Oleh Muhammad Ulfi Fadli

2022, saatnya sektor ekonomi bangkit dan pulih. Setelah Pandemi lebih dari dua tahun melanda Indonesia, bahkan dunia. Bisa dikatakan semua sektor yang ada di negara Indonesia terdampak, termasuk sektor ekonomi yang menjadi tumpuan hidup bagi masyarakat. Keterpurukan ekonomi diperparah dengan adanya kebijakan pemerintah seperti Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sampai Pemberlakukan Pembatasan Kegaiatan Masyarakat (PPKM). Hal tersebut nampaknya membuat efek yang buruk bagi sejumlah kegiatan perekonomian. Tercatat pertumbuhan ekonomi di Indonesia mengalami keterlambatan. Badan Pusat Statistik (BPS) memberikan data bahwa ekonomi di Indonesia tumbuh melamban sebesar 2,97% yang terjadi pada kuartal 1 per tahun 2020. Dan jika dibandingkan dengan tahun 2019 pada kuartal IV pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami penurunan sebesar 2,41%. (Dito Aditia Darma Dkk, 2020: 212224).

Keterpurukan ekonomi berikut juga termasuk usaha mikro kecil menengah (UMKM) di dalamnya. Dimana UMKM adalah basis perekonomian rakyat dan tempat bernaungnya sebagan besar atau mayoritas pelaku ekonomi. UMKM berada pada garis guncangan ekonomi yang luar biasa dalam lingkup internasional akibat pandemi Covid-19 (Sutrisno, 2021: 641660). Dan kondisi tersebut diperparah dengan sulitnya mencari pekerjaan. 

UMKM di Indonesia adalah sektor utama perekonomian. Terhitung tahun 2018, UMKM berkontribusi sebesar 60,34% terhadap produk domestik bruto (PDB). Namun berbeda cerita saat adanya pandemi, Kementrian Koperasi dan UKM mencatat terdapat lebih adri 37 ribu pelaku UMKM yang terdampak (Hadion Wijoyo, 2020: 56). Selain itu, menurut survei Asian Development Bank (ADB) terdapat 88% usaha mikro kehabisan kas atau tabungan, dan lebih dari 60% usaha mikro kecil ini sudah mengurangi tenaga kerjanya (Arianto, 2020: 3347).

Masalah lain UMKM yaitu penurunan penjualan, permodalan, distribusi terhambat, sulitnya bahan baku, produksi menurun dan banyak terjadi pemutusan hubungan kerja untuk pekerja dan buruh yang kemudian menjadi ancaman bagi perekonomian nasional. Dari sini dapat dilihat bahwa UMKM sebagai penggerak ekonomi domestik dan penyerap tenaga kerja tengah menghadapi penurunan produktivitas yang berakibat pada penurunan profit secara signifikan.

Tidak sampai di situ, UMKM yang juga sebagai produsen masih belum juga menikmati hasil. Adanya praktik mitra retail yang tidak langsung membayar produsen sekali kirim, melainkan harus beberapa kali kirim barang baru di bayar. Hal ini tentu sangat menyulitkan bag produsen kecil yang buuh modal perputaran uang, sehingga tidak mungkin akan naik level. 

Oleh karena itu demi UMKM dapat bertahan dan bangkit dari berbagai hambatan, maka diperlukan solusi yang konkrit, yaitu adanya pengawasan yang ketat dan mendorong UMKM menuju model kewirausahaan yang mampu beradaptasi dengan kemajuan teknologi. Model bisnis ini berasal dari kombinasi teknologi digital dan kewirausahaan yang kemudian menghasilkan fenomena karakteristik baru dalam hal bisnis. Dan dalam hal ini peran teknologi digital memiliki pengaruh yang signifikan terhadap unit bisnis baru yang dibuat pemaksimalan  Dengan kata lain media sosial merupakan sarana perkembangan kewirausahawanan dan keberlangsungan UMKM (Purwana, 2017: 117).

Dengan pengembangan digitalisasi UMKM yang dibarengi dorongan dan pengawasan yang ketat, bukan tidak mungkin ekonomi digital di Indonesia menjadi terbesar di Asia Tenggara. Walaupun masih terdapat 3 kendala utama UMKM yaitu; Pertama, terkendala kapasitas produksi barang. Yang belum memenuhi permintaan pasar digital. Kedua, kualitas daya tahan pelaku UMKM yang belum merata. Dikarenakan di pasar digital ini para pelaku harus dapat bersaing dengan perusahaan besar yang selama pandemi juga beralih menggunakan platform digital. Ketiga, diperlukan penguatan edukasi literasi digital dan penguatan sumber daya manusia para pelaku usaha UMKM (Suwarni, 2019: 2037).

Peran KPPU

KPPU mempunyai berbagai peran yang penting dan strategis dalam mengawasi berbagai sektor bisnis. Pertama, mengawasi bisnis raksasa yang bermitra dengan pelaku-pelaku UMKM yang juga sebagai produsen. Masih adaya praktik yang tidak langsung di bayar dalam sekali kirim barang, membuat pelaku-pelaku kecil susah untuk naik kelas. Jika terus di biarkan maka pelaku UMKM kecil akan jalan di tempat saja.

Kedua, mengawasi permainan bisnis online. Seiring majunya zaman dan teknologi, bergeser pula tata kehidupan termasuk kegiatan jual beli dari jual beli secara tradisional ke jual beli modern. Dimana konsumen tidak repot untuk datang ke toko atau swalayan, namu cukup mencari lewat aplikasi mobile commerce apa yang dibutuhkan sudah tersedia. Jet Commerce (2022) mencatat sampai awal tahun 2022, sebanyak 1,46 miliyar pengguna aplikasi ini. Namun, nyatanya sulit bagi UMKM baru untuk dapat berkembang. UMKM harus berhadapan dengan toko-toko besar yang mendominasi. Selain itu penguasaan pasar (market place) juga sudah di kuasai. Dan bukan tidak mungkin ada juga persekongklan terjadi di dalamnya. Maka di sini membutuhkan peran dai KPPU untuk mengawasi segala aktivitas toko.

Ketiga, Kerjasama dengan kementrian terkait. Banyak sekali kendala yang di hadapi oleh UMKM untuk berkembang mengiuti zaman. Mulai konsep produk sampai keterbatasan biaya produksi (Meri Nur Amelia, 2017: 1116). Pengembangan UMKM berbasis digital di Indonesia harus memperhatikan banyak hal terutama bersifat inovatif dan kreatif. Sebab di era digital, inovasi menjadi pilar utama agar dapat bersaing. Tanpa hal tersebut, sudah dapat dipastikan pengembangan UMKM berbasis digital sulit untuk membuahkan hasil yang signifikan. Pelaku UMKM harus didorong untuk dapat memahami karakter dari dunia digital terutama media sosial. Oleh karenanya para pelaku usaha UMKM harus dikenalkan dan di fahamkan mengenai konten-konten kreatif dalam pemasaran digital. Beberapa studi juga menyebutkan bahwa konten kreatif dapat menarik perhatian yang tinggi dari para warganet (B Arianto, 2015: 1639).

Selain itu, keterpihakan KPPU dan pemerintah juga sangat dibutuhkan bagi UMKM yang berkaitan dengan konsep produksi yang di dalamnya terdapat konsep produk, konsep penjualan, konsep pemasaran, dan konsep pemasaran global (Siti Mukaromah, 2015: 5872).

Keempat, menyusun aturan tentang pasar bebas yang tepat dan keterpihakan terhadap UMKM. Perlu adanya aturan yang tepat dan cepat dalam merespon berbagai masalah yang melanda UMKM pasca pandemi. Pemerintah mendorong masyarakat untuk mandiri harus dibarengi dengan berbagai kebijakan yang mendukung dari semua sektor yang terlibat, termasuk KPPU sebagai pengawas. Jangan sampai aturan yang di buat justru tidak menjawab masalah-masalah di level bawal atau malah melemahkan pelaku-pelaku UMKM.

Harapan

Lebih dari 20 tahun Undang-Undang monopoli telah di terbitkan. Undang-undang ini dirancang demi Kesehatan dalam persaingan Usaha. Maka di Pundak KPPU lah para pelaku UMKM berharap agar segala aturan yang di buat semata untuk menaikkan kelas UMKM yang menjadi tumpuan ekonomi di Indonesia. Jangan biarkan pasar hanya dikuasai oleh beberapa kelompok saja, sehingga terdapat kepentingan-kepentingan dengan kekuatan yang dimiliki. UMKM, KPPU, dan pemerintah harus saling bersinergi demi Kesehatan ekonomi, sehingga UMKM  dapat bangkit lebih kuat menuju Indonesia maju.

Bagikan :

Tambahkan Komentar