![]() |
Ilustrasi Jpnn.com |
Oleh
Wawan Gunawan Sihab
Mahasiswa
Prodi PAI STAINU Temanggung
Tak lama ini, Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan
(PPP), Romahurmuziy yang akrab dipanggil Romi ditangkap dalam operasitangkaptangan
(OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Masyarakat di
Nusantara pun terkejut, tak menyangka jika
penangkapan Romi ternyata berkait dengan pihak lain. Adalah
fakta, KPK meneruskan langkahnya dan hingga tulisan ini dibuat masih belum
berujung.
KPK, misalnya, menyegel dan menggeledah
ruang kerja Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin. Ruangan Sekjen dan Kepala
Biro Kepegawaian Kementerian Agama (Kemenag) pun ikut jadi sasaran penyegelan.
KPK bergerak begitu cepat. Tentu memprihantikan,
kementerian yang “suci” masih terjangkiti kasus korupsi.
Dari info yang beredar di media,
ditemukan uang bernilai ratusan juta rupiah berbentuk rupiah dan dolar di
ruangan Menteri Agama. Sebelumnya, ditemukan juga ratusan juta rupiah yang
ditengarai berhubungan dengan proses transaksi jual-beli jabatan yang dilakukan
Romi. Dan, uang itu juga yang dijadikan bukti, sehingga Romi dan pihak Kanwil
Kemenag Provinsi Jawa Timur dan Kepala Kankemenag Kabupaten Gresik tertangkap
tangan oleh KPK. Tak ayal, Romi dan rekan-rekannya itu digelandang ke gedung
Merah dengan berbajukan rompi warna oranye itu.
Berulang-ulang
Bukan kali ini saja kasus korupsi menimpa pejabat di
Kemenag RI. Beberapa kasus korupsi pernah terjadi dan sudah disingkap dengan
sejumlah terhukum yang terpaksa meringkuk di dalam sel penjara. Mungkin,
ingatan publik masih segar soal kasus dana haji yang menjerat dan berujung pada
terpenjaranya Suryadharma Ali, mantan Menteri Agama yang juga Ketua Umum PPP.
Kemudian, ada kasus korupsi proyek pengadaan Alquran yang
amat memalukan itu yang telah memenjarakan Zulkarnain Djabar dan anaknya, serta
seorang politikus Partai Golkar, Fahd A Rafiq. Ada juga korupsi
dana pembangunan masjid di NTB. Proyek pengadaan buku pun ikut dilalap.
Pengadaan alat laboratorium untuk Madrasah Tsanawiyah juga tak ketinggalan
dikorup oleh pejabat di Kemenag.
Sebagai publik kita tentu patut bertanya
ada apa dengan Kemenag RI ini? Mengapa kasus korupsi begitu mewabah dan sering
terjadi di kementerian ini? Mengapa itu harus terjadi? Bahkan, mereka seperti
tak mau kalah dengan beberapa kementerian lain, seperti Kementerian
Perhubungan, misalnya.
Harus disadari, tertangkap tangannya
Romi oleh KPK beberapa hari lalu, telah menambah catatan buruk pada halaman
Buku Kementerian Agama. Jujur saja, ada hal yang kurang bisa diterima oleh
publik. Simpulnya, tak pantas dan tak bermoral rasanya perilaku pejabat di
Kementerian. Jika kasusnya terjadi sekali, mungkin boleh jadi ini dapat
dimaklumi sebagai faktor “kekhilafan”, tak disengaja, kesalahan administratif,
atau apalah namanya. Tapi, ini bukan. Tidak hanya sekali. Berkali-kali. Pikiran
kita pun menerawang ke mana-mana sampai dihinggapi banyak pertanyaan.
Bukankah kementerian ini merupakan pihak
terdepan yang ditugaskan untuk mengurus soal layanan kepada umat beragama di
Tanah Air? Tidakkah lembaga ini yang berwenang menata atau membenahi persoalan
keagamaan, termasuk mendidik, membina akhlak dan moral sumber daya manusia
(SDM) di negeri ini? Bukankah kementerian ini yang mengurus segala persoalan
keumatan, mulai perkawinan, perselisihan rumah tangga, perceraian, harta
warisan, dan lainnya dengan unsur perangkat paling lengkap, dari tingkat
nasional, provinsi, kabupaten/kota, hingga kecamatan?
