Oleh Andy Yoes Nugroho

Judul di atas merupakan tema Festival Kopi Temanggung ke-3 yang digelar di Gedung Pemuda, 20-22 Oktober 2017. Sepertinya panitia ingin menyampaikan pesan kepada masyarakat luas bahwa Temanggung yang memiliki potensi kopi dengan cita rasa khas dan berkualitas dunia merupakan surga bagi penikmat serta pelaku usaha kopi. Semua akan dibuat betah menikmati kopi di pegunungan sambil bercengkerama di tengah panorama alam yang sangat indah.

Mqemang, kabupaten penghasil tembakau Srintil itu juga penyuplai kopi terbesar di Jawa Tengah, hampir 60 persen hasil kopi berasal dari Temanggung. Kopi robusta terdapat di semua kecamatan, sedangkan arabika tersebar di wilayah lereng gunung Sindoro, Sumbing, Perahu, dan perbukitan yang memiliki ketinggian sesuai untuk menanam arabika. Kini para kreator kopi di Temanggung terus bermunculan dan kedai kopi mulai menjamur. Greget kopi Temanggung semakin terasa.

Kopi robusta Temangggung memiliki sejarah panjang ratusan tahun, jejaknya bisa dilacak di perkebunan peninggalan Belanda di Desa Sidoharjo, Kemacatan Candiroto. Sedangkan kopi arabika baru muncul tahun 1990-an, namun mampu melesat cepat hingga mendekati pamor kopi legenda Indonesia yang terkenal sejak jaman kolonial seperti kopi Gayo, Priangan, Toraja, dan sebagainya.

Sejak mengikuti SCAA Expo (Speciality Coffee Association of America) di Atlanta, Amerika Serikat, pada April 2016, kopi Temanggung semakin terkenal. Di ajang bergengsi itu kehadiran kopi Temanggung, yang difasilitasi oleh Kementerian Perdagangan, berhasil mendapat nilai yang cukup tinggi, yakni antara 7 sampai 8. Poin penilaian antara lain meliputi warna sangrai, aroma bubuk, aroma seduh, tingkat keasaman, tingkat kekentalan, hingga citarasa. Sebelumnya Kopi Temanggung berhasil masuk delapan besar pada festival kopi di Swedia dan menang ajang kopi cita rasa nusantara di Jakarta.

Tahun ini kopi Temanggung tampil di ajang bergengsi Seoul Coffee Expo 2017 dan World of Coffee (WoC) Budapest 2017. Indonesia kembali berpartisipasi untuk ketiga kali pada Seoul Coffee Expo 2017, yang digelar 6-9 April 2017 lalu di Convention & Exhibition Center (COEX), Seoul, Korea Selatan. Pameran dikuti sekitar 250 perusahaan untuk 800 booth. Pengunjung yang datang tercatat sekitar 45.000 orang baik dari domestik maupun internasional.

Kali ini Indonesia mendapatkan karpet merah berupa penghormatan sebagai Guest of Country di dalam pameran tersebut. Paviliun Indonesia menempati lokasi terhormat dan strategis seluas 90 m2 di Hall A. Kopi terbaik Indonesia mendapat peliputan utama media setempat.

Adapun jenis kopi yang ditampilkan di antaranya Sumatera Arabica Aceh-Gayo Coffee, Sumatera Arabica Mandailing Lintong Coffee, Sumatera Arabica Kerinci Natural Coffee. Selain itu ada Sumatera Arabica Bengkulu Kaba Mountain Coffee, West Java Preanger Agro Jabar Arabica Coffee, Java Arabica IJEN Bondowoso Coffee, Flores Arabica Bajawa Coffee, Sulawesi Arabica Toraja Coffee, Flores Robusta Natural Manggarai Coffee, dan Java Robusta Temanggung Baron Coffee.

Peluang pasar kopi di Korsel masih cukup besar. Kebiasaan minum kopi juga telah menjadi tren di antara anak muda Korea Selatan, sehingga banyak kedai kopi baru yang bermunculan di Korsel. Indonesia perlu lebih meningkatkan citra rasa kopi dan keunikan khas yang tidak dimiliki negara lain kepada masyarakat Korea Selatan.

