Ilustrasi |
Oleh Mukhammad Fadhli
Mahasiswa Prodi PAI STAINU Temanggung
Mahasiswa merupakan kata yang tidak lagi
asing di telinga masyarakat. Masyarakat mendefinisikan mahasiswa sebagai
pemuda/pemudi yang serba bisa. Padahal menurut KBBI, mahasiswa adalah orang
yang belajar di perguruan tinggi. Tuntutan masyarakat yang tinggi harapannya
kepada “mahasiswa” menuntut pemuda/pemudi yang berjulukan mahasiswa tersebut
harus bisa dalam melakukan segala kegiatan dalam kehidupan bermasyarakat. Akan
tetapi, seiring dengan perkembangan zaman munculnya handphone (bisa dikatakan hp) yang bersistem android (hp canggih) membuat para mahasiswa lupa
akan tuntutan masyarakat.
Handphone
(hp) adalah
alat yang memudahkan manusia melakukan kegiatan sehari-hari seperti
berkomunikasi dengan sesama maupun mencari informasi di internet. Di dalamnya
juga terdapat banyak aplikasi seperti whatsapp, instagram, twitter, facebook,
dan lain sebagainya.
Dalam berpandangan terdapat dua tipikal orang yang
menggunakan hp dengan positif dan
dengan negatif. Orang yang bijak menggunakan hape dengan bijak pula seperti dengan mencari informasi, untuk bekerja,
untuk belajar dsb. Sedangkan prilaku negatif dalam penggunaan hape adalah seperti membual di sosial media,
menonton video-video porno dll. yang hanya membuang-buang waktu saja.
Kebanyakan mahasiswa sekarang sudah
memiliki hp beda halnya dengan mahasiswa dulu yang masih kuno. Banyak yang
berbijak dengan hape, tetapi yang tidak bijak juga tidak kalah dengan yang
bijak. Berprilaku tidak bijak dengan membuang-buang waktu di sosial media
(sosmed) sudah menjadi hobi “jaman now”.
Buku merupakan jalan untuk menemui ilmu
yang luar biasa dahsyatnya. Mahasiswa yang memiliki nalar tinggi memilih
membaca buku ketimbang mengotak-atik hp dan sosmed. Karena membaca buku selain
menambah ilmu juga meningkatkan pola pikir manusia. Apalah gunanya manusia
tanpa ilmu. Yang membedakan drajat kemanusiaan adalah seberapa banyak ilmu yang
telah didapat bukan seberapa banyak status, story,
foto yang diupload diu sosiual
media.
Kutu Sosial Media
Berbicara soal handphone tidak lepas dari internet dan sosial media (sosmed).
Memegang handphone adalah sarana
mencari hiburan semata bukan untuk membantu dalam berkegiatan sehari-hari. Pada
hakikatnya handphone, internet, dan
fitur-fiutur lainnya adalah hanya sebagai alat pembantu bukan alat penghibur. Hal
seperti ini dikarenakan pola pikir tentang pemanfaatan teknologi yang kurang
maksimal. Dari 237,6 juta manusia di Indonesia (Badan Pusat Statistik: sensus
2010) sejumlah 63 juta orangnya adalah pengguna internet yang 95 persennya
menggunakan internet untuk mengakses jejaring sosial, kementrian komunikasi dan
informatika (2013). Selamatta Sembiring (2013) mengatakan bahwa situs jejaring sosial
yang paling banyak diakses di Indonesia adalah Facebook dan Twitter. Indonesia
menempati peringkat 4 pengguna Facebook terbesar setelah USA, Brazil, dan
India.
Sedangkan untuk Twitter Indonesia menempati peringkat 5 terbesar di
dunia setelah USA, Brazil, Jepang, dan Inggris. Sering sekali ditemukan
pengguna handphone hanya mengakses
jejaring sosial (sosmed) entah itu sekedar melihat foto-foto di Instagram atau
update status di Facebook, membuat story yang tidak bermutu, bahkan banyak
sekali yang bermain game online yang
tujuannya untuk hiburan yang tidak habis-habis. Sangat disayangkan jika
kemajuan teknologi hanya untuk keperluan yang tidak bermanfaat.
