Oleh Robbie zidna taufiqon

Mahasiswa INISNU Temanggung Semester 4

Secara hakiki, pendidikan adalah strategi manusia untuk mempertahankan sifat kemanusiaannya. Manusia tidak bisa dilepaskan dari proses pendidikan.Justru eksistensi manusia terletak pada eksistensi pendidikannya. Dengan pendidikan yang baik dan unggul, maka akan menghasilkan pribadi-pribadi yang unggul, begitupun sebaliknya.

Sejarah mencacat bahwa seseorang tumbuh dan berkembang tidak dengan sendirinya. Ia membutuhkan proses, dan proses itu adalah pendidikan. Sejak masih bayi, seseorang sudah dididik melalui kasih sayang ibunya, bahkan sejak dalam kandungan pun, seorang ibu telah menjaga dirinya dengan harapan akan berdampak positif bagi jabang bayi yang dikandungnya. Pendidikan datang dari manusia, dilakukan oleh manusia dan ditujukan untuk menjaga dan mempertahankan eksistensi kemanusiaannya. Ketika eksistensi kemanusiaannya hilang, maka sesungguhnya Ia bukanlah manusia, karena sifat-sifatnya sebagai manusia tidak mencerminkan kemanusiaannya.

Manusia adalah mahluk ciptaan Tuhan yang paling mulia, namun ketika ia sudah mengabaikan kemanusiaannya, maka derajatnya tidak lebih tinggi dan seekor binatang. Hal ini telah diterangkan dalam Al-qur’an surat at-Tin ayat 4-5 :

لَقَدۡ خَلَقۡنَا الۡاِنۡسَانَ فِىۡۤ اَحۡسَنِ تَقۡوِيۡمٍ

ثُمَّ رَدَدۡنٰهُ اَسۡفَلَ سَافِلِيۡنَۙ

Artinya :

Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya, dan kemudian kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka).  Q.S at-tin 4-5.

Hakekat manusia dapat dilihat dari berbagai dimensi. Dimensi religius terlihat, bahwa manusia adalah mahluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna, dimensi sosiologis ia adalah mahluk sosial yang berada pada suatu komunitas atau masyarakat.

Selanjutnya Ia dapat dilihat dan dimensi simbolis, yakni mahluk yang mengenal dan memiliki nilai-nilai estetika, etika, ilmu pengetahuan, teknologi dan sebagainya, sedangkan dari dimensi individualnya ia merupakan sosok yang memiliki berbagai macam keunikan dan kekhasan tensendiri. Hal ini akan sangat berbeda dengan yang dimiliki manusia lainnya.

Manusia juga dapat dilihat dari dimensi histonis, hanya manusia yang dapat dikatakan mahluk yang menyejarah. Oleh karena itu manusia akan dengan terus-menerus berkembang selama keberadaanya di dunia ini. Manusia adalah mahluk monodualis, artinya manusia yang nampaknya satu tapi sebenarnya terdiri dan dua unsur yaitu jiwa dan raga, jasmani dan nohani. Disebut mahluk monodualis karena kedua unsur tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Manusia akan tetap disebut manusia jika kedua unsur tersebut masih melekat padanya. Kedua unsur tersebut akan selalu berkembang menuju kesempurnaan. Karena itu, manusia adalah satu-satunya mahluk yang dapat berkembang baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Dalam kedua unsur tersebut, terdapat potensi potensi yang dapat dikembangkan, dan hal itu, merupakan strategi manusia untuk mempertahankan eksistensi kemanusiaannya di dunia ini. Ia juga memiliki budaya yang akan terus berkembang mengisi ruang-ruang kehidupannya. Dengan begitu, manusia dapat disebut sebagai mahluk berbudaya dan berkembang seiring penemuan berbagai inovasi-inovasi untuk kelanjutan hidupnya yang lebih baik.

Dengan demikian, terdapat suatu gambaran tentang hakekat manusia dan aspek-aspek kemanusiaannya. Dalam kapasitasnya sebagai homo edukandum (mahluk yang harus dididik), atau ia bisa disebut animal educabil (mahluk sebangsa binatang yang bisa dididik), manusia memiliki potensi besar dalam pendidikan, ia adalah mahluk yang bisa mendidik dan bisa dididik. Potensinya dalam pendidikan menjadikan dirinya terus exist dan berkembang. Dengan pendidikan, manusia dapat mempertahankan dirinya dari segala ancaman yang menghantui eksistensinya.

Namun, yang menjadi masalah ialah pendidikan seperti apa yang mampu mempertahankan eksistensi manusia? John Dewey berpendapat, bahwa pendidikan sebagai salah satu kebutuhan hidup manusia (education as necessity of life), sebagai fungsi sosial (educationas sosial function), sebagai pedoman atau bimbingan (education as direction), sebagai sarana pertumbuhan (education as growth) yang mempersiapkan dan membentuk peserta didik menjadi sempurna, sehinga pada akhirnya akan memperbaiki kehidupannya di masa depan, dan proses ini hanya dapat dicapai lewat transmisi(renewalof life by transmision). (John Dewey, 1964) Sejalan dengan hal itu, Philip H. Phenix mengemukakan bahwa education is a means of helping human beingsto become what they can and should become, the educator needs to understand human nature. He needs to understand people in their actualities, in their possibilities, and in their idealities. He must also know how foster desirable changes in them. Artinya pendidikan adalah sarana membantu manusia untuk menjadi apa yang mereka bisa dan harus menjadi, pendidik perlu memahami sifat manusia. Dia perlu memahami orang dalam aktualitas mereka, dalam kemungkinan mereka, dan dalam idealitas mereka. Dia juga harus tahu bagaimana mendorong perubahan yang diinginkan di dalamnya.

Dari sini, terlihat begitu eratnya hubungan antara manusia dengan pendidikan. Manusia tanpa pendidikan akan kehilangan eksistensinya sebagai manusia, dan pendidikan tanpa manusia tidak akan berjalan, karena hanya manusialah mahluk yang dapat dididik dan mendidik. Oleh karena itu pendidikan harus mengerti manusia dengan segala sisi-sisi kemanusiaannya. Karena itu, pendidikan harus mampu memanusiakan manusia, karena hakekat pendidikan adalah memanusiakan manusia (strategi humanisasi).

Bagikan :

Tambahkan Komentar