![]() |
Ilustrasi http://Mediajurnal.com |
Oleh Widyaningrum
Mahasiswi Prodi PAI STAINU Temanggung
Seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih game online dianggap sebagai hal yang
tak tabu. Game online banyak
digandrungi oleh gamers lebih
spesifiknya para remaja. Berbeda dengan permainan tradisional yang mengandalkan
kekuatan otot-otot tubuh, game online
lebih banyak berpikir dan mengandalkan kelincahan jari-jemari dibantu daring
(dalam jaringan). Namun, belakangan ini terdapat salah satu game yang sedang gencar diperbincangkan yaitu
mengenai Majelis Ulama indonesia (MUI) yang memberikan wacana fatwa haram untuk
game Player’s Unknown Battle Ground
(PUBG) mengapa? Dikarenakan setelah kejadian terror di Kota Christchurch,
Selandia Baru. Lalu bagaimana tanggapan masyarakat mengenai adanya fatwa
haramnya PUBG ini?
Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Niam menyebut enggan memberikan penilaian
mengenai hubungan game dengan aksi terror
di Selandia Baru. Baginya yang terpenting semua pihak menjadikan peristiwa
tersebut sebagai momentum untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap radikalisme
dan terrorisme (Detiknews, 26/3/2019).
Sangat ironis jika game yang
diracang menimbulkan efek yang tak terduga. Banyak pelajar yang tugasnya
menuntut ilmu tetapi sampai sekolah ternyata lebih mementingkan aktifitas
bermain game online. Ada juga yang
menyalahgunakan game sebagai praktik
berjudi. Ada juga orangtua yang membiarkan anaknya untuk bermain game tanpa mengenal waktu sehingga
banyak kehilangan quality time
bersama keluarga dan orang di sekitarnya. Bahkan permainan tradisional perlahan
mulai melenyap dengan adanya game online.
Apalagi jika game online yang berbau
kekerasan dimainkan kepada anak-anak, hal itu dapat menimbulkan efek negatif
karena anak-anak memiliki rasa penasaran yang lebih dan cenderung ingin
menirukan adegan yang ada.
Terkait wacana fatwa MUI PUBG haram ini membuat beberapa pihak angkat
bicara. Salah satu di antaranya yaitu komunitas game PUBG di Maros, Sulawesi Selatan, (Ketua Komunitas PUBG Maros)
Caherul menyayangkan adanya wacana fatwa tersebut. Pasalnya, game PUBG
merupakan wadah bagi Caherul dan rekan-rekannya untuk mengisi waktu luang
dengan kegiatan yang positif. Menurutnya game
PUBG ini secara tidak langsung menjauhkan mereka dari kegiatan yang negatif,
seperti balap liar dan narkoba (Tribun Jateng.com, 23/3/2019).
Banyak pro kontra berkaitan wacana fatwa MUI mengenai PUBG Haram. Di satu
pihak ada yang setuju mengenai fatwa haramnya game ini karena beranggapan banyak mafsadah/ kerusakan yang
ditimbulkan, di lain pihak juga ada yang tidak setuju mengenai fatwa PUBG haram
karena beranggapan banyak manfaat yang didapat. Sekiranya perlu pembahasan yang
lebih mendalam mengenai fatwa haram PUBG ini. Menurut saya game tersebut tidak harus dinyatakan dalam tingkat level hukum
haram, semisal dinyatakan haram harus ada bukti yang kuat alasan pengharaman game tersebut.
Forum Group
Discussion (FGD) yang dilaksanakan pada Selasa (26/3) oleh Majelis Ulama Indonesia
(MUI), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), hingga Kementerian Komunikasi
dan Informasi (Kominfo) yang mendiskusikan mengenai fenomena game yang mengandung unsur kekerasan,
diselenggarakan secara tertutup. Dari diskusi tersebut ada kesepahaman yang
akan menjadi catatan hasil diskusi terkait fatwa game online berpotensi kekerasan (Indozone, 29/3/2019).
Niam menyatakan, “Pertama, game merupakan
produk budaya yang di dalamnya terdapat manfaat dan mafsadah, untuk itu peserta
FGD memiliki kesamaan pandangan untuk mengoptimalkan sisi positif game dengan ikhtiar di antaranya
mengkanalisasi melalui e-sport, mengoptimalkan nilai kemanfaatan, kemudian
meminimalisir dampak negatif.”
“Kedua, untuk kepentingan optimasi kesadaran publik, Komisi Hukum MUI
mengusulkan adanya review Permen No. 11 Tahun 2016 yang merupakan ikhtiar
pemerintah memberikan pengaturan terhadap game
agar bisa lebih tinggi manfaaatnya dan dicegah mafsadah (kerusakan) yang
ditimbulnya.” Lanjutnya
Yang terakhir untuk game PUBG
adalah adanya batasan usia, konten, dan waktu serta dampak yang akan
ditimbulkan. Selain itu ada juga pelarangan terhadap berbagai jenis game yang berkonten pornografi,
pejudian, perilaku sosial menyimpang, juga yang dilarang secara agama maupun
peratran perundang-undangan.
Manfaat dan Mafsadah
Mengenai fatwa tersebut sekiranya perlu di tengahkan dahulu bagaimana
kelanjutan dari permasalahan ini. Saya kira memang tidak harus langsung tertuju
pada tingkat level hukum haram, karena banyak juga gamers yang menggunakan game
ini sebagai wadah kegiatan yang positif. Ditakutkan jika fatwa yang dikeluarkan
langsung mengharamkan game tersebut malah menimbulkan mafsadah.
Pihak pengembang game PUBG
Mobile, Tencent merilis sebuah fitur yang dapat membatasi waktu bermain dan
telah diuji coba sejak 21 Maret di India. Fitur tersebut berupa sebuah pesan
yang akan muncul ketika pemain PUBG Mobile sudah mencapai waktu 6 jam (Tribun
Jateng.com 26/3/2019). Menurut saya fitur tersebut juga perlu diuji coba di
Indonesia, supaya manfaatnya tetap terjaga serta dapat menimalisir mafsadah.
Selanjutnya saya kira kesepahaman dari hasil FGD juga perlu dijalankan, di antaranya:
Pertama, mengoptimalkan sisi positif game
dengan cara mengkanalisasi melalui e-sport, mengoptimalkan nilai manfaat, meminimalisir
ampak negatif.
Kedua, ikhtiar pemerintah memberikan pengaturan terhadap game agar bisa
lebih tinggi manfaaatnya dan dicegah mafsadah (kerusakan) yang ditimbulnya.
Ketiga, untuk game PUBG adalah adanya batasan usia, konten, dan waktu serta
dampak yang akan ditimbulkan. Selain itu ada juga pelarangan terhadap berbagai
jenis game yang berkonten pornografi, pejudian, perilaku sosial menyimpang,
juga yang dilarang secara agama maupun peraturan perundang-undangan.
Tambahkan Komentar