Oleh: Khansa Aisyatul Nabilla
Gulali merupakan salah satu jajanan tradisional khas Indonesia yang lekat dengan kenangan masa kecil. Jajanan ini dibuat dari gula yang dipanaskan hingga mencair, lalu diberi pewarna makanan dan dibentuk menjadi berbagai macam bentuk menarik. Saat masih panas dan lunak, gulali mudah dibentuk menggunakan tangan, gunting, atau teknik tiupan. Setelah dingin, permen ini mengeras dan menjadi sajian manis yang renyah saat digigit. Dulu, gulali sangat mudah ditemui di sekitar sekolah, pasar malam, atau saat ada hajatan desa. Cita rasanya yang manis dan tampilannya yang berwarna-warni membuat gulali menjadi camilan favorit anak-anak pada masanya.
Di balik kesederhanaannya, gulali memiliki nilai budaya dan sejarah yang dalam. Pada era 1980–1990-an, gulali menjadi primadona jajanan anak-anak di Indonesia. Penjual gulali biasanya membawa gerobak kecil atau wadah besar berisi adonan gula panas dan alat pembentuk, lalu menjajakan dagangannya dari satu tempat ke tempat lain. Dengan keterampilan tangan, mereka membentuk gulali menjadi hewan, bunga, bahkan tokoh kartun favorit anak-anak, hanya dalam hitungan menit. Selain bentuk-bentuk kreatif tersebut, terdapat pula varian gulali seperti gulali rambut nenek yang memiliki tekstur berserat mirip kapas dan gulali sutra yang lebih halus dan lembut. Ada pula permen kapas jenis gulali modern yang biasa ditemukan dalam kemasan plastik besar berwarna pink atau biru muda.
Hingga kini, meskipun persaingan dengan jajanan modern dan permen pabrikan semakin ketat, gulali tetap bertahan sebagai simbol kenangan dan kreativitas. Banyak orang dewasa yang merasa nostalgia saat melihat gulali dijual kembali di event budaya atau pasar malam. Selain itu, di era media sosial, berbagai video tentang pembuatan gulali kembali viral dan menarik perhatian generasi muda. Salah satu contohnya adalah tren gulali ala “Squid Game”, permen berbentuk simbol-simbol khas Korea yang mengingatkan pada salah satu adegan di serial tersebut. Beberapa pembuat gulali lokal bahkan berinovasi dengan bahan tradisional seperti gula aren atau tambahan rasa buah, menjadikan gulali tak hanya unik secara bentuk, tetapi juga kaya rasa.
Namun, eksistensi gulali tak lepas dari tantangan. Semakin sedikit orang yang memiliki keahlian membuat gulali, dan minat anak-anak terhadap jajanan ini pun perlahan menurun karena tergantikan oleh makanan ringan kekinian. Di sisi lain, keberadaan gulali sebenarnya menyimpan potensi besar sebagai media edukasi dan wisata budaya. Proses pembuatannya bisa menjadi sarana mengenalkan anak-anak pada fisika dan seni, sedangkan bentuk dan warna gulali membuka ruang ekspresi yang luas bagi pembuatnya. Karena itu, perlu ada dukungan dan perhatian dari masyarakat maupun pemerintah daerah untuk melestarikan keberadaan jajanan tradisional ini.
Gulali bukan sekadar permen manis yang dijual di pinggir jalan. Ia adalah simbol kreativitas rakyat, pengingat masa kecil, dan bagian dari identitas kuliner Indonesia yang patut dijaga. Ketika kita membeli gulali dari penjual keliling atau mempelajari cara membuatnya, kita bukan hanya menikmati rasa manisnya, tetapi juga ikut menjaga warisan budaya yang hampir terlupakan. Maka dari itu, mari kita lestarikan gulali karena di balik tiap bentuk dan warnanya, tersimpan cerita panjang tentang masa lalu, kreativitas, dan rasa cinta pada tradisi. (Foto: Fimela)
Tambahkan Komentar