Hariantemanggung.com - Aliansi Petani Indonesia (API), mengkhawatirkan adanya kemunculan bahaya kekeringan yang mengancam petani di lingkungan gunung Slamet. Hal ini dikarenakan akibat dampak adanya eksplorasi yang dilakukan oleh PT. SAE dengan mega proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Baturraden.

“Dalam proses eksplorasi saja kita sudah dapat melihat dampak yang diterima oleh masyarakat. Bagaimana banjir yang selama ini belum pernah terjadi, dalam tahun ini dirasakan oleh warga Banyumas. Pengeboran juga mengakibatkan kwalitas air sebagai sumber air minum menurun, logam-logam berat juga keluar dari sungai yang menjadi sumber irigasi bagi petani yang berada di tujuh kabupaten lereng Gunung Slamet,” papar Syukur Fahrudin di sekretariat Paguyuban Giri Rahayu, Jum’at (29/12/2017).

Ketujuh kabupaten yang menjadi daerah terdampak dari proyek ini antara lain, kabupaten Pekalongan, kabupaten Pemalang, kabupaten Purbalingga, kabupaten Tegal, kabupaten Brebes, kabupaten Banyumas dan kabupaten Cilacap. Dari ketujuh kabupaten ini, Slamet salah satu warga Cilongok-Banyumas menyampaikan kegelisahannya atas dampak dari pembangunan ini. “masyarakat  Cilongok airnya Buthek (keruh_red) banget. Dari pagi sampai malam. Warna coklatnya seperti besi yang sedang berkarat,” jelasnya.

Tidak hanya Slamet, Tia mahasiswa Farmasi dari Cilongok, juga menyampaikan kadar air yang telah tercampur dengan minyak. “dia diendapkan  tidak juga mengendap. Tapi masih terapung. Dan ketika airnya dipegang itu berasa lengket,” papar Tia.

Shondhey, sapaan akrab Syukur Fahrudin, meyayangkan pembangunan PLTP Baturraten yang tidak memberi dampak positif bagi kesejahteraan masyarakat lereng Gunung Slamet. Ia melihat biaya yang dikeluarkan untuk investasi dengan nilai tujuh Triliun tidak sebanding dengan biaya kerusakan lingkungan dan dampak yang diterima oleh masyarakat yang diakibatkan oleh eksplorasi PT. SAE. “Proses eksplorasi PLTP Baturaden yang membutuhkan air tidak sedikit, tentu akan mempengaruhi sumber mata air Gunung Slamet,” tambahnya.

Koordinator API DPD cabang Jawa Tengah ini, memaparkan informasi yang tersirat dalam Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) PT Sejahtera Alam Energy (SAE). Dalam UKL UPL tersebut, menyebutkan kebutuhan air untuk eksplorasi PLTP Baturaden sebanyak 40 liter /detik, artinya dalam 1 hari 1 malam kebutuhan air untuk pengeboran 3,456,000 liter. “Kita bisa bayangkan kebutuhan air per bulan maupun per tahun. Dari situ artinya, proses eksplorasi PLTP Baturaden diduga akan menggunakan air dari sumber mata air yang selama ini digunakan oleh masyarakat sekitar gunung slamet,” jelasnya.

Selain digunakan untuk kebutuhan sehari-hari, air menjadi kebutuhan penting dalam sektor pertanian. Jika hal ini terjadi, maka masyarakat di sekitaran gunung Slamet dan masyarakat yang menggunakan air dari sumber mata air yang ada gunung tersebut, akan dihadapkan dengan ancaman kekeringan. Melihat dampak dari pembangunan proyek ini, API DPD Jawa Tengah menghimbau pemerintah pusat atau daerah untuk segera menghentikan eksplorasi gunung Slamet. “Selain itu pemerintah juga perlu melakukan moratorium terhadap semua investasi pertambangan di Indonesia dan mengedepankan pembangunan sektor pertanian dan industri berbasis pertanian sebagai investasi jangka panjang Negara Kesatuan Republik Indonesia,” tutupnya ketika ditemui di sekretariat Paguyuban Giri Rahayu Rancamaya, Cilongok-Banyumas. (Htm44/hms).
Bagikan :

Tambahkan Komentar