Foto Smanskuto

Oleh : Khansa Aisyatul Nabilla

Permainan tradisional Indonesia menyimpan kekayaan budaya yang luar biasa, dan salah satunya adalah egrang. Egrang merupakan permainan rakyat yang dimainkan dengan menggunakan dua batang bambu atau kayu panjang sebagai alat pijakan untuk berjalan. Pemain berdiri di atas pijakan yang dibuat di bagian bawah tongkat, lalu berjalan dengan menjaga keseimbangan tubuh. Di berbagai daerah di Indonesia, permainan ini memiliki sebutan yang berbeda-beda. Di Pulau Jawa disebut egrang atau jangkungan, di Minangkabau dikenal sebagai 'tengkak-tengkak', sedangkan di daerah Sulawesi disebut 'batengka'. Walaupun namanya berbeda, tujuan permainannya tetap sama, yaitu menghibur sekaligus melatih fisik dan mental anak-anak maupun orang dewasa. Pada masa lalu, egrang bukan sekadar permainan, tetapi juga merupakan bagian dari aktivitas masyarakat sehari-hari. Konon, permainan ini berasal dari kebutuhan praktis penduduk desa yang harus melewati jalan becek atau banjir saat musim hujan, sehingga menggunakan tongkat panjang untuk bisa berjalan tanpa basah. Dari sinilah kemudian muncul ide menjadikannya sebagai permainan yang menyenangkan.


Keunikan egrang tidak hanya terletak pada bentuk dan cara memainkannya, tetapi juga pada nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Bermain egrang membutuhkan keterampilan, keseimbangan, konsentrasi, dan keberanian. Anak-anak yang memainkan egrang akan dilatih untuk tidak mudah menyerah, karena untuk bisa berjalan dengan lancar di atas dua tongkat tersebut membutuhkan latihan berulang dan semangat pantang mundur. Bahkan seringkali, permainan ini dimainkan secara berkelompok dalam bentuk lomba, yang secara tidak langsung mengajarkan sportivitas, kerja sama tim, serta semangat kompetitif yang sehat. Selain itu, egrang juga dapat meningkatkan kreativitas, terutama bagi anak-anak di pedesaan yang biasa membuat egrang mereka sendiri dari bahan-bahan yang tersedia di lingkungan sekitar, seperti bambu, kayu bekas, atau bahkan pipa plastik. Proses membuat dan menghias egrang ini melibatkan unsur seni dan keterampilan tangan, yang tentu sangat bermanfaat dalam mengasah daya cipta anak.


Sayangnya, dalam era modern yang serba digital ini, permainan tradisional seperti egrang mulai terpinggirkan. Anak-anak zaman sekarang lebih akrab dengan gawai, game online, atau tontonan digital yang cenderung pasif dan individualistik. Akibatnya, permainan yang dulu menjadi sarana interaksi sosial dan kebugaran fisik, kini mulai dilupakan. Banyak anak yang bahkan tidak tahu cara memainkan egrang, apalagi memahami filosofi yang terkandung di dalamnya. Hal ini menjadi tantangan besar bagi masyarakat, terutama orang tua, guru, dan pemangku kebudayaan, untuk kembali mengenalkan dan melestarikan permainan tradisional seperti egrang. Salah satu cara yang mulai banyak dilakukan adalah mengintegrasikan permainan tradisional ke dalam kegiatan pembelajaran di sekolah, kegiatan ekstrakurikuler, atau festival budaya yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah maupun komunitas seni. Misalnya, beberapa sekolah di daerah Jawa Barat dan Sumatera Barat telah mengadakan lomba egrang dalam rangka memperingati Hari Kemerdekaan atau Hari Anak Nasional, sebagai upaya menghidupkan kembali permainan tradisional yang penuh manfaat ini.


Bukan hanya sebagai sarana hiburan, egrang sebenarnya juga dapat dijadikan sebagai bagian dari pendidikan karakter. Nilai-nilai yang diajarkan dalam permainan ini sejalan dengan tujuan pendidikan nasional, yaitu membentuk manusia yang tangguh, kreatif, dan berakhlak mulia. Melalui permainan egrang, anak-anak diajarkan pentingnya keseimbangan baik secara fisik maupun mental. Mereka belajar untuk tetap fokus, tidak mudah panik, dan percaya pada kemampuan diri sendiri. Di sisi lain, permainan ini juga menumbuhkan rasa kebersamaan, karena biasanya dimainkan di lapangan terbuka bersama teman sebaya. Anak-anak diajak untuk saling menyemangati, menolong yang jatuh, dan tertawa bersama atas kesulitan yang dialami. Semua itu adalah nilai-nilai sosial yang penting dalam membangun karakter bangsa.


Melestarikan egrang berarti juga menjaga bagian dari jati diri bangsa. Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya akan budaya lokal, dan permainan tradisional seperti egrang adalah salah satu buktinya. Jika tidak dijaga, maka permainan ini bisa punah, tergantikan oleh hiburan digital yang belum tentu mendidik. Oleh karena itu, sudah seharusnya kita semua mengambil peran dalam pelestariannya. Orang tua dapat mengajak anak-anak bermain egrang saat liburan. Sekolah bisa mengadakan lomba atau pelatihan membuat egrang sebagai proyek seni dan olahraga. Pemerintah dapat memberikan ruang khusus dalam festival budaya untuk memperkenalkan permainan tradisional ini. Bahkan di era media sosial, konten kreatif tentang permainan egrang bisa menjadi cara menarik untuk menjangkau generasi muda. Semua pihak harus bekerja sama agar egrang tidak hanya menjadi kenangan masa lalu, tetapi juga bagian dari masa depan budaya Indonesia.


Dengan demikian, egrang bukanlah permainan kuno yang ketinggalan zaman, melainkan warisan budaya yang penuh manfaat, baik secara fisik, mental, sosial, maupun kultural. Ia mengajarkan nilai-nilai penting tentang keseimbangan, ketekunan, keberanian, dan kebersamaan. Permainan ini patut dikenalkan kembali kepada generasi muda, bukan sekadar untuk nostalgia, tetapi untuk membangun masa depan yang lebih berakar pada budaya sendiri. Sebab, bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai warisan budayanya. Dan egrang dengan segala kesederhanaannya adalah salah satu warisan itu.

Bagikan :

Tambahkan Komentar