Ilustrasi: Suasana Bandara Ahmad Yani baru di Kota Semarang. (Foto: TJ).

Hariantemanggung.com - Selain Bandara Ahmad Yani di Kota Semarang, provinsi Jawa Tengah diusulkan memiliki tiga bandara lagi. Alasannya, Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi terbesar di indoensia. Betapa tidak, Jawa Tengah memiliki luas wilayah 32.548 km2 yang setara dengan sepertiga pulau Jawa, membentang dari bagian utara Jawa sampai bagian selatan.

Menurut hasil sensus BPS tahun 2010-2015 jumlah penduduk mencapai 33.774 juta pada tahun 2015 dan dengan pertumbuhan penduduk berkisar pada angka 0.14 pertahun maka mendekati tahun 2020 nanti bisa mencapai 35 juta jjiwa.  Untuk itu, Jawa Tengah diusulkan memiliki minimal empat bandara yang memudahkan askes di tiap titik. Hal itu diungkapkan Abdul Kholik pengamat politik dalam siaran pers yang diterima Hariantemanggung.com, Jumat (19/10/2018). Ia menegaskan, dengan luas wilayah dan besarnya jumlah penduduk layaknya suatu negara, Jawa tengah menghadapi ketimpangan infrastruktur yang merugikan warganya.

“Dengan luas wilayah dan besarnya jumlah penduduk, maka Jawa tengah apabila dibandingkan bisa menyamai luas wilayah dan jumlah penduduk suatu negara. Seperti Malaysia misalnya, jumlah penduduknya hanya 30 juta jiwa, begitupun negara seperti Kamboja jumlah pendudukanya hanya 15 juta. Dengan demikian upaya membangun Jawa Tengah perlu mempertimbangkan pendekatan yang layaknya seperti membangun sebuah negara. Artinya diperlukan kerangka berpikir luas dan visi masa depan agar mampu menjamin kesejahteraan masyarakatnya,” tegas kandidat doktor Unissula tersebut.

Sejauh ini pencapaian upaya pembangunan Jawa Tengah, kata dia, dengan luasan wilayah dan jumlah penduduk yang begitu besar masih tergolong belum mampu  mensejahterakan masyarakatnya secara merata. Sampai tahun 2015 angka pertumbuhan ekonomi masih berada di bawah pertumbuhan ekonomi nasional. Jumlah penduduk miskin juga masih tergolong tinggi yaitu berada pada kisaran 12,23% pada tahun 2017.

“Jawa tengah juga masih menghadapi tantangan kesenjangan ekonomi antar kawasan yang cukup tinggi yaitu sebesar 0,365 yang mencerminkan ketimpangan antar penduduk maupun antar wilayah tergolong tinggi,” beber pria kelahiran Cilacap tersebut.


Menurut staf ahli DPR RI ini, salah satu konsekuensi daerah dengan luas wilayah dan penduduk besar maka membutuhkan keterseidan infrastruktur yang memadai agar dapat mendorong perkembangan dan pertumkbuhan ekonomi. “Fakta menunjukkan Jawa Tengah jaringan infrastruktyur, terutama transportasi masih dominan di wilayah utara. Jalur pantura sebagai jalur utama nasional masih mendominasi pengembangan dan pemeliharaanya, sementara jalur selatan masih terbatas,” lanjut pria yang kini maju di bursa calon DPD RI wilayah Jateng tersebut.

Menurut dia, ada ilustasi yang menarik, yaitu ketika warga Jawa tengah yang tinggal di Semarang dan sekitarnya, ketika akan melakukan perjalanan transportasi antarkota dengan pesawat bisa mendapatkan akses dan harga yang sangat terjangkau. Sementara sebagaian laian harus membayar tiga atau emapt kali lipat dibanding warga Jateng yang di pusaran saran tranportasi. Penerbanagn Semarang ke Jakarta bisa diperoleh haraga kisaran 300 ribu sampai 1 juita. Sementara penerbangan dari Cilacap ke Jakarta harus membayar kisaran 1,3 juta.

“Tentu ini ketidakadilan yang harus dicarikan solusinya, agar ketimpangan tersebut terus terjadi dan merugikan masyarakat yang tertinggal. Masyarakat jawa Tengah Selatan misalnya akan terus kehilangan momentum untuk berkembang menyusul saudaranya yang diutara apabila tidak difasilitasi dengan infra struktur yang memadai dan setara dengan kawasan utara. Sekaligus hal ini akan menyeimbangkan pembangunan Jawa tengah dan mengikis ketimpangan,” beber pria tersebut.

Untuk mengatasinya, lanjut dia, maka Jawa Tengah dalam lima tahun ke depan harus mengembangkan setidaknya 4 bandara di kawasan yang merata secara geografis agar mampu mengkoneksiakan dan memudahkan transportasi warganya, baik diantara kota di Jateng maupun dengan kota lain di Indonesia. “Pilihan pengembangan bandara paling prospektif mengingat tranportasi darat semakin padat karena peningkatan jumlah pemilikan kendaraan dan terbatasnya sarana jalan,” tegas Kholik.

Keberadaan empat bandara di Jawa Tengah sehingga menyambungkan dan memfasilitasi warga secara merata adalah dengan beberapa alasan.

Pertama, Bandara Ahmad Yani, sebagai bandara internasional utama Jawa Tengah telah mampu memfasilitasi warga di sekitar Semarang, setidaknya mudah dijangkau sampai wilayah pekalongan dan Temanggung dan sekitarnya.

Kedua, Bandara Adisumarmo Solo yang berada di wilayah tenggara Jawa Tengah dapat diakses dengan mudah dan memfasilitasi tranportasi untuk kawasan Solo raya dan sekitarnya.

Ketiga, Bandara Sudirman di Purbalingga, yang masih dalam pembangunan ke depan dapat memudahkan akses tranportasi untuk kawasan Jateng selatan yang mencakup Banyumas dan sekitarnya.

Keempat, Bandara Cepu/Blora dan sekitarnya juga dibutuhkan untuk memberikan akses tranportasi udara bagi kawasan tersebut bahkan bisa menjangkau sebagai wilayah Jawa Timur.

Dilanjutkan Kholik, dengan keberadaan empat bandara tersebut ke depan maka akses tranportasi akan semakin efesien dan merata. Potensi penerbangan yang akan tumbuh misalnya dari Semarang ke Cepu terus ke Surabaya.

“Demikian pula di kawasan selatan penerbangan ke Solo atau Jogja dapat singgah di Purbalingga/Cilacap.  Solusi ini perlu menjadi pilihan kebijakan karena waktu tempuh darat yang semakin lambat akibat padatnya jalan raya. Sementara untuk kawasan Tengah dapat mengoptimalkan kereta api sebagai salah satu noda tranportasi yang juga cukup efesien,” papar dia.

Pihaknya berharap, dengan empat bandara itu, akan mampu memajukan Jawa Tengah dengan akselerasi di berbagai wilayah, khususnya di bidang perekonomian. (htm44/heri).

Bagikan :

Tambahkan Komentar