Oleh Yeni ismawati
Mahasiswa PIAUD Fakultas Tarbiyah
dan Keguruan INISNU Temanggung
Keberhasilan
suatu bangsa dalam memperoleh tujuannya tidak hanya ditentukan oleh
melimpahruahnya sumber daya alam, akan tetapi sangat ditentukan oleh kualitas
sumber daya manusianya. Bahkan ada yang mengatakan bahwa bangsa yang besar
dapat dilihat dari karakter bangsa (manusia) itu sendiri. Memahami karakter
sangat penting untuk memahami konteks bagaimana karakter itu lahir, dan untuk
apa karakter itu diperjuangkan.
Merujuk
kepada pendapat para tokoh, pemimpin dan pakar pendidikan dunia yang
menyepakati pembentukan karakter sebagai tujuan pendidikan. Dalam UU No 20
tahun 2003 Bab II pasal 3 fungsi dan tujuan pendidikan nasional yaitu
“Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat mencerdaskan kehidupan bangsa bertujuan
untuk berkembangnya potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, dalam rangka berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab”. Dalam tujuan itu menandakan bahwa praktek pendidikan
bukan semata berorientasi kepada aspek kognitif, melainkan secara terpadu
menyangkut tiga dimensi taksonomi pendidikan yakni kognitif, afektif, dan
psikomotor serta berbasis pendidikan karakter yang didefiniskan dengan berbagai
indikator sebagaimana tercantum dalam rumusan tujuan pendidikan di atas.
Sementara praktek pendidikan dewasa ini yang masih mengagung-agungkan ranah
kognitif sangat bertentangan dengan kerangka yuridis pendidikan nasional itu
sendiri. Pendidikan yang hanya berbasis pada ranah kognitif tidak akan mampu
membangun generasi bangsa yang berkarakter. Sementara proses pendidikan dan
pembelajaran yang berlangsung di sekolah pada saat ini sering mengabaikan unsur
mendidik dan pendidikan.
Inilah yang
menjadi tantangan dan tuntutan bagi para guru dewasa ini. Guru harus menjadi
garda terdepan dalam melaksanakan proses pendidikan yang secara holistik dan
integralistik, pendidikan yang memadukan ketiga ranah pendidikan serta
berorientasi pada pembentukan karakter anak bangsa yang kaffah (manusia utuh).
Pendidikan semacam itulah yang menjadi fokus dari konsep pendidikan karakter.
Pembangunan karakter bangsa yang sudah diupayakan dengan berbagai bentuk,
hingga saat ini belum terlaksana dengan optimal. Hal itu tercermin dari
kesenjangan sosial-ekonomi-politik yang masih besar, kerusakan lingkungan yang
terjadi di berbagai pelosok negeri ini, masih terjadinya ketidakadilan hukum,
pergaulan bebas dan pornografi yang terjadi di kalangan remaja, kekerasan,
kerusuhan, korupsi yang merambah pada semua sektor kehidupan masyarakat. Saat
ini banyak dijumpai tindakan anarkis, konflik sosial, penuturan bahasa yang
buruk dan tidak santun, dan ketidaktaatan berlalu lintas, serta figur guru yang
masih rendah sebagai panutan siswa. Sekolah yang seharusnya merupakan tempat
terbaik untuk menanamkan nilai-nilai karakter sebagai dasar siswa saat ia hidup
dimasyarakat.
Di sekolah
guru dan siswa membuat kesepakatan mana saja yang termasuk karakter baik dan
mana yang termasuk karakter buruk. Aplikasinya baru akan teruji manakala
nilai-nilai karakter positif yang dipegang sekolah, berbenturan dengan
kepentingan lain yang begitu kuat pengaruhnya atau bahkan memang dikendalikan
oleh kepentingan mengejar sebuah target keberhasilan. Masyarakat berpendidikan
yang terbiasa berperilaku santun, melaksanakan musyawarah mufakat dalam
menyelesaikan masalah, serta bersikap toleran dan gotong royong mulai cenderung
berubah menjadi hegemoni kelompok-kelompok yang saling mengalahkan dan
berperilaku tidak jujur. Sementara di tingkat sekolah perilaku-perilaku siswa
sudah tidak mencerminkan perilaku-perilaku yang berkarakter misalnya bahasa
yang digunakan tidak ada lagi tata kesopansantunan, kurangnya mencintai
lingkungan sekolah yang baik seperti tulisan-tulisan pada dinding sekolah dan
pemeliharaan-pemeliharaan lingkungan sekolah, hal ini semua kelihatannya hampir
sudah pudar. Fenomena yang terjadi di lapangan masih banyak guru yang belum
melaksanakan perannya sebagai pendidik, terlihat dari figur guru yang
berkarakter kurang baik yang bisa dicontoh oleh anak misalnya, keterlambatan
masuk kelas, berbicara kasar hal ini dipengaruhi oleh ketidakpahaman guru
terhadap pendidikan karakter itu sendiri.
Sasaran yang
hendak dituju dalam pendidikan karakter adalah penanaman nilai-nilai luhur ke
dalam diri siswa. Berbagai metoda pendidikan dan pengajaran yang digunakan
dalam berbagai pendekatan lain dapat digunakan juga dalam proses pendidikan dan
pengajaran pendidikan karakter. Hal tersebut penting untuk memberi variasi
kepada proses pendidikan dan pengajarannya, sehingga lebih menarik dan tidak
membosankan. Berdasarkan
uraian di atas, terungkap betapa pentingnya pendidikan karakter bagi siswa,
sehingga bukan hanya dapat berprestasi di bidang pendidikan akademik tetapi
juga dapat membiasakan diri mengamalkan hasil ilmu yang diperolehnya bagi dirinya,
maupun bagi orang lain, bangsa dan negaranya.
Berdasarkan
beberapa pernyataan tersebut, dapat dikemukakan bahwa karakter merupakan
pencerminan dari perilaku manusia yang ditampilan dalam kehidupan sehari-hari.
Perilaku tersebut dilakukan oleh anggota masyarakat sesuai dengan norma-norma
yang berlaku baik norma agama, norma hukum, norma budaya, norma keilmuan, norma
metafisis, dan norma kemanusiaan. Khusus di dunia pendidikan, karakter
tercermin dari gambaran perilaku nyata para siswa dengan merujuk pada ketentuan
yang berlaku di sekolah yang tercantum dalam tata tertib sekolah. Oleh
karenanya, para siswa dapat dikatakan berkarakter apabila ia selalu berupaya
taat dan disiplin terhadap peraturan yang berlaku di sekolah yang bersangkutan.
Perilaku taat dan disiplin terhadap peraturan ini kiranya dapat diwujudkan
dalam kehidupan keseharian di luar lingkungan sekolah, yakni di lingkungan
keluarga maupun di lingkungan masyarakat.
Sejalan
dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam segala aspek kehidupan
manusia, maka munculah tuntutan peningkatan kualitas proses pendidikan guna
menghasilkan manusia yang berkualitas atau peningkatan sumber daya manusia
(SDM), yakni manusia yang cerdas, terampil, sehat, dan berbudi pekerti terpuji.
Salah satu unsur penting dalam proses pendidikan itu adalah guru. Guru memiliki
makna yang sangat luas, tidak hanya sebagai orang yang mengajar dihadapan
kelas, namun guru dapat diartikan secara sempit dan secara luas.
Proses
pendidikan berlangsung dalam pergaulan, baik secara perorangan maupun secara
bersama-sama dalam kelompok. Suatu pergaulan bersifat mendidik, manakala ada
unsur sadar (sengaja) untuk mempengaruhi anak didik, sehingga anak didik
berkembang menuju kedewasaan (formal dan non formal). Sekolah sebagai penyelenggara
pendidikan formal, merupakan tempat berlangsungnya interaksi guru dan siswa
yang memiliki latar belakang hidup yang berbeda, namun mereka memiliki maksud
yang sama yaitu untuk memperoleh perubahan tingkah laku serta mendapatkan
pola-pola respon baru yang diperlukan dalam interaksi dengan lingkungan, baik
lingkungan fisik maupun lingkungan non fisik (sosial).
Siswa
sebagai anggota masyarakat perlu mengenal masyarakat dan lingkungannya. Untuk
mengenal masyarakat siswa dapat belajar melalui media cetak, media elektronika,
maupun secara langsung melalui pengalaman hidupnya ditengah-tengah masyarakat.
Dengan pengajaran, diharapkan siswa dapat memiliki sikap peka dan tanggap untuk
bertindak secara rasional dan bertanggungjawab dalam memecahkan masalah-masalah
sosial yang dihadapi dalam kehidupannya.
Tambahkan Komentar