebakaran. Padahal lahan adalah salah satu tempat bercocok tanam dan sebagai penghasil utama para petani. Terutama daerah pegunungan.

Ditata Ulang 
Adanya penggalian tanah sembarangan yang menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan, perlu ditata dengan baik. Tentunya sebagai PR bagi pemerintah untuk menertibkannya. Serta perlunya kesadaran masyarakat untuk memanfaatkan air dengan baik. Bukan hanya itu, kita juga harus melakukan tindakan preventif ( tindakan pencegahan). Artinya sebelum pencemaran lingkungan semakin parah, maka masyarakat dan pemerintah saling bekerja sama untuk menjaga lingkungan. Terlebih pada aliran-aliran air. Kalau bisa ada kegiatan yang bisa mendorong masyarakat mencintai lingkungan. Seperti diadakannya lomba kebersihan dan gotong royong pembersihan sampah di sejumlah aliran sungai.

Pelaksana Tugas (PLT) kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Temanggung, Dito Walngadi menginformasikan bahwa untuk saat ini wilayah pegunungan yang berada di titik api sudah dapat teratasi (Suara Merdeka, Oktober 2019). Mengingat pemadaman hutan gunung itu tidak mudah harus cermat termasuk menunggu personil ditarik turun. Hal ini bisa menjadi bukti adanya pencemaran udara yang kian meningkat.

Untuk mengetahui dan mencegah lebih lanjut Kebakaran Hutan Dan Lahan (Karhutla), kita bisa memulai langkah-langkah awal. Yakni jika mengetahui adanya titik api, maka gunakan alat seadanya terlebih dahulu untuk memadamkan api atau bisa meminta warga setempat untuk ikut memadamkannya. Apabila belum bisa dan api semakin membesar, maka kita bisa meminta bantuan pemadam kebakaran (Damkar). Namun yang terjadi, masyarakat banyak yang tidak mengetahui cara menghubungi pusat bantuan pemadam kebakaran, sehingga api terlanjur membesar sampai tidak bisa diatasi. Untuk itulah, sebaiknya dilakukan sosialisasi oleh badan pusat pemadam kebakaran agar masyarakat mengetahui langkah-langkah ketika terjadi kebakaran.

Disisi lain, memang seseorang tidak bisa memprediksi kapan datangnya kebakaran. Namun seharusnya badan pusat Damkar bisa memperkirakan musim yang sering terjadi adanya kebakaran, misalnya saja pada saat musim kemarau yang berkepanjangan. Sehingga pihak Damkar bisa mempersiapkan segala sesuatunya sejak dini bila terjadi kebakaran serta memantau tiap daerah. Namun sekali lagi, meski dengan hal tersebut bisa diatasi, lalu bagaimana bila memang ada tangan-tangan yang usil? Dan itu dari lingkungan kita sendiri? Akankah bumi ini tetap aman dan terjaga?

Bagikan :

Tambahkan Komentar