Kajian Hasil Seminar Nasional Pendidikan Ingklusif, Holistik dan Aswaja
INISNU Temanggung 15 Februari 2025
Oleh: Dr. Joni, M.Pd.B.I

Pendahuluan
Pendidikan yang menekankan keseimbangan akademik, sosial, dan spiritual semakin menjadi kebutuhan utama dalam membangun sistem pembelajaran yang adil dan berkeadilan. Kasus meningkatnya intoleransi dan radikalisme di kalangan generasi muda, seperti yang ditunjukkan dalam laporan Setara Institute (2022) tentang meningkatnya eksklusivisme di lembaga pendidikan, menyoroti urgensi pendekatan pendidikan yang lebih holistik dan inklusif. Selain itu, laporan UNESCO (2021) juga menunjukkan bahwa kesenjangan akses pendidikan di berbagai negara, termasuk Indonesia, masih menjadi tantangan serius yang menghambat pemerataan kesempatan belajar bagi semua anak.

Dalam konteks ini, konsep pendidikan holistik dan inklusif berbasis Ahlus Sunnah wal Jamaah (Aswaja) menawarkan solusi dalam menghadapi tantangan tersebut. Pendekatan ini menekankan keseimbangan antara ilmu agama dan ilmu umum, serta membangun nilai-nilai toleransi, moderasi, dan penghargaan terhadap keberagaman dalam kehidupan sosial. Implementasi konsep ini tidak hanya relevan dalam pendidikan Islam, tetapi juga dalam sistem pendidikan nasional secara lebih luas guna menciptakan harmoni sosial dan mengurangi polarisasi di masyarakat.

Pentingnya pendidikan berbasis Aswaja dengan pendidikan inklusif dan holistik terletak pada upaya menciptakan sistem pendidikan yang tidak hanya menanamkan nilai keagamaan yang moderat, tetapi juga memastikan akses yang setara bagi semua peserta didik. Pendidikan berbasis Aswaja yang mengedepankan keseimbangan dan toleransi dapat menjadi fondasi dalam pengembangan pendidikan inklusif dan holistik, sehingga mencetak generasi yang tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga memiliki karakter kuat serta kepedulian sosial. Dengan demikian, pendidikan dapat berperan sebagai instrumen dalam membangun masyarakat yang lebih harmonis, adil, dan berkeadaban.

Pendidikan berbasis Aswaja mendukung pendidikan inklusif dan holistik dengan menanamkan nilai moderasi, toleransi, dan keseimbangan. Pendekatan ini memastikan akses pendidikan yang setara, membentuk individu cerdas, berkarakter, dan peduli sosial. Dengan demikian, pendidikan menjadi instrumen utama dalam menciptakan masyarakat harmonis, adil, dan berkeadaban.
  • Pendidikan Inklusif
Pendidikan inklusif bertujuan memberikan akses yang setara bagi semua peserta didik, termasuk mereka yang berkebutuhan khusus. Namun, implementasinya di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan. Data dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) per Agustus 2021 menunjukkan bahwa jumlah peserta didik pada jalur Sekolah Luar Biasa (SLB) dan inklusif adalah 269.398 anak, yang berarti hanya sekitar 12,26% anak penyandang disabilitas yang menempuh pendidikan formal. Tantangan lain meliputi penolakan dari sebagian orang tua/masyarakat, pelecehan terhadap penyandang disabilitas, serta keterbatasan Guru Pembimbing Khusus (GPK) yang berkompeten(kemenkopmk.go.id). 
  • Pendidikan Holistik
Pendidikan holistik menekankan pengembangan individu secara menyeluruh, mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Pendekatan ini sejalan dengan teori kecerdasan majemuk yang dikemukakan oleh Howard Gardner pada tahun 1983, yang mengidentifikasi berbagai jenis kecerdasan manusia. Di Indonesia, model Pendidikan Holistik Berbasis Karakter (PHBK) telah dikembangkan untuk menghasilkan individu berkarakter yang berkembang secara holistik. Yayasan Indonesia Heritage Foundation (IHF) telah mendirikan sekolah formal dari tingkatPendidikan Anak Usia Dini hingga perguruan tinggi sebagai percontohan dalam menerapkan dan mengembangkan model PHBK ini (ihf.or.id)
  • Pendekatan Aswaja dalam Pendidikan
Pendekatan Ahlus Sunnah wal Jamaah (Aswaja) dalam pendidikan menekankan prinsip keseimbangan (at-tawazun) antara aspek spiritual, intelektual, dan sosial. Implementasi prinsip at-tawazun ini bertujuan mengembangkan nilai-nilai karakter siswa yang seimbang, toleran, dan inklusif. Penelitian yang dilakukan di Madrasah Aliyah Al Azhar Banjarwati Paciran Lamongan menunjukkan bahwa penerapan prinsip ini efektif dalam membentuk karakter siswa yang berakhlak mulia dan memiliki pemahaman keagamaan yang moderat (academia.edu)
Dengan mengintegrasikan pendidikan holistik dan inklusif berbasis Aswaja, diharapkan dapat tercipta sistem pendidikan yang tidak hanya fokus pada pencapaian akademik, tetapi juga membentuk karakter peserta didik yang toleran, inklusif, dan berakhlak mulia, sehingga mampu mengatasi tantangan intoleransi dan kesenjangan akses pendidikan di Indonesia.


