Oleh: Ghaida Mutmainnah
Di sebuah desa kecil bernama Kampung Pelangi, tinggal seorang anak perempuan bernama Amira. Ia duduk di kelas 4 MI Al-Falah. Amira dikenal sebagai anak yang ceria dan suka membantu teman-temannya. Ia selalu membawa bekal kue bolu buatan ibunya ke sekolah. Kue bolu itu lembut, harum, dan selalu dibungkus rapi dengan kain bermotif bunga.
Setiap pagi sebelum berangkat sekolah, ibu Amira selalu berkata,
“Amira, kalau ada temanmu yang tidak bawa bekal, jangan ragu untuk berbagi, ya. Rezeki itu seperti air, semakin banyak kita bagi, semakin banyak pula Allah alirkan untuk kita.”
Amira selalu mengangguk sambil tersenyum. Ia sangat suka dengan kue bolu ibunya, tapi ia lebih suka melihat teman-temannya bahagia saat mencicipinya.
Pagi itu Amira berangkat sekolah dengan langkah ringan. Ia menenteng kotak bekal berisi tiga potong bolu pandan kesukaannya. Di jalan, ia bertemu dengan sahabatnya, Laila.
“Pagi, Mira!” sapa Laila.
“Pagi, Lai! Yuk, bareng ke sekolah,” jawab Amira.
Saat berjalan, mereka melihat Rafi, teman sekelasnya, sedang duduk di tepi jalan sambil memegang perutnya.
“Rafi, kenapa kamu?” tanya Amira.
Rafi tersenyum kecut. “Aku lupa sarapan. Di rumah cuma ada nasi keras. Ibu belum sempat masak.”
Amira saling pandang dengan Laila. Ia membuka kotak bekalnya dan mengambil satu potong bolu.
“Nih, Fi. Makan dulu biar nggak lapar.”
Rafi menolak dengan malu-malu. “Nggak usah, Mira. Itu kan bekalmu.”
“Kalau kamu lapar, aku juga nggak tega makan sendiri,” kata Amira sambil menyodorkan kue bolu. Akhirnya Rafi menerimanya.
“Terima kasih banyak, Mira,” ucapnya dengan mata berbinar.
Di kelas, aroma kue bolu itu masih terasa saat Amira membuka kotaknya lagi. Tinggal dua potong. Saat jam istirahat, beberapa temannya mendekat.
“Mira, kue bolumu kayaknya enak banget. Boleh icip nggak?” tanya Fahri.
“Boleh banget!” Amira memotong satu potong bolu menjadi dua.
“Ini untuk Fahri, ini untuk Aisyah,” katanya sambil membagikan.
Amira sendiri hanya makan sepotong kecil. Tapi hatinya penuh rasa hangat karena bisa berbagi.
Bu Guru Siti yang memperhatikan dari meja guru tersenyum. “Mira, kamu luar biasa. Allah pasti sayang sama anak yang suka berbagi.”
Sepulang sekolah, Amira menceritakan semua kepada ibunya.
“Ibu, tadi bolunya habis aku bagi ke teman-teman. Rafi belum sarapan, Fahri dan Aisyah pengin icip.”
Ibu tersenyum sambil mengelus kepala Amira. “Itulah sedekah, Nak. Jangan takut habis. Allah selalu mengganti dengan yang lebih baik.”
Benar saja. Sore itu, tetangga sebelah rumah, Bu Ratna, datang membawa sekotak besar kue brownies.
“Ini buat Amira dan keluarga. Kakakku dari kota kirim banyak, saya bagi-bagi ke tetangga,” katanya.
Amira terkejut. Ia berbisik pada ibunya, “Ibu, Allah cepat sekali balas kebaikan kita, ya.”
Ibu mengangguk sambil tersenyum. “Cepat atau lambat, setiap kebaikan akan kembali.”
Keesokan harinya, Amira tidak membawa bolu. Tepung habis, kata ibunya. Di sekolah, ia melihat Rafi kembali duduk di bangku dengan perut kosong.
“Mira, nggak bawa bolu hari ini?” tanya Laila.
“Nggak. Tapi aku masih bisa berbagi senyum dan cerita, kan?” jawab Amira ceria.
Mereka duduk bersama Rafi dan mengajaknya bermain lompat tali. Rafi tertawa, wajahnya lebih cerah meski belum makan. Amira sadar, berbagi bukan hanya soal makanan, tapi juga perhatian dan kebahagiaan.
Hari Jumat, ada acara makan bersama di sekolah. Semua siswa membawa makanan dari rumah. Amira hanya membawa sepiring kecil pisang goreng karena itu yang ada di rumah. Saat tiba di kelas, ia terkejut.
Di meja, ada sebuah kue bolu besar bertuliskan:
“Untuk Amira, si Bolu yang Selalu Berbagi”
Teman-teman bertepuk tangan.
“Ini hadiah untuk Mira dari kami semua. Karena Mira selalu berbagi, sekarang giliran kami yang berbagi,” kata Fahri.
Amira hampir menangis haru. Ia belajar bahwa kebaikan yang kecil bisa menginspirasi banyak hati.
Malamnya, Amira menulis di buku hariannya:
“Hari ini aku belajar kalau berbagi tidak membuat kita miskin. Justru hati kita jadi kaya. Allah Maha Adil. Dia selalu punya cara untuk mengganti setiap kebaikan kita, bahkan lebih banyak lagi.”
Ibu yang membaca tulisan itu ikut tersenyum.
“Semoga kamu terus jadi anak yang suka berbagi sampai besar nanti, ya, Amira.”
Amira mengangguk penuh semangat. Di hatinya, ia berjanji: setiap ada rezeki, akan selalu ada yang ia bagi.


Tambahkan Komentar