Bukankah kementerian ini juga yang
menaungi dan mengelola masalah pendidikan keagamaan mulai dari MIN, MTsN, MAN,
hingga perguruan tinggi, termasuk juga pesantren? Bukankah umat Islam yang
ingin berhaji ke Tanah Suci juga diurus, dikelola, dan dilayani oleh
Kementerian Agama ini? Ini pertanda bahwa kedudukan kementerian ini paling
strategis dalam konteks pembangunan bangsa ini. Bahkan, lewat kementerian ini
kualitas bangsa ini ditentukan.
Jika perilaku korup yang amat tidak patut itu selalu
dipertontonkan berulang-ulang oleh mereka, para pejabat Kemenag ini, kita
selaku rakyat tentu pantas kecewa. Mereka seperti tidak jera-jera,
tidak kapok-kapok, dan terkesan tidak malu kepada rakyatnya. Betapa hancurnya nurani rakyat manakala institusi yang
begitu dipercayai dan diyakini sebagai penuntun umat, pembenah moral anak-anak
bangsa, pemberi contoh akhlak yang baik bagi tunas-tunas bangsa, justru tumbuh
menjadi lembaga yang buruk rupa. Lembaga yang di dalamnya berisikan
(sebagiannya) oleh para pejabat korup, yang bermental “maling” itu.
Jual-beli Jabatan
Publik, apalagi umat Islam, tak bisa membayangkan, sebuah
institusi berlabel keagamaan yang didirikan sebenarnya untuk menjalankan misi
mulia di bidang keagamaan, justru dipenuhi praktik jual-beli jabatan
eselonering, bisnis catering, tempat “mengolah” data antrean haji, meraih
kekayaan dengan jalan yang salah, dan dijadikan ajang permainan yang melenakan
mereka.
Jabatan yang ditempatkan oleh para
pejabat bukan lewat seleksi, tapi diatur suka-suka dengan indikator bukan pada
nilai skor kompetensi, tapi nilai “setor” tanpa kuitansi. Seorang rekan yang
bergelar profesor sampai menghela nafas panjang ketika bercerita soal
kementerian yang satu ini. Tak habis pikir, dan rasanya hampir setengah gila.
Kasus korupsi yang kerap terjadi di
Kementerian Agama tentu memprihatinkan semua pihak. Umat Muslim yang menghuni
sebagian besar wilayah Republik ini adalah yang paling tergores dan terluka
hatinya. Wajar saja jika umat bersedih atas kenyataan ini.
Umat kian sadar tentang perilaku pejabat
kita. Berbaju jas rapi, berpidato berapi-api, itu semua belum menjamin mereka
bersih dari perbuatan tercela. Yang tampak, seakan mereka selalu bersama
rakyat, membela rakyat, dan serius menuntun umat ke jalan yang benar. Tapi,
nyatanya mereka masih asyik sibuk membangun jalan menuju ke neraka, bukan ke
surga yang diimpikan umat.
Sayangnya, rakyat yang tak berdosa tak
pernah tahu tentang perilaku para pejabat. Dikala rakyat sedang menanti harapan
adanya perbaikan kesejahteraan, justru di balik sana para pejabat sedang
berleha-leha di atas derita rakyat. Sungguh memilukan dan memalukan.
Solusi
Pertama
dalam rangka pencegahan korupsi adalah Pengawasan dengan Pendekatan Agama
(PPA). Hal ini kemudian diperkuat dengan program keempat dan kelima, yakni
keberadaan Unit Pengendali Gratifikasi (UPG) dan penulisan footer pada surat
tugas yang berisi pelaksana tugas dilarang menerima gratifikasi.
Kedua
terkait dengan pengawasan eksternal, yakni Laporan Hasil Kekayaan Pejabat
Negara (LHKPN) dan Laporan Hasil Kekayaan Aparatur Sipil Negara (LHKASN). Ketiga harusnya kemenag juga melakukan
injeksi nilai-nilai anti korupsi pada kurikulum yang diterapkan pada madrasah. Pencegahan
korupsi di lingkungan pendidikan tinggi juga dilakukan dengan keberadaan Satuan
Pengawasan Internal (SPI) pada Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri (PTKN).
Tambahkan Komentar