Hariantemanggung.com - Keluarga Studi Sastra 3 Gunung (KSS3G) Temanggung kembali mengadakan Nyang Sastra (Nyinau Anggit Sastra) yang merupakan kegiatan rutin bulanan komunitas tersebut yang isinya adalah belajar bersama, membedah dan mendiskusikan karya sastra. Selain itu, juga menampilkan karya, seperti tari, menyanyi, musik puisi, pantomim, teatrikal, dll. karya apa pun bisa ditampilkan saat acara ini.

Acara diadakan di Pendapa Pengayoman Temanggung, Sabtu malam, 21 Juli 2018. Selain dihadiri oleh anggota KSS3G Temanggung dan Komunitas Pejuang Literasi dari Lereng Sumbing, hadir pula pada malam itu para aktivis dari Litterasi.com yang berfokus pada kegiatan peduli lingkungan dan perbukuan.

Sebelum diskusi karya, ada penampilan musik puisi yang dibawakan oleh Diah Indria Dewi dan Rahayu Tri. Dilanjut dengan pembacaan puisi oleh Indri Dewi Pangesti, Ariadi Rasidi, Ika Permata Hati, Ibnu Jarir, Tri Sadono, dan Zendi Arvi.

Karya yang menjadi bahan diskusi malam itu adalah puisi-puisi dari tiga guru yang tergabung dalam Komunitas Pejuang Literasi dari Lereng Sumbing. Mereka adalah Ibnu Jarir, Tri Sadono, dan Zendi Arvi. Mereka bertiga telah melahirkan beberapa karya puisi, cerpen, juga tulisan nonfiksi.

“Kami sangat berterima kasih kepada panjenengan semua, teman-teman KSS3G Temanggung, yang telah mengundang dan mengapresiasi karya kami,” ungkap Ibnu Jarir mewakili teman-temannya.
Asrul Sanie sebagai pembicara, mengungkapkan kebahagiaannya atas pencapaian para guru yang telah banyak melahirkan karya nyata berupa tulisan-tulisan. 

Harapannya semoga dapat memacu guru lain dan juga para siswa. Pada kesempatan itu, Asrul Sanie juga membahas tentang kaitan antara perkembangan literasi dan guru masa kini. Menurutnya, dalam upaya memajukan literasi, para guru masa kini harus memiliki ide sendiri dan berani menerapkannya.

Kreatifitas-kreatifitas lain sangat dibutuhkan, agar bisa memacu semangat para siswanya, karena literasi tidak sebatas membaca buku 15 menit sebelum pelajaran dimulai di sekolah,” tegasnya.
Asrul Sanie, kemudian mengajak para hadirin untuk membahas dan mendiskusikan puisi 3 guru tadi. Ia menekankan tentang perlunya penguatan gagasan sebelum menulis puisi.

“Kebanyakan puisi tiga guru ini masih ringan, meski secara fisik sudah rapi, dan alurnya pun sudah rapi. Yang paling penting adalah gagasan itu sendiri. Ketika gagasan itu kuat dan jelas, maka akan menghasilkan puisi yang kuat, apa pun kata-kata yang digunakan di dalamnya,” jelasnya.

Melalui komunitas-komunitas yang peduli terhadap literasi, seni, dan sastra di Temanggung ini, mereka bersepakat untuk konsisten dan bekerja sama dalam upaya memajukan Temanggung tercinta. (htm55/hms).
Bagikan :

Tambahkan Komentar