Oleh : Deby Arum Sari

Fenomena sound horeg kini makin menjamur, terutama di acara hajatan, arak-arakan, atau sekadar konvoi keliling kampung. Dentuman bass keras, remix dangdut koplo, hingga lagu viral TikTok jadi suguhan utama. Bagi penyelenggara dan sebagian warga, ini dianggap hiburan, simbol kemeriahan, bahkan kebanggaan.


Tapi masalah muncul ketika suara bising ini melewati batas kenyamanan orang lain. Bayangkan, tengah malam, orang-orang sedang istirahat, tapi di luar masih terdengar dentuman musik seolah-olah sedang konser. Belum lagi jika ada warga yang sedang sakit, lansia, atau anak-anak yang butuh ketenangan. Hiburan buat satu pihak, bisa jadi penderitaan buat yang lain.


Ironisnya, banyak yang membela sound horeg atas nama "tradisi" atau "sudah biasa". Padahal, tradisi yang baik seharusnya membawa kenyamanan bersama, bukan mengorbankan ketenangan lingkungan.


Sound horeg tidak harus dihapuskan, tapi perlu diatur dengan bijak. Ada waktu yang tepat, volume yang wajar, dan tempat yang sesuai. Kalau semua asal nyetel kenceng tanpa peduli sekitar, lama-lama bukan hiburan lagi, tapi malah jadi sumber konflik sosial.


Hiburan itu sah-sah saja, tapi alangkah lebih baik jika tetap menghargai ruang hidup orang lain. Karena hidup bersama butuh tenggang rasa, bukan cuma keras suara.

Bagikan :

Tambahkan Komentar