Upaya mengenalkan kopi Indonesia terus dilakukan oleh perwakilan perdagangan Indonesia di luar negeri. Salah satunya melalui keikutsertaan dalam World of Coffee (WoC) Budapest 2017 di Hung Expo Budapest, Hongaria, pada 13-15 Juni 2017. Partisipasi Indonesia dalam WoC Budapest 2017 ini untuk mengenalkan dan menjadikan specialty coffee Indonesia semakin kompetitif di pasar Eropa.

Beberapa specialty coffee Indonesia yang dipromosikan antara lain kopi arabika dari Sumatera Gayo, Lintong, Kerinci, Solok Minang, Bengkulu, Jawa Barat Preanger dan Papandayan. Serta dari Jawa Tengah Temanggung, Jawa Timur Bondowoso dan Kalisat, Bali Kintamani, Flores Bajawa, Sulawesi Toraja, dan Papua Wamena. Sedangkan jenis robusta berasal dari Lampung, Jawa Tengah Temanggung, Flores Manggarai, serta tidak ketinggalan kopi Luwak.

Pada WoC Budapest 2017, Paviliun Indonesia bertemakan Indonesia Specialty and Sustainable Coffee, didesain bernuansa Jawa Barat di area seluas 98 m2. Paviliun Indonesia menampilkan kesan penyambutan dan penerimaan yang hangat terhadap buyer. Sebanyak lebih dari 32 peserta datang dari beberapa negara di Eropa seperti Bulgaria, Polandia, Kroasia, Slovakia, Slovenia, Ceko, Italia, Belanda, Belgia, Swiss, Jerman, dan Inggris.

Cerita apa yang kita dapat dari Festival Kopi Temanggung 2017? Pameran yang digelar oleh Hipmi Temanggung diikuti oleh 30 peserta termasuk dari kota lain. Produsen kopi Temangggung belum semuanya mengikuti gelaran tahunan tersebut. Pengunjung berdatangan dari berbagai kota termasuk Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Semarang, dan sebagainya. 

Menurut pengusaha kopi Ardhi Wiji, selama ini kopi Temangggung diekspor melalui Semarang, Malang, Surabaya dan Bandung. Ini yang menyebabkan kurang dikenal. Padahal kopi Temanggung menguasai sekitar 60 persen ekspor dari Jateng.  Ia meminta dukungan dari pemerintah agar petani kopi Temanggung bisa mengekspor secara mandiri.

Namun untuk bisa mengekspor sendiri petani banyak menghadapi kendala. Pertama, sebagian besar petani kopi adalah petani gurem yang memiliki lahan tidak luas. Hal ini penyulitkan pembeli karena petani tidak mampu memenuhi kuota pesanan. Solusinya harus ada koperasi petani untuk menggalang kekuatan produksi yang dilakukan secara bersama-sama. Selain itu pembeli luar juga mensyaratkan petani kopi mengikuti SOP yang mereka buat. Padahal pembuatan sertifikasi membutuhkan biaya yang banyak hingga mencapai ratusan juta.

Selama ini petani dan produsen kopi Temanggung telah memikirkan pengembangan SDM untuk mendukung peningkatan produksi. Namun kelemahan dalam perencaan usaha membuat timpang antara pengelolaan sektor hulu dengan hilir.

Pada saat membuka Festival Kopi Temanggung 2016, Wakil Bupati Irawan Prasetyadi menyampaikan bahwa Pemerintah Kabupaten akan mendirikan "real market" di Jerman, Malaysia, dan Jakarta pada tahun 2017 untuk memasarkan produk kopi Temanggung. Konsepnya seperti toko untuk memasarkan produk UMKM Temanggung. Rencana ini sudah dianggarkan pada APBD 2017 dan harus terealisasi tahun ini. Jika "real market" di tiga lokasi tersebut berhasil akan dibuat juga di Singapura, Korea Selatan, dan negara-negara lainnya di Asia.

Menurut saya gagasan di atas agak sulit karena belum diberesi kesiapan petani maupun prudusen Temanggung dalan memenuhi prasarat perdagangan internasional. Sebenarnya bisa diambil langkah trobosan yang praktis namun siginifikan menyerap poduk kopi, misalnya membuat Paviliun Kopi Temanggung di tempat yang indah dan nyaman agar pengunjung dari berbagai kota dan negara lain tertarik datang ke Temanggung untuk menikmati dan berdagang kopi. Ayo kang ngopi sik ben ora edan!
Bagikan :

Tambahkan Komentar