Semarang, Hariantemanggung.com - Jajaran pengurus Lembaga Pendidikan Ma'arif PWNU Jawa Tengah
sowan di rumah Rais Syuriah PWNU Jawa Tengah KH. Ubaidillah Shodaqoh pada Kamis
malam (13/6/2019). Selain Ketua LP Ma'arif PWNU Jateng, R. Andi Irawan bersama
jajaran pengurus, dihadiri juga Sekretaris PWNU Jateng KH Hudallah Ridwan Naim.
Saat berdiskusi, banyak hal dibahas tentang peran LP Ma'arif NU dalam
mencegah radikalisme di lembaga pendidikan di bawahnya. Meski demikian, sampai
detik ini semua madrasah dan sekolah Ma'arif di Jateng steril dari wabah
radikalisme.
"Tidak ada satupun sampai hari ini teroris dari madrasah dan
sekolah Ma'arif. Dari 3000 sekolah dan madrasah Ma'arif, tidak ada yang
melahirkan terorisme. Justru teroris lahir dan banyak di sekolah-sekolah
negeri. Mereka dibayar negara tapi justru melahirkan orang yang melawan
negara," tegas Sekretaris PWNU Jateng KH Hudallah Ridwan Naim.
Tahun 2015, hasil survei SETARA Institute for Democracy and Peace
(SIDP) yang dilakukan pada siswa SMA Negeri di Bandung dan Jakarta menunjukkan,
sekitar 8,5 persen siswa setuju dasar negara diganti dengan agama dan 9,8
persen siswa mendukung gerakan Negara Islam di Irak dan Suriah
(NIIS). Hasil penelitian PPIM UIN Jakarta tahub 2017 yang dilakukan
terhadap siswa/mahasiswa dan guru/dosen dari 34 provinsi di Indonesia,
menunjukkan sebanyak 34,3 persen responden memiliki opini intoleransi kepada
kelompok agama lain selain Islam.
Menurut Gus Huda, di Jateng trendnya hampir sama. Sekolah maupun kampus
negeri rentan disusupi faham radikal dan intoleran. Hal itu dapat dilihat dari
data yang dirillis BNPT pada 2018 bahwa 7 Perguruan Tinggi Negeri (PTN)
terpapar radikalisme. Mulai dari Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi
Bandung (ITB), Institut Pertanian Bogor (IPB), Universitas Diponegoro (Undip),
hingga Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Universitas Airlangga
(Unair), dan Universitas Brawijaya (UB).
Gus Huda juga menegaskan, bahwa banyak sekali program pemerintah yang
tidak menyelesaikan masalah di akar rumput khususnya di lembaga pendidikan
negeri.
Sementara itu, Rais Syuriah PWNU Jateng KH Ubaidillah Shodaqoh
menceritakan pengalamannya saat awal-awal dulu mengajar di sekolah. Beliau
mengakui radikalisme di sekolah negeri memang tersistem dan menjadi lahan empuk
penyebaran faham yang bertentangan dengan agama dan nasionalisme.
Bahkan, untuk di kampus negeri, menurutnya adanya organisasi mahasiswa
seperti PMII, HMI, dan GMNI tidak bisa melawan pergerakan HTI. "Tadi saya
ada tamu yang membahas hal itu. Simpulannya, saat ini PMII, HMI, dan GMNI susah
untuk melawan pergerakan perkembangan ideologi HTI yang masih berjalan dan
menyusup di kampus-kampus negeri," katanya.
Pihaknya berharap, LP Ma'arif yang menaungi ribuan madrasah dan sekolah
se Jateng untuk konsisten mengajarkan Islam rahmat dan toleran dan
menjunjungtinggi nasionalisme. Sebab, meski NU sendirian, namun tetap konsisten
dalam menjaga keutuhan Islam dan NKRI. (htm55/Ibda).
Tambahkan Komentar