Oleh Futimatul Islamiyah
Perempuan sering kali menghadapi tekanan mental yang lebih besar dibandingkan laki-laki, salah satunya karena tanggung jawab ganda dan pengalaman traumatis yang lebih rentan dialami. Namun, banyak perempuan cenderung kurang bercerita atau mengungkapkan perasaan mereka, yang justru memperburuk kondisi kesehatan mental mereka. Fenomena ini menjadi perhatian penting karena komunikasi dan berbagi cerita adalah cara efektif untuk melepaskan beban emosional.
Salah satu alasan utama perempuan enggan bercerita adalah takut dihakimi oleh lingkungan sekitar. Ketakutan ini muncul terutama ketika cerita yang ingin disampaikan berkaitan dengan hal-hal sensitif seperti pengalaman traumatik, pelecehan, atau masalah pribadi yang dianggap tabu. Rasa takut mendapatkan respon negatif membuat perempuan memilih untuk memendam masalahnya sendiri. Padahal, menahan perasaan tanpa berbagi dapat menimbulkan perasaan terisolasi dan memperparah stres.
Secara psikologis, perempuan memiliki kecenderungan untuk memproses emosi melalui komunikasi. Otak perempuan yang mengontrol bahasa berada di kedua sisi otak, sehingga mereka cenderung lebih suka bercerita dibandingkan laki-laki. Bercerita bukan semata mencari solusi, melainkan sebagai cara untuk melepaskan beban pikiran dan mendapatkan dukungan emosional. Ketika perempuan tidak bisa bercerita, beban mental yang menumpuk dapat menyebabkan kecemasan, depresi, dan kelelahan emosional.
Dampak negatif dari kurangnya bercerita juga dirasakan dalam hubungan interpersonal, terutama dengan pasangan. Komunikasi yang kurang dapat menimbulkan jarak emosional dan rasa kesepian. Perempuan yang merasa tidak didengar atau tidak nyaman berbagi cerita dengan pasangannya berisiko mengalami penurunan kualitas hubungan dan kesehatan mental yang memburuk. Hal ini menunjukkan bahwa keterbukaan dalam bercerita sangat penting untuk menjaga keseimbangan emosional dan keharmonisan keluarga.
Selain faktor internal, lingkungan sosial yang diskriminatif dan penuh stigma juga menjadi penghalang perempuan untuk terbuka. Perempuan yang bekerja larut malam atau berbeda dalam penampilan sering menjadi sasaran stigma, yang semakin memperkuat rasa takut untuk bercerita. Lingkungan yang tidak ramah ini memperbesar risiko gangguan kesehatan mental seperti depresi dan gangguan makan.
Tren "perempuan tidak bercerita" yang ramai di media sosial sebenarnya mencerminkan fenomena nyata di masyarakat. Banyak perempuan yang memilih diam dan menyimpan masalah sendiri, meski mereka melakukan perubahan positif dalam hidupnya. Namun, diam yang berkepanjangan tanpa dukungan dapat menjadi pintu masuk masalah mental yang serius, terutama bagi perempuan yang sudah berkeluarga.
Untuk mengatasi masalah ini, penting bagi perempuan untuk mencari ruang aman dan dukungan, baik dari keluarga, teman, maupun profesional kesehatan mental. Terlibat dalam support group atau kegiatan yang meningkatkan mood positif dapat membantu perempuan mengelola stres dan beban emosional. Kesadaran dan edukasi tentang pentingnya bercerita juga harus ditingkatkan agar stigma negatif terhadap perempuan yang berbagi cerita dapat dikurangi.


Tambahkan Komentar