Sebagai mahasiswa yang katanya agen of change seharusnya memiliki nalar
yang tinggi untuk meninggalkan/mengurangi kebiasaan dalam bertele-tele dalam
bersosmed. Coba dihitung berapa jam memegang hp untuk hal-hal yang “musfro”?
Sedangkan untuk membaca buku hanya 10 menit sudah ngantuk dan bosan,
mengerjakan tugas yang diberi dosen malas, kuliah sering bolos. Apakah seperti
itu yang dinamakan mahasiswa?
Kutu Buku
Mahasiswa yang memiliki nalar tinggi
menghabiskan waktunya untuk membaca buku karena mereka berpandangan bahwa buku
adalah pintu menuju samudra ilmu. Selama ini yang berminat dalam membaca buku adalah
kaum yang sadar akan pentingnya ilmu seperti guru, pelajar, dosen, mahasiswa
dan lainnya. Orang yang sadar dan haus akan ilmu memilih membeli buku ketimbang
membeli paket internet. Bukan hanya sekedar membeli tetapi juga dibaca dan
dipahami sehingga apa yang tertulis di dalam buku masuk ke dalam kepala dan
dapat diaplikasikan dalam kehidupan.
Bangsa yang besar adalah bangsa yang
menjunjung tinggi ilmu pengetahuan dengan membaca dan menyebar ilmu pengetahuan
dengan menulis. Indeks baca di Indonesia mekin lemah, membuktikan bahwa negara
ini belum menjunjung tinggi ilmu pengetahuan.
Bisa dikatakan aneh, negeri ini memilih
menjadi kutu sosmed disbanding dengan kutu buku, memilih menghabiskan uang
untuk beli paket internet daripada membeli buku yang sumbernya ilmu.
Umumnya
harga buku yang tidak tebal dan best
seller adalah berkisar dari Rp. 20.000 sampai Rp. 300.000. Belum lagi jika
ada pameran, harga buku hanya Rp. 5000 dan Rp. 3000 bahkan terkadang dihargai
kiloan. Sedangkan harga paket internet dimulai dari harga Rp. 10.000 sampai Rp.
100.000.
Itu saja tidak tahan lama, paling lama aktif sampai 2 bulan kalah awet
dengan buku yang akan tahan sampai anak cucu lahir yang membuat kita jadi orang
yang berilmu. Tanpa disadari bangsa ini adalah bangsa yang lucu dan tidak
bermutu. Ilmu pengetehuan direndahkan sedangkan paketan terus menjdi bahan
belian.
Mengedepankan Pola Pikir Sehat
Bangsa yang besar adalah bangsa yang
berilmu bukan bersosmed. Maka pentingnya penyuluhan dan sosialisasi di
masyarakat harus diadakan dan dirutinkan. Untuk ini adalah tugas dari
pemerintah setempat untuk mengondisikannya.
Pandangan orang-orang khususnya mahasiswa
hanya ingin yang instan-instan saja tanpa melakukan sesuatu dengan bekerja
keras. Padahal pola pikir tersebut salah dan sangat kaprah. Keberhasilan hanya
akan dicapai dengan kesungguhan dan kerja keras disertai dengan semangat dan
didukung oleh doa.
Yang paling utama adalah mengubah pola
pikir yang tadinya masuk angin menjadi sehat kembali. Dengan menyadarkan akan
pentingnya membaca. Pemerintah harus mendukung gerakan baca dengan mendirikan
took-toko buku di sekitar pedesaan agar masyarakat desa tidak susah-susah untuk
ke kota untuk membeli buku, pendirian taman baca yang bebas polusi,
perpustakaan keliling, bahkan jika perlu di setiap desa dan sudut kota harus
ada perpustakaan.
Sebenarnya jika digunakan dengan bijak, hp
tentunya sangat bermanfaat seperti dalam membaca tidak usah repot-repot pergi
ke perpustakaan karena sudah ada e-book dan
jika mencari informasi juga terdapat fitur-fitur lain yang berguna. Bukan hanya
sosmed saja yang ditatap tetapi harus hal-hal yang positif yang mendukung akan
masa depan kita esok hari. Dan jelas saja mahasiswa kutu buku akan lebih sukses
disbanding dengan mahasiswa kutu sosmed dalam bidang keilmuan. Sehatkan pola
pikir agar sehat pula masa depanmu!
Tambahkan Komentar