![]() |
Suasana kuliah umum KPPU di STAINU Temanggung |
Temanggung - Komisi Pengawas Persaingan
Usaha (KPPU) RI mengajak semua mahasiswa-mahasiswi STAINU Temanggung untuk
melawan kartel. Sebab, kartel yang ada di Indonesia selama ini berkelomok
dengan tujuan menetapkan harga, untuk membatasi suplai dan kompetisi yang
merugikan banyak pihak. Monopoli perdagangan di Indonesia ini tidak cukup
dilihat saja, namun harus diawasi dan dilaporkan kepada KPPU RI.
Demikian yang disampaikan Komisioner KPPU
Saidah Sakwan, MA saat Kuliah Umum Hukum Persaingan Usaha di Indonesia pada
ratusan mahasiswa dan civitas akademika STAINU Temanggung, Rabu (25/4/2018).
Hadir jajaran Pembantu Ketua STAINU Temanggung, Kaprodi-Sekprodi, dosen,
karyawan dan mahasiswa-mahasiswi dan sejumlah tamu undangan.
Kuliah yang bertempat di aula lantai 4
STAINU Temanggung ini disampaikan Komisioner KPPU Saidah Sakwan, MA, yang menjelaskan
tentang hukum dan polemik persaingan usaha yang ada di Indonesia di era sekarang
ini.
“Kartel merupakan problem yang begitu
besar walaupun tidak terasa oleh msyarakat umum” katanya. Sebuah problematika
yang tidak dirasakan oleh umum namun imbas dari kejadian tersebut sangat besar.
Itu merupakan salah satu persaingan dalam dunia usaha yang tidak fair
competition. Dikarenakan memungut keuntungan kelompok yang imbasnya kepada
rakyat,” tandasanya dalam seminar tersebut.
Direktur Institute for Research and
Community Development Studies (IRCOS) Jakarta ini juga menegaskan, bahwa
berdirinya KPPU karena kebutuhan negara untuk mengawal persaingan usaha agar
sehat. “Awal mula KPPU ini terbentuk pada tahun 1999 atas polemik yang ada saat
era reformasi berkobar. Karena perekonomian saat itu sedang tidak stabil,
sehingga dengan terbentuknya ini (KPPU) sebagai langkah pemerintah untuk
menstabilkan perekonomian yang ada,” beber perempuan kelahiran Demak tersebut.
Dilanjutkan, bahwa kompetisi usaha jangan
sampai praktik monopoli akan tetapi untuk monopolinya boleh. “Semuanya ada batasan
agar semuanya bisa seimbang seperti yang disampaikan di UU Nomor 5 Tahun 1999. Termasuk
6 unsur yang perlu diperhatikan mulai dari perjanjian yang dilarang, kegiatan
yang dilarang, posisi dominan, KPPU, penegakan hukum dan ketentuan lain-lain
untuk terciptanya pengetahuan akan usaha dan dapat terciptanya persaingan yang
sehat,” ujar perempuan yang pernah bekerja sabagai Staf Khusus Menteri Negara
Pemberdayaan Perempuan pada tahun 2001 – 2003 tersebut.
Praktik monopoli, kata dia, merupakan
pemusatan kekuatan ekonomi oleh salah satu atau lebih pelaku usaha yang
mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan jasa
maupun keduanya sehingga menimbulkan persaingan usaha yang tidak sehat serta
memungkinkan kerugian terhadap kepentingan umum. “Oleh karena itu kenapa praktik
dari monopoli itu dilarang,” tandas mantan anggota DPR RI tersebut.
Hal tersebut, lanjut dia, menjadi problem
yang ada sekarang ini. “Termasuk kejadian masalah kartu perdana disaat whatsapp
masih belum merajalela dan sms masih mahal. Dari 6 operator mereka sepakat
untuk harga /sms adalah Rp. 350. Secara realita kebiajakan pemerintah adalah
Rp. 74. Bisa dibayangkan bahwa dalam sehari sudah mendapat keuntungan berapa
dalam sekali klik sms terkirim bagi para pengguna,” tegasnya dengan penuh
semangat.
Disambungnya, bahwa hal tersebut juga
merupakan hal yang tidak pantas dilakukan karena merupakan kartel dan kartel sendiri
adalah salah satu tindakan yang bukan mencerminkan persaingan sehat.
Di akhir kuliah umum, ia mengajak dialog
mahasiswa-mahasiswi STAINU Temanggung dan menyeru untuk melakukan usaha yang
sehat, bersih dan sesuai aturan. Sebab, KPPU sangat membutuhkan peran mahasiswa
dalam mengawasi sampai menindak pelanggaran usaha yang tidak sehat. (htm55/Wahyu Egi
Widayat).
Tambahkan Komentar