Oleh: Khansa Aisyatul Nabilla

Di tengah derasnya arus globalisasi dan menjamurnya minuman modern seperti boba, kopi susu, dan berbagai jenis minuman kekinian lainnya, Indonesia tetap memiliki kekayaan kuliner tradisional yang tak lekang oleh waktu. Salah satu minuman tradisional yang masih bertahan dan digemari adalah es dawet. Minuman ini bukan hanya menyegarkan, tetapi juga menyimpan nilai historis dan budaya yang sangat kental. Es dawet telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Jawa sejak zaman dahulu, dan hingga kini masih mudah dijumpai di pasar tradisional, warung kaki lima, hingga acara-acara pernikahan adat.


Secara umum, es dawet terdiri dari empat komponen utama, yaitu dawet (atau sering disebut cendol), santan, gula merah cair, dan es batu. Dawet dibuat dari tepung beras atau tepung hunkwe yang dimasak hingga kenyal, kemudian dicetak memanjang dengan bantuan cetakan berlubang. Warna hijau dawet berasal dari air daun pandan atau daun suji, yang juga memberikan aroma harum alami. Kemudian, santan yang digunakan biasanya santan kental dari kelapa parut segar yang dimasak terlebih dahulu agar tidak cepat basi. Gula merah cair dimasak bersama sedikit garam dan daun pandan untuk menambah rasa manis yang khas dan legit. Ketika semuanya dicampur dalam satu gelas dan ditambahkan es batu, maka hadirlah segelas es dawet yang menyegarkan, gurih, dan manis.


Minuman ini memiliki banyak sebutan di berbagai daerah. Di Jawa Tengah dan sebagian Jawa Timur dikenal sebagai “es dawet”, sedangkan di wilayah Sunda (Jawa Barat) lebih dikenal dengan nama “es cendol”. Meski namanya berbeda, bahan dan penyajiannya relatif sama. Salah satu versi es dawet yang terkenal berasal dari Banjarnegara, dikenal dengan nama Es Dawet Ayu. Minuman ini menjadi ikon kuliner daerah tersebut dan bahkan telah dikenal luas hingga ke mancanegara. Perbedaan es dawet dari masing-masing daerah terletak pada bahan pelengkap, bentuk dawet, atau tingkat kekentalan kuah santannya.


Es dawet bukan hanya sekadar minuman biasa, tetapi juga memiliki makna budaya yang dalam. Dalam tradisi pernikahan adat Jawa, ada prosesi yang dikenal sebagai "dawet manten", yaitu ritual penjualan dawet oleh kedua orang tua pengantin. Ritual ini melambangkan harapan agar pengantin mendapatkan rezeki yang lancar dan kehidupan rumah tangga yang manis serta harmonis. Hal ini menunjukkan bahwa es dawet telah lama menjadi bagian dari nilai simbolik masyarakat Jawa yang sarat filosofi.


Seiring dengan perkembangan zaman, es dawet mengalami banyak inovasi. Jika dahulu dijual dengan cara dipikul atau menggunakan gerobak sederhana, kini es dawet hadir dalam bentuk kemasan modern dan dijual di kafe atau toko minuman. Banyak juga yang menambahkan topping kekinian seperti tape ketan, nangka, cincau, bahkan es krim vanila agar tampil lebih menarik bagi generasi muda. Di media sosial, tidak sedikit konten kreator kuliner yang memperkenalkan es dawet dalam konten mereka dengan gaya visual yang lebih menarik dan modern. Hal ini secara tidak langsung membantu memperluas jangkauan es dawet dan menarik perhatian pasar yang lebih luas, termasuk anak-anak muda.


Selain menyegarkan, es dawet juga bisa menjadi peluang usaha yang menjanjikan. Bahan-bahan untuk membuatnya mudah didapat dan relatif murah. Proses pembuatannya juga tidak terlalu rumit, sehingga siapa pun bisa mencoba membuat dan menjualnya. Banyak pelaku UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) yang mulai memasarkan es dawet dalam kemasan botol plastik higienis dengan label menarik. Melalui pemasaran digital dan media sosial, es dawet kini bisa menjangkau konsumen yang lebih luas, bahkan hingga luar negeri melalui produk ekspor kuliner.


Dalam konteks pelestarian budaya, es dawet adalah contoh nyata bagaimana warisan kuliner tradisional bisa tetap eksis jika terus dikembangkan tanpa meninggalkan keasliannya. Perpaduan antara rasa, tampilan, dan nilai budaya membuat es dawet lebih dari sekadar minuman — ia adalah identitas kuliner Nusantara yang membanggakan. Oleh karena itu, sebagai generasi muda, sudah sepatutnya kita turut menjaga dan mempromosikan minuman tradisional ini agar tidak tergeser oleh tren semata. (Sumber foto: Haluan.co).

Bagikan :

Tambahkan Komentar