Membaca Tokoh-tokoh besar akan membuat kita bercita-cita besar juga, kata salah satu orang tokoh cendekiawan.

Secara tak sengaja, kuambil buku di atas sound system yang ada di kontrakan. Wajahnya berdebu, sepertinya jarang disentuh, kecuali sentuhan angin dan kesepian.

Buku itu lumayan tebal, terpampang gambar Abdurrahman Wahid (Gus Dur) memakai peci yang khas dengan kemiringannya, berjas berwarna cokelat, bercelana rapih, memakai fantopel dan seperti biasanya Raup wajahnya menggambarkan ketokohannya yang jenaka.

Tertuliskan "Biografi Gus Dur" karya Greg Barton seorang peneliti yang memfokuskan kajiannya pada tokoh presiden yang kontroversial pada masanya. Kemudian aku ambil buku itu seraya mengusap debu-debu yang menempel padanya.

Ketika ku buka, ada bacaan yang menarik, mengisahkan surat balasan surat dari Ibu Nuriyah kepada Gus Dur. Waktu itu, Gus Dur sedang menempuh pendidikan di Al-Azhar, Kairo.

Setidaknya sedikit yang saya ingat, isi suratnya begini, "anda boleh gagal dalam pendidikan,. Tapi setidaknya jangan gagal dalam percintaan". Kalau penulis salah ingat, pembaca boleh mengingatkan kepada saya ya.

- - -

Saya jadi teringat isi surat ibu Nuriyah tadi setelah satu hari saya diwisuda. Ya kemarin pada Tanggal 25 Januari 2022 di salah satu kampus terbaik di kota Tembakau.

Wisuda bolehlah dibilang keberhasilan dalam pendidikan, jika indikator keberhasilannya adalah Ijazah sebagai tanda kelulusan. Tapi, meskipun indikatornya lebih luas daripada adanya Ijazah, Wisuda memang sebagai tanda keberhasilan dalam menempuh pendidikan perguruan tinggi.

Jadi bisa dibilang saya dan seluruh wisudawan telah berhasil dalam pendidikan, minimal sampai Strata 1. Namun berbalik dengan yang disampaikan ibu Nuriyah, urusan saya dengan gelombang percintaan selalu menemui kegagalan. 

Ya memang tidak pantas untuk menyamakan diri dengan Gus Dur, tentu saya sangatlah jauh dari kesempurnaan yang dimiliki beliau. Tapi, setidaknya, dengan membaca Tokoh-tokoh besar, ada lah ya, yang mungkin diri kita mencoba untuk mengkaitkannya.

Meski Gus Dur waktu itu tidak selesai perkuliahan di Al-Azhar, Gus Dur masih punya kesuksesan cinta dengan ibu Nuriyah. Tentu Ibu Nuriyah sukses Untuk membuat Gus Dur tentram hatinya.

Eh kembali lagi ke pembahasan tadi, urusan cinta selalu menemui kegagalan. Ceritanya ada saja, mulai dari yang si dia yang dingin, mainstream tidak pacaran, sampai sudah punya pasangan sebelum mengungkapkan perasaan. Kalau begitu, ya mending mundur alon-alon kata sahabatku.

Ya mau bagaimanapun, tulang rusukku masihlah ganjil, artinya masih ada harapan. Hahaha, guyonanku dengan sekomplotan. Saya jadi khawatir, kalau ada pikiran gausah menikah aja, mati aku! Bisa-bisa tidak diridhoi nabi Muhammad karena ga mengikuti Sunnahnya.

Tapi saya jadi banyak belajar dari surat yang disampaikan ibu Nuriyah kepada Gus Dur. Membaca suratnya saja hati ikut tentram. 

Kiranya yang dapat dipelajari yaitu pertama, bahwa setiap kegagalan pasti ada keberhasilan pada sisi yang lain. Seperti Gus Dur itu, meski pada akhirnya Gus Dur menyelesaikan studinya di Baghdad.

Kedua, percaya akan kembalinya keberhasilan. Menurut saya, Gus Dur jadi sukses dua duanya, ya urusan pendidikan sekaligus urusan cinta. Lengkap sudah kan!

Ketiga, tidak menjadikan kegagalan sebagai problematika yang besar, yang menjadi kambing hitam setiap langkah kehidupan. Tapi ingat,yang menjadi problem memang harus dihadapi.

Keempat, bahwa dalam hidup kita pasti akan ada orang yang setia mendukung kita. Baik Sahabat, teman, orang tua, guru dan kadang-kadang orang yang tiba-tiba hadir tanpa sengaja.

Minimal empat itulah yang bisa saya sebutkan, sehingga segagal-gagalnya urusan cinta, tetaplah tenang! Keberhasilan pasti akan datang kan?


Oleh Ahmad Farichin (orang yang takut perempuan)

Bagikan :

Tambahkan Komentar