Aswaja, yang mencerminkan Islam moderat, menekankan prinsip tawassuth (moderat), tawazun (seimbang), tasamuh (toleran), dan i'tidal (adil). Dalam konteks pendidikan, nilai-nilai ini menjadi dasar untuk membangun lingkungan belajar yang inklusif dan berorientasi pada keadilan sosial (Azra, 2019; Wahid, 1999).

Beberapa pemikir besar seperti Al-Ghazali (Ihya’ Ulum al-Din, 11 M) dan Yusuf al-Qaradawi (Islamic Awakening Between Rejection and Extremism, 1991) telah menekankan pentingnya keseimbangan ilmu agama dan rasionalitas dalam membangun sistem pendidikan yang adaptif terhadap perubahan zaman.

Tantangan dan Solusi dalam Pendidikan Inklusif
Sistem pendidikan saat ini masih menghadapi berbagai tantangan dalam penerapan inklusivitas. UNESCO (2023) melaporkan bahwa lebih dari 40% anak berkebutuhan khusus di negara berkembang masih mengalami kesulitan dalam mengakses pendidikan yang layak. Beberapa hambatan utama yang dihadapi mencakup keterbatasan sumber daya, kurangnya pelatihan bagi pendidik, serta kurikulum yang belum fleksibel (Kemdikbud, 2009).

Sebagai solusi, diperlukan optimalisasi kebijakan pendidikan, peningkatan kapasitas tenaga pendidik melalui pelatihan berkelanjutan, serta inovasi dalam metode pembelajaran berbasis proyek dan portofolio (Harap, 2023). Regulasi nasional seperti UU No. 20/2003 dan PP No. 87/2017 telah menekankan pentingnya pendidikan karakter dan akses inklusif guna memastikan sistem pendidikan yang lebih adaptif dan relevan dengan kebutuhan peserta didik.Pendidikan Holistik: Membangun Karakter Seutuhnya

Pendidikan holistik mengembangkan berbagai aspek kecerdasan siswa, termasuk intelektual, emosional, sosial, dan spiritual. Konsep ini diperkuat dengan pendekatan pembelajaran kontekstual yang menekankan keterlibatan aktif siswa dalam menghubungkan materi dengan kehidupan nyata (Johnson, 2010).

Menurut Miller (2007), pendidikan holistik mencakup integrasi berbagai disiplin ilmu, pembelajaran berbasis pengalaman, serta keterlibatan keluarga dan komunitas dalam proses pendidikan. Model pembelajaran ini telah diterapkan di berbagai negara maju dan terbukti efektif dalam menciptakan individu yang tidak hanya unggul secara akademik, tetapi juga memiliki karakter kuat dan siap menghadapi tantangan global.

Hasil Pembahasan Seminar
Hasil pembahasan dalam seminar ini oleh pemateri Dr. Joni, M.Pd.I, yang membawakan judul ”Pendidikan Holistik Dan Inklusif Dalam Kerangka Aswaja” adalahInovasi dan pengembangan pendidikan Islam berbasis Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja) merupakan suatu proses epistemologis yang bertujuan untuk merekonstruksi serta merevitalisasi konsep, metode, dan teknologi pedagogis guna meningkatkan kualitas pendidikan Islam yang berlandaskan pada prinsip-prinsip Aswaja. Dalam perspektif filsafat pendidikan, inovasi ini harus berorientasi pada integrasi antara tradisi keilmuan Islam dan perkembangan epistemik kontemporer agar tetap relevan dengan kebutuhan sosial dan budaya masyarakat modern.

Pendidikan Islam Aswaja yang transformatif meniscayakan inklusivitas dalam menerima serta menghargai keberagaman epistemologis peserta didik, baik dalam aspek sosial, budaya, maupun intelektual. Pendekatan ini bersifat holistik dengan menekankan keterpaduan antara dimensi spiritual, rasional, emosional, dan fisik, sebagaimana konsepsi pendidikan integral dalam Islam yang merujuk pada keselarasan antara naql (wahyu) dan ‘aql (akal).

Adapun manifestasi konkret dari inovasi dan pengembangan pendidikan Islam Aswaja yang berorientasi pada relevansi, inklusivitas, dan pendekatan holistik dapat diwujudkan melalui beberapa strategi. Pertama, pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) sebagai instrumen pedagogis yang mendukung akselerasi transformasi pendidikan. Kedua, rekonstruksi kurikulum yang berbasis nilai-nilai Aswaja dan berorientasi pada multikulturalisme, sehingga mampu mengakomodasi pluralitas budaya dan perspektif keilmuan. Ketiga, penerapan metode pembelajaran yang interaktif dan partisipatif, dengan mengadopsi pendekatan andragogi serta konstruktivisme, guna mendorong kemandirian berpikir dan kritisisme akademik peserta didik.

Dengan demikian, inovasi pendidikan Islam Aswaja tidak hanya bersifat teknis dan pragmatis, tetapi juga mencerminkan suatu upaya rekontekstualisasi pemikiran Islam dalam ranah pendidikan yang tetap berpijak pada tradisi keilmuan, tetapi adaptif terhadap dinamika zaman.

Kesimpulan
Pendidikan holistik dan inklusif berbasis Ahlus Sunnah wal Jamaah (Aswaja) menjadi solusi dalam menghadapi tantangan intoleransi dan kesenjangan akses pendidikan. Pendidikan inklusif memastikan kesetaraan akses bagi seluruh peserta didik, meskipun masih menghadapi tantangan seperti keterbatasan tenaga pendidik dan penerimaan masyarakat. Pendidikan holistik menekankan pengembangan menyeluruh individu, dengan pendekatan berbasis karakter yang telah terbukti efektif. Prinsip Aswaja, seperti keseimbangan dan toleransi, berperan penting dalam membangun lingkungan belajar yang inklusif. Inovasi kurikulum, pemanfaatan teknologi, serta pelatihan tenaga pendidik menjadi strategi utama dalam mewujudkan pendidikan yang adaptif dan relevan. Pemerintah perlu memperkuat regulasi pendidikan inklusif dan holistik untuk menciptakan generasi yang cerdas, berakhlak, serta siap menghadapi tantangan global.

Saran
Untuk mewujudkan pendidikan yang inklusif dan holistik, pemerintah perlu memperkuat regulasi guna memastikan akses setara bagi seluruh peserta didik, termasuk penyandang disabilitas. Penyediaan fasilitas yang memadai, pelatihan guru yang berkelanjutan, serta kurikulum adaptif menjadi langkah penting dalam menciptakan sistem pendidikan yang lebih inklusif. Selain itu, penerapan nilai-nilai Aswaja seperti keseimbangan, toleransi, dan keadilan harus diperkuat dalam proses pembelajaran. Kolaborasi antara pemerintah, institusi pendidikan, dan masyarakat sangat diperlukan untuk mengoptimalkan pemanfaatan teknologi serta inovasi metode pembelajaran, sehingga terbentuk generasi yang berkarakter, cerdas, dan siap menghadapi tantangan global.

”Seminar ini dimotori oleh DEMA Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Institut Islam Nahdlatul Ulama Temanggung”

Bagikan :

Tambahkan Komentar