Ilustrasi Tiang Mikro Seluler
Hariantemanggung.com - Polemik antara Pemprov DKI Jakarta dengan PT. Bali Towerindo Sentra (Bali Tower) pemilik tiang mikroseluler di Jakarta seakan tidak menemukan titik terang. Direktur Eksekutif Jakarta Research and Public Policy (JRPP), Muhamad Alipudin mengingatkan bahwa pelayanan publik jangan sampai terganggu dengan adanya proses negosiasi.

“Semakin lama proses ini berjalan, cepat atau lambat akan mengganggu pelayanan publik. Stabilitas supply dengan demand harus dijaga. Ketegasan Pemprov DKI saat ini sangat dibutuhkan, kalau memang pihak swasta melanggar ya ditindak saja,” kata Alipudin lewat pesan tertulis, Kamis (22/02/18).

Alipudin menambahkan bahwa pihak swasta harus mengikuti aturan main yang berlaku. “Pemprov DKI berhak untuk menindak tiang mikroseluler yang berdiri di atas tanah pemerintah. Pemprov DKI punya potensi kerugian besar jika praktiknya seperti ini,” tegas Direktur Eksekutif JRPP itu.

Data Badan Pengelola Aset Daerah (BPAD) tercatat 1.129 tiang seluler milik swasta yang berdiri di atas tanah milik Pemprov DKI tanpa membayar sewa. Jika harga sewa terendah saja sebesar Rp. 35 juta per tiang, maka Pemprov DKI menelan kerugian sebesar Rp. 39 miliar per tahun.

Adapun aturan penyelenggaraan tiang seluler untuk Provinsi DKI Jakarta pun sudah lengkap. “Ada di dalam Kepgub No. 149 Tahun 2000, Pergub No. 195 Tahun 2010, dan Ingub No. 60 Tahun 2009 khusus penyelenggaraan Microcell,” sebut Alipudin.

Alipudin pun mengatakan bahwa Pemprov DKI harus menjamin kelangsungan bisnis seluler. “Penertiban tiang seluler, selain melalui aturan yang sudah saya sebutkan, juga melalui kebijakan membuat Pansus agar polemik ini segera terselesaikan. Dengan adanya Pansus, proses bisnis seluler di Jakarta tidak akan terganggu,” kata Alipudin. (htm44/hms).
Bagikan :

Tambahkan Komentar