SPBE Pulogebang Cakung
Hariantemanggung.com - Direktur Eksekutif Aliansi Pertanahan Rakyat (Alpertra), William Syah menagih janji pengadilan kepada PT. Pertamina atas beroperasinya SPBE atas nama PT. Garis Cakratama yang terletak di Jl. Komarudin, Cakung Jakarta Timur.

Berdasarkan putusan perkara No. 504 PK/PDT/2016 pada tanggal 16 Februari 2017, William menegaskan bahwa seharusnya PT. Garis Cakratama tidak memiliki hak kepemilikan apapun terhadap tanah yang digunakan tanpa seizin pemiliknya yaitu PT. Bumi Indira Wisesa.

“Kenapa Pertamina sampai sekarang masih memberikan izin operasional untuk SPBE, kan aneh. Saya tegaskan dengan adanya putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia pada 16 Februari 2017, PT. Garis Cakratama tidak berhak dan tidak memiliki hak apapun atas tanah yang saat ini dikuasai dan dimanfaatkan sebagai SPBE,” kata William di Jakarta (11/12).

William mengatakan, meskipun pihak Pertamina sempat menghentikan izin operasional dan pasokan gas dua kali pada Juni 2012 dan Juli 2016, namun dari awal izin operasi SPBE sudah menyalahi aturan karena dibangun di atas tanah milik orang lain dan tidak memiliki sertifikat sebagai bukti kepemilikan yang sah.

“Seharusnya dari awal Pertamina tidak mengizinkan, karena dari awal proses pengurusan izin SPBE sudah menyalahi aturan. Apalagi Pertamina sudah pernah disomasi oleh pemilik lahan yang sah dan operasi telah berjalan dalam jangka waktu beberapa tahun,” tutur William.

Menurut William, pemberian izin operasi SPBE pada PT. Garis Cakratama sebenarnya bisa merugikan PT. Pertamina sendiri karena dikhawatirkan kasus akan semakin berkembang dan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Timur mengeksekusi paksa sehingga jika itu terjadi maka pihak PT. Pertamina akan merugi.

“Pertamina tidak bisa menggantungkan kasus ini, sebab hingga saat ini mereka masih belum dapat dikonfirmasi,” pungkas William.

Diketahui, SPBE Pulogebang masih beroperasi hingga saat ini dan pihak Pertamina juga belum dapat dimintai keterangan lebih lanjut perihal hal tersebut. Di sisi lain, Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Timur telah memutuskan untuk diadakan eksekusi pengosongan paksa pada tanggal 13 Desember 2017. (htm33/hms).
Bagikan :

Tambahkan Komentar