Oleh
Chozin Asror
Bagi para penikmat
rokok tentu sudah familier dengan kalimat merokok membunuhmu yang
tertulis di setiap bungkusnya. Meskipun terkadang kalimat itu seakan tak punya
makna jika sudah berhadapan dengan kenikmatan yang didapat. Kalimat serupa
sebenarnya juga perlu dicantumkan dalam media sosial yang penggunanya bisa jadi
lebih banyak dari pada penikmat rokok. Paling tidak sebagai pengingat bahwa
media sosial pun juga bisa sangat berbahaya, mengingat efek negatif dari media
sosial yang terkadang mengundang bencana bukan hanya pagi penggunanya namun
juga bagi masyarakat luas.
Sekarang ini, media
sosial sudah menjadi bagian dari kehidupan manusia. Seiring berkembangnya teknologi
internet dan mobile phone dengan sangat pesat, media sosialpun juga
tumbuh dengan cepat. Semua orang dapat menggunakannya tanpa ada persyaratan
khusus yang harus dipenuhi. Tak perlu menunggu tua, anak-anakpun sudah bisa memiliki.
Seakan sudah
menjadi hukum alam, ketika satu sisi berlebih maka sisi yang lain akan
kekurangan. Begitu pula dengan media sosial yang saat ini banyak digunakan.
Satu sisi memudahkan orang untuk saling berinteraksi namun di sisi lain media
sosial dimanfaatkan untuk berbuat kejahatan. Maka media sosial tak ubahnya
seperti sebilah pisau yang banyak membawa manfaat namun terkadang juga sangat berbahaya,
tergantung berada ditangan siapa dan apa tujuannya.
Akibat Buruk dari
Medsos
Emosi dan
kebencian kerapkali menjadi pemicu tak terkontrolnya seseorang dalam
menggunakan media sosial. Hal ini sangat beresiko untuk dilaporkan oleh mereka
yang dirugikan. Selain faktor emosi, kebodohan dan kecerobohan juga menjadi
faktor penyebab seseorang berbuat kesalahan, bahkan terkadang harus
mempertanggungjawabkan di meja persidangan karena melanggar UU ITE.
Kasus yang cukup
menghebohkan publik misalnya Buni Yani yang mengunggah cuplikan video
pernyataan Ahok selaku Gubernur DKI yang dianggap menistakan agama. Cuplikan
video Ahok yang diunggah Buni Yani menjadi viral di media sosial dan menjadi
ramai apalagi ketika disangkut pautkan dengan urusan politik. Atas perbuatan
tersebut, Hakim Pengadilan Negeri Bandung memvonis Buni Yani 1,5 tahun penjara
karena perbuatannya dinilai memenuhi unsur Pasal 32 Ayat 1 dan Pasal 28 Ayat 2
UU ITE.
Kasus lain yang
saat ini tengah mendapat pertahatian publik diantaranya Kolonel Hendi Suhendi yang
dicopot dari jabatannya sebagai Komandan Distrik Militer (Dandim) 1417 Kendari
akibat unggahan negatif oleh istrinya di media sosial terkait penusukan Menko
Polhukam Wiranto. (Liputan6.com, 18/10).
Media sosial
juga disinyalir menjadi sarana yang efektif untuk menyemai benih terorisme dan
menyebarkan paham radikal. Polri mengatakan ada fenomena baru dalam penyebaran
paham radikal di tanah air yang berkiblat pada kelompok teroris ISIS. Fenomena
tersebut adalah baiat online melalui media sosial. Menurut Kadiv Humas
Polri Irjen Mohammad Iqbal, pasca tertangkapnya Syahrial Alamsyah alias Abu
Rara, penusuk Menko Polhukam Wiranto, sebanyak 36 terduga teroris telah
diamankan. Mereka diketahui berinteraksi lewat WhatsApp Group dan platform
media sosial lainnya. (Detik.com, 18/10).
Selain berakibat
pada kasus hukum, tanpa disadari media sosial juga telah berhasil mengubah pola
hidup seseorang. Media sosial seakan menjadi candu yang memaksa penggunanya
untuk selalu memperhatikannya kapanpun dan dimanapun ia berada. Betapa banyak
kerumunan orang yang sekarang menjadi sepi, karena semua asik berinteraksi di
dunia maya.
Tak terdengar
lagi canda tawa dalam keluarga, karena masing-masing sibuk dengan media
sosialnya. Banyak orang yang terlihat santun di dunia nyata tapi ternyata
sangat liar di dunia maya. Memang menjadi sangat ironi ketika media sosial yang
seharusnya menjadi ruang untuk saling berinteraksi, namun justru membuat
penggunanya menjadi orang yang tak punya peduli.
Cerdas dan Bijak
dalam Bermedia Sosial
Kasus-kasus
pelanggaran UU ITE yang menjerat para pengguna media sosial seharusnya bisa
dijadikan pelajaran bagi yang lain untuk lebih berhati-hati. Tidak menjadikan
media sosial sebagai sarana untuk mencaci, menghujat apalagi memprovokasi. Selain
memberi dampak yang buruk, media sosial juga punya manfaat yang besar bagi
kehidupan. Ia bisa dijadikan sarana yang efektif untuk saling berbagi, saling
menasehati dan bertukar informasi. Oleh karenanya ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan.
Pertama, teliti sebelum
menge-share informasi. Orang yang baru bermain medai sosial atau belum
berpengalaman dalam memilih berita akan rentan terkena virus hoax. Tanpa
berfikir panjang langsung menyebarkan informasi tanpa terlebih dahulu melakukan
klarifikasi dan verifikasi atas kebenarannya. Hal inilah yang berpotensi
menimbulkan keresahan dan kekacauan di tengah masyarakat. Oleh karenanya sangat
penting bagi para pengguna media sosial untuk memiliki sikap kritis terhadap
setiap informasi yang diterima.
Kedua, gunakan media
sosial sesuai dengan kebutuhan. Media sosial bukanlah sesuatu yang haram untuk
digunakan. Banyak manfaat yang bisa didapat. Namun jika seseorang tidak bisa
mengatur waktu dengan baik, maka media sosial bisa merampas waktu produktif dan
mengganggu aspek kehidupan keseharian lainnya. Selian itu, penggunaan media
sosial yang berlebihan dapat berdampak buruk bagi kesehatan baik fisik maupun
mental.
Ketiga, menjunjung
tinggi nilai-nilai etika dalam berkomunikasi dan berinteraksi. Dunia
maya tak ubahnya seperti dunia nyata. Namun seringkali orang lupa, jika media
sosial bukan lagi ruang privat yang hanya ia sendiri yang menikmati namun juga
menjadi ruang publik yang terikat dengan peraturan dan juga nilai etika dan
kosapanan. Alangkah indahnya jika setiap orang yang berkomunikasi dan
berinteraksi melalui media sosial bisa menjaga etika dan adat ketimuran yang
masih dijunjung tinggi oleh masyarakat Indonesia. Jika hal ini bisa dilakukan,
tentunya persatuan dan kesatuan antar anak bangsa akan selalu dapat terjaga.
-Penulis
adalah Mahasiswa Prodi PAI STAINU Temanggung.
Tambahkan Komentar