Oleh ; Fatkhur Rohman
Santri Pondok Pesantren Hidayatullah
Tuk Songo Pringsurat
Hakikat budaya dan agama bukan
sebagai lawan, namun keduanya saling berkesinambungan di dalam aplikasi
kehidupan. Budaya zaman sekarang identik
dengan tren yang umumnya menjadi prosepsi yang harus diikuti demi mendapat
nilai kewajaran, didorong dengan kemajuan jagat media yang menekan mobilisasi
kehidupan. Agama sebagai sumber referensi kehidupan memiliki posisi penuh untuk
menggandeng berjalanya budaya agar tidak keluar dari norma agama.
Namun fenomena saat ini berlawanan
dengan kaidah yang seharusnya seiringan antara agama dan budaya. Mindset
sesat baru-baru ini sudah menjamur dikalangan masyarakat kita dalam memandang
apa itu pendidikan, bahwa prestasi akademik menjadi prioritas utama khususnya
materi ujian nasional atau materi-materi penunjang pendaftaran kejenjang
pendidikan yang lebih tinggi. Anak dituntut agar dapat menggunakan waktu
belajarnya untuk mengejar target tersebut, padahal pendidikan dan pengajaran
memiliki fungsi dan tujuan sebagai pembentuk kecerdasan spiritual, intelektual,
dan emosional dalam menghadapi farian kehidupan, bagaimana menempatkan diri dan
memawas lingkungan sekitar dalam kerancauan globalisasi yang makin menjadi.
Fenomena Remaja Zaman Sekarang
Ironi bila membicarakan keadaan
generasi kita baru-baru ini, prestasi bukan lagi menjadi topik hangat di
kalangan remaja. Namun pergeseran zaman menyeret generasi kita kepada hal-hal
tak berfaedah bahkan negatif yang telah menjamur di lingkungan kita saat ini,
telinga kita seringkali diganggu dengan berita-berita negatif berhubungan
dengan remaja. Minum-minuman keras, geng motor yang ugal-ugalan, tawuran antar
pelajar, pornografi, pornoaksi, hingga tingginya angka kehamilan di luar nikah,
bahkan pelecehan terhadap guru.
Masih hangat beberapa waktu lalu
demo berbau tawuran upaya menolak RUU KUHP dan revisi UU KPK dari golongan
pelajar yang turut menyeret para remaja SMA, selanjutnya melahirkan
masalah-masalah yang objektif terhadap demonstran yang masih menyandang
pendidikan tingkat SMA. Seharusnya hal tersebut tidak perlu terjadi,
demonstrasi atau pernyataan protes yang dilakukan secara masal (KBBI) patutnya
dilakukan oleh para intelektual yang faham mengenai permasalahan dan mengerti
solusi dari persoalan yang dipermasalahkan. Demonstrasi bukan ajang pelampiasan
hasrat atau bahkan huru-hara dengan melibatkan para remaja yang masih dalam
tahap pematangan fikiran yang tentu masih membutuhkan pengarahan dalam
merealisasikan apa yang difikirkan.
Degradasi moral yang tengah dialami
anak muda saat ini sangat kompleks, bahkan jika kita mengingat kembali beberapa
bulan lalu pada kasus pelecehan beberapa siswa kelas IX terhadap guru yang
vidionya sempat viral. Tindakan siswa yang tak masuk akal menyawer salah satu
gurunya saat hendak memulai pelajaran bahkan ada dari siswa yang belum
mengenakan baju, ini menggambarkan hancurnya akhlak dan pola perilaku remaja.
Posisi Orang Tua Untuk Anak
orang tua memiliki posisi yang sentral
dalam upaya mendidik anak-anaknya, bila posisi tersebut tergantikan maka tidak
memungkiri kegagalan dalam masa belajar anak. Situasi lingkungan anak pada
zaman ini berlawanan dengan apa yang ada dimemori masa kecil kita dulu,
kemajuan fasilitas teknologi komunikasi disekitar kita menimbulkan arus kuat masuknya
budaya, informasi, lifestyle asing dalam lingkungan kita sehingga rentan
bagi anak untuk terjebak didalamnya. Orang tua harus cerdas dalam memposisikan
diri sebagai guru nomor satu untuk mengarahkan dan menggandeng anak-anaknya
sesuai dengan porsi pendidikan, intensif mengawal pola kehidupan anaknya serta
membentenginya dengan norma-norma agama dan budaya.
Tambahkan